Generasi Muda Butuh Cakap Beradaptasi dan Memiliki Soft Skills
Pendidikan tak lagi sekedar transfer pengetahuan atau konten. Namun, pendidikan dibutuhkan untuk membangun kecakapan dasar, soft skills, dan karakter guna menunjang kesuksesan di masa depan,
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Penguatan dan pengembangan kecakapan soft skills atau keterampilan lunak generasi muda semakin penting. Perubahan dunia saat ini dan masa depan menuntut generasi muda mampu beradaptasi dan memiliki soft skills untuk menghadapi perubahan dan tantangan.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbudristek, Nizam, Rabu (16/11/2022) mengatakan, pendidikan kini ditransformasi untuk tidak lagi mengisi konten, namun membangun kompetensi fondasi dan soft skills mahasiswa. Generasi muda, terutama mahasiswa yang akan masuk ke dalam dunia profesional sebagai tenaga kerja maupun wirausaha, menghadapi situasi dunia yang berubah dan penuh tantangan, bahkan jenis pekerjaan yang belum ada.
“Generasi muda, terutama mahasiswa, harus sudah terbiasa dibawa keluar dari zona nyaman. Dengan keluar dari zona nyaman, mereka akan menemukan zona yang lebih nyaman. Untuk itu, pengalaman belajar yang nyata di dunia kerja maupun masyarakat, akan menempa mereka semakin kuat dalam beradaptasi dan terasah soft skills mereka,” kata Nizam.
Dalam Festival Kampus Merdeka kedua yang digelar Kemendikbudristek di Denpasar, Bali, pekan ini, transformasi pendidikan tinggi lewat Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) menjadi langkah untuk menyiapkan talenta muda Indonesia yang cerdas dan berkarakter dengan pendidikan yang relevan. Pendidikan tinggi tak lagi digelar penuh di dalam kampus, tapi juga membuka peluang mahasiswa memperkaya diri dengan pengalaman di luar kampus.
Pelatihan di luar kampus tersebut dijalankan sesuai program studi maupun lintas ilmu sehingga mereka memiliki kemampuan multidisiplin dan terbangun soft skills dalam berbagai aspek yang dibutuhkan, guna menunjang kehidupan yang sukses di masa depan.
“Hanya lewat MBKM selama empat hingga lima bulan, dampak pada kebekerjaan lulusan, keterserapan dan penghasilan jadi berkali lipat. Ini adalah investasi terbaik yang perlu terus dilakukan secara gotong royong antara perguruan tinggi bersama pemerintah daerah, industri, dan masyarakat, guna menyiapkan generasi masa depan yang siap dengan semua tantangan,” kata Nizam.
Pendidikan tinggi tak lagi digelar penuh di dalam kampus, tapi juga membuka peluang mahasiswa memperkaya diri dengan pengalaman di luar kampus.
Dari berbagai program unggulan Kampus Merdeka yang digagas Kemendibudristek, banyak nilai-nilai yang terbangun dalam diri peserta sesuai dengan program yang diikuti. Nadila Zanuarita, mahasiswa progam studi bahasa Arab di Universitas Indonesia yang ikut program Kampus Mengajar di salah satu SMP di Pulogadung, Jakarta Timur, memilih kegiatan mendampingi siswa untuk peningkatan literasi dan numerasi. Interaksi dengan siswa mengajarkan dirinya untuk melihat potensi diri tiap siswa yang berbeda dan membantu mereka untuk berkembang.
Sementara itu, Yokanang Chandra A, mahasiswa Universitas Negeri Sebelas Maret di Solo, terbang untuk menjadi mahasiswa sementara di Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah lewat program Pertukaran Mahasiswa Merdeka. Di sanalah, dia mulai mengenal mahasiswa dari beragam suku, agama, dan belajar memahami karena berinteraksi secara langsung. Dirinya bisa belajar untuk terbiasa hidup dalam keberagaman.
Adapula para mahasiswa yang bergabung dalam program Wirausaha Merdeka. Mereka belajar untuk mampu berpikir kreatif membuka ide bisnis dengan mengamati keadaan di sekitar. Mereka pun belajar untuk menerima kegagalan dan meminimalkan kegagalan dengan belajar dari para ahli.
Secara terpisah, Guru Besar Universitas Indonesia Rhenald Kasali yang juga Pendiri Rumah Perubahan mengatakan, generasi muda perlu senantiasa bergerak dan berani maju melintasi rintangan. Untuk itu, program pelatihan soft skills perlu dilakukan guna mendukung dan menginspirasi generasi muda lainnya agar mampu mewujudkan harapan dan ide-ide kreatifnya.
Rhenald memaparkan tujuh elemen penting yang perlu dimiliki tiap orang untuk menjadi manusia berkembang. Yang pertama adalah disiplin diri atau self discipline agar dalam melakukan sesuatu karena kesadaran dari diri sendiri, bukan karena paksaan orang lain. Perlu juga pola pikir bertumbuh atau growth mindset karena orang yang bertumbuh itu adalah orang yang senang ketika menghadapi tantangan. Jika menghadapi kesulitan, jangan menyerah dan siap untuk berkorban untuk sesuatu yang diyakini benar atau akan berhasil.
Keberanian mengambil resiko atau risk taker dalam keputusan yang diambil juga dibutuhkan. Selain itu, berpikir kritis penting dibangun karena saat ini banyak berita tidak benar (hoaks) yang beredar di masyarakat.
Generasi muda harus kritis dalam belajar dan kritis dalam memahami berita serta informasi yang beredar. Jangan mudah percaya informasi yang tidak jelas sumber beritanya.
Sementara itu, berpikir kreatif juga penting untuk menghadapi situasi yang sulit, seperti Pandemi Covid-19. Pandemi telah melahirkan terobosan-terobosan dan ledakan ekonomi kreatif.
Selain itu, perlu juga kemampuan menyederhanakan hal-hal yang sulit atau simple power of simplicity. “Jadilah orang-orang hebat yang bisa menyederhanakan hal-hal yang rumit serta orang-orang pintar yang bisa mengubah hal-hal yang rumit menjadi lebih sederhana. Kemampuan untuk menyederhanakan suatu hal adalah hal yang penting,” kata Rhenald di acara pelatihan nation building dengan tema Merajut Asa, Bangkitkan Harapan untuk penerima beasiswa Bakti Pendidikan Djarum Foundation.
Selanjutnya, berusaha menjadi pemenang atau play to win dalam suatu ‘permainan’. Namun, dalam play to win, tidak harus selalu menang, berikan juga kesempatan kepada orang lain.