Mendidik Siswa sebagai Aset Masa Depan Bangsa
Siswa merupakan aset masa depan yang kelak menentukan kemajuan bangsa. Guru mempunyai peran krusial dalam mendidik mereka dengan beragam kompetensi dan menempa karakter siswa.
JAKARTA, KOMPAS — Tantangan pendidikan dasar semakin kompleks sehingga menuntut peran guru menguasai berbagai kompetensi pembelajaran. Kecakapan guru sangat krusial dalam mendidik siswa sebagai aset masa depan bangsa.
Kompetensi itu perlu disesuaikan dengan karakteristik siswa tingkat dasar yang saat ini didominasi oleh generasi Alpha. Generasi ini sangat aktif menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Koordinator Kelompok Kerja Transformasi Pembelajaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nita Isaeni mengatakan, kompetensi abad ke-21 lebih memfokuskan proses pendidikan pada kecakapan hidup dan karier, kecakapan belajar dan inovasi, serta kecakapan media dan TIK. Hal ini menjadi salah satu tantangan guru masa depan dalam memaksimalkan bonus demografi pada 2045. Momen tersebut adalah saat mayoritas penduduk Indonesia berusia produktif.
”Mendidik anak adalah mendidik bangsa. Ini menunjukkan siswa merupakan aset masa depan yang kelak menjalankan roda pemerintahan dan menentukan nasib bangsa,” ujarnya dalam diskusi daring Profil Guru Sekolah Dasar Masa Depan, Selasa (15/11/2022).
Baca juga: Perkuat Pendidikan Karakter Menyongsong Indonesia Emas 2045
Oleh sebab itu, kompetensi dasar siswa, seperti literasi, numerasi, dan sains mutlak diperlukan. Kemampuan non-akademik, seperti pendidikan karakter, juga mesti dikembangkan dalam proses pembelajaran.
Upaya memenuhi kompetensi dasar tersebut menjadi salah satu tantangan terbesar pendidik di Indonesia. Hasil survei Program for International Student Assessment (PISA) 2018 menunjukkan potret kompetensi siswa di Tanah Air yang memprihatinkan.
Dalam kemampuan membaca, Indonesia menempati peringkat ke-72 dari 77 negara. Sementara dalam numerasi berada di urutan ke-72 dari 78 negara. Adapun di bidang sains pada peringkat ke-70 dari 78 negara.
”Tampak dari hasil PISA Indonesia menjadi salah satu negara dengan peringkat yang kurang baik atau rendah,” katanya.
Nita menyebutkan, untuk hasil non-akademik berdasarkan survei itu, 41 persen siswa Indonesia dilaporkan mengalami perundungan beberapa kali dalam sebulan. Selain itu, hanya 29 persen siswa setuju jika kepandaian adalah sesuatu yang bisa berubah banyak.
”Kami mengimbau guru untuk berusaha bersama-sama meningkatkan peringkat PISA ini. Mudah-mudahan melalui profil (guru masa depan) ini guru mendapatkan inspirasi dalam mengoptimalkan pembelajaran,” ucapnya.
Nita menuturkan, profil guru masa depan dibuat berdasarkan kajian filosofis, yuridis, dan teoretis. Secara filosofis, guru berperan menuntun kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Dalam landasan yuridis, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen.
”Kita menginginkan pelajar masa depan memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,” ujarnya.
Peran guru SD (sekolah dasar) sangat penting untuk membangun fondasi kompetensi siswa dalam menjalani jenjang pendidikan berikutnya. Peran lainnya adalah mengawal transisi siswa dari tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) ke pendidikan dasar.
Triska Fauziah Resmiati, salah satu penulis buku Profil Guru Sekolah Dasar yang juga guru SD Negeri 164 Karangpawulang, Kota Bandung, Jawa Barat, mengatakan, guru perlu mengenali ciri pendidikan masa depan. Ciri-ciri itu di antaranya pembelajaran yang diarahkan siswa sendiri, multi sumber belajar, berbasis TIK, adaptif, dan membangun cara pandang. Hal ini sudah dialami saat pandemi Covid-19 dalam 2,5 tahun terakhir.
Baca juga: Kontribusi Guru Berbagi Referensi Pembelajaran
”Saat pandemi, siswa lebih banyak belajar di rumah tanpa gurunya. Meskipun tidak semuanya siap, mau tidak mau, anak harus bisa mengarahkan dirinya sendiri dalam pembelajaran,” katanya.
Kecakapan literasi
Menurut Triska, Revolusi Industri 4.0 mengharuskan siswa memiliki kecakapan literasi berbasis TIK. Jadi, guru pun dituntut memahami bentuk literasi digital yang diajarkan.
”Guru harus menjadi fasilitator untuk memproduksi dan mengomunikasikan informasi. Kemudian juga bisa mengonstruksi pengetahuan serta menyaring dan mengelola informasi,” ucapnya.
Triska menyebutkan, siswa sekolah dasar saat ini akan berhadapan dengan beberapa jenis pekerjaan yang belum ada sekarang. Ia mencontohkan pesatnya kemajuan teknologi internet saat ini sehingga membuka jenis pekerjaan baru, seperti kreator konten.
”Kalau hanya transfer pengetahuan, guru akan ditinggalkan karena Google lebih banyak tahu. Namun, ada yang membuat guru tidak bisa digantikan oleh apa pun, yaitu mengajarkan nilai-nilai,” ucapnya.
Indikator kecakapan literasi guru lainnya adalah menciptakan kesadaran siswa dan membangun jejaring dengan memanfaatkan teknologi dan internet. Selain itu, mendidik anak berpikir kritis saat menerima informasi sehingga tidak langsung memercayainya, tetapi menyaring dan menguji kebenarannya.
Triska menambahkan, untuk mengoptimalkan pembelajaran, guru wajib memahami beragam karakter siswa SD, di antaranya senang bermain, bergerak, bernyanyi, berimajinasi, dipuji, dan diberi hadiah. Karakter lainnya suka beraktivitas dalam kelompok, berpikir konkret, dan kontrol diri yang masih rendah.
”Berdasarkan karakteristik dan sejumlah tantangannya, diharapkan profil guru sekolah dasar masa depan itu ceria, adaptif, kreatif, sabar, dan penyayang,” katanya.
Transisi
Direktur Guru Pendidikan Dasar Kemendikbudristek Rachmadi Widdiharto mengatakan, peran guru SD sangat penting untuk membangun fondasi kompetensi siswa dalam menjalani jenjang pendidikan berikutnya. Peran lainnya adalah mengawal transisi siswa dari tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) ke pendidikan dasar.
Baca juga: ”Menjinakkan” Sains lewat Film dan Permainan
”Transisi dari masa-masa dominan bermain untuk mulai mengenalkan tentang kecakapan hidup, keterampilan dasar literasi, numerasi, dan membangun karakter,” ujarnya.
Menurut Rachmadi, pembelajaran masa depan akan semakin mengandalkan TIK. Dengan pendidikan yang merdeka, sumber-sumber pembelajaran juga semakin bervariasi sehingga tidak hanya tergantung di lingkungan sekolah.
Oleh karena itu, guru diminta memandang masa depan siswa lebih utuh. Sebab, kompetensi yang dibutuhkan di masa mendatang sangat mungkin belum digeluti saat ini.
”Kemerdekaan belajar itu tidak hanya masalah intelektual, tetapi lebih banyak membangun karakter siswa dengan menanamkan nilai-nilai atau etika,” ucapnya.