Wastra Nusantara Menjaga Ingatan Kehidupan Masyarakat
Kain tradisional merupakan kekayaan budaya dari bentuk pemikiran dan perilaku kehidupan masyarakat. Kain tradisional menyimpan informasi mengenai adat, tradisi, dan budaya masyarakat.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setiap helai wastra atau kain tradisional Indonesia memiliki keunikan, makna sejarah, dan fungsinya dalam kehidupan masyarakat. Untuk menggali makna sebuah kain dan sebagai upaya melestarikan budaya Indonesia perlu kajian.
Ketua Tim Kajian Koleksi Museum Tekstil 2022 Lucky Wijayanti menjelaskan, Museum Tekstil Jakarta memiliki lebih dari 2.000 wastra. Kajian dilakukan kepada 100 helai kain yang dipilih berdasarkan kualitas dan keunggulannya.
”Keistimewaan wastra koleksi (museum) tersebut karena terdapat pesan, makna, dan cerita historis yang berkaitan dengan spiritual masyarakat. Kejadian di masa lalu ini yang digali sebagai pengetahuan untuk masa kini dan masa yang akan datang,” ucap Lucky dalam diskusi Wastra Nusantara sebagai Sarana Ritus, Hasil Kajian Koleksi Museum Tekstil 2022, di Museum Tekstil, Jakarta, Senin (21/11/2022).
Menurut Lucky, kajian tersebut menemukan hubungan antara kain tradisional yang digunakan masyarakat dan acara ritual tertentu. Keterkaitan itu berasal dari kebudayaan luar Nusantara yang tak hanya berandil besar dalam penyebaran agama di masa lalu, tetapi adanya akulturasi budaya di masyarakat Indonesia hingga kini.
Misalnya, kain tenun bernama Lurik Kluwung dari Solo, Jawa Tengah, yang dianggap sakral dan memiliki keistimewaan sebagai penolak bala. Dalam upacara adat, Lurik Kluwung digunakan sebagai upacara mitoni, yakni acara tujuh bulanan bagi calon ibu yang bertujuan agar anak yang dikandung lahir dengan selamat.
Ia menyampaikan, wastra Nusantara ini merupakan peninggalan leluhur turun-temurun karena memiliki nilai-nilai yang disisipkan pada setiap motifnya. Oleh karena itu, kajian ini sebagai bentuk upaya untuk mengangkat tujuan dan pesan dari para pembuat kain di masa lalu agar bisa dipahami oleh masyarakat saat ini.
”Upacara adat ini dilakukan oleh suku-suku di Indonesia. Dalam upacara tersebut terdapat kain yang digunakan masyarakat saat kegiatan ritus atau upacara keagamaan,” ungkap dosen Institut Kesenian Jakarta itu.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia Ninny Susanti Tejowasono mengatakan, wastra merupakan kekayaan budaya dari bentuk pemikiran dan perilaku kehidupan masyarakat. Kain tradisional menyimpan informasi dan telah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti sandang pada masa lalu.
Keistimewaan wastra koleksi (museum) tersebut karena terdapat pesan, makna, dan cerita historis yang berkaitan dengan spiritual masyarakat.
Pada masa lalu, wastra berperan sebagai ritus upacara penting, salah satunya, dalam perubahan status tanah. Tak hanya itu, kain tradisional juga berperan dalam menggambarkan interaksi dan akulturasi dengan orang asing.
Mendekatkan museum
Sejak 2009, batik telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia tak benda dari Indonesia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Kurator Museum Purna Bhakti Pertiwi, Gunawan Wahyu Widodo, mengatakan, warisan budaya ini yang kemudian perlu didekatkan kepada masyarakat melalui kehadiran museum.
”Setiap museum (tekstil) yang melakukan kajian terhadap koleksi perlu mengajak masyarakat agar dapat tepat dalam menjangkau persoalan sosial. Museum jangan sampai dilupakan karena ia sebagai tempat dalam merawat identitas,” ujar Gunawan.
Menurut dia, dalam membuat tema pameran yang lebih luas, pengelola museum perlu berkomunikasi dengan masyarakat untuk menjawab kebutuhan masyarakat sehingga bisa melahirkan konteks berbeda dari setiap karya atau koleksi yang dipamerkan. Gunawan menekankan, dari hasil penelitian atau riset dapat merancang sebuah tema yang tepat.