Berbagai rumusan, hafalan, dan eksperimen sering dianggap teror dalam memahami sains. Lewat film dan permainan, siswa diajak ”menjinakkan” sains dengan cara belajar yang menyenangkan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
Sains kerap dianggap sulit dipelajari. Berbagai rumusan, hafalan, dan eksperimen menjadi teror dalam memahaminya. Tak heran banyak siswa kurang menyukainya.
Ratusan pelajar yang berkumpul di Goethe-Institut, Jakarta, mendadak riuh, Selasa (18/10/2022). Mereka antusias menyambut ajakan fasilitator Science Film Festival 2022 yang meminta empat siswa berpartisipasi dalam eksperimen sains ”Kaleng Bergerak”.
Lebih dari 40 siswa mengacungkan tangan sebagai tanda bersedia terlibat. Tingginya minat itu membuat fasilitator menambah kuota peserta eksperimen sains. Tujuh siswa dipilih dan dibagi dalam tiga kelompok.
Setiap kelompok menghadap meja. Di atasnya tersedia kaleng kosong minuman ringan dan balon. Peserta ditantang untuk menggerakkan atau menggelindingkan kaleng, tetapi tanpa menyentuhnya. Syarat lainnya, kaleng tidak boleh digerakkan dengan embusan.
Berbagai cara dicoba untuk melakukan eksperimen itu. Mayoritas peserta meniup balon yang disediakan. Tetapi ada juga yang menarik taplak sehingga membuat kaleng bergerak dan jatuh dari meja.
Hal ini pun mengundang tawa dari siswa lainnya. Di tengah keriuhan tawa itu, seorang peserta, Valentino Goksir Kaire Sidebang (16), menggesekkan balon yang telah ditiup ke rambutnya.
Sekitar 20 detik berselang, ia mendekatkan balon itu ke kaleng. Dengan perlahan, balon ditarik dan kaleng pun menggelinding mengikuti.
Aksi siswa kelas XI SMA Negeri M H Thamrin, Jakarta, itu disambut tepuk tangan ratusan siswa. Peserta eksperimen lain juga mengikuti cara tersebut dan berhasil menggerakkan kaleng.
Valentino menjelaskan secara sederhana bagaimana cara yang dicobanya bisa bekerja. ”Saat digesekkan, muatan negatif pada rambut berpindah ke balon. Ketika didekatkan dengan kaleng yang bermuatan positif, kedua benda akan tarik-menarik dan membuat kaleng bergerak,” ujarnya.
Ia menuturkan, dalam pelajaran fisika, uji coba itu disebut sebagai listrik statis. Listrik statis merupakan kumpulan muatan listrik dalam jumlah tetap atau keseimbangan muatan listrik di satu benda. Pelepasan muatan dapat terjadi saat dua benda digesekkan.
Melalui festival film itu, diharapkan semakin banyak generasi muda yang tertarik berkarier di bidang sains. Oleh karena itu, penting mengubah pendekatan agar belajar sains menjadi menyenangkan, salah satunya lewat film dan permainan.
Valentino mengaku belum pernah mengikuti eksperimen ”Kaleng Bergerak” itu sebelumnya. Namun, ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, ia dan beberapa temannya pernah mencoba menggosokkan penggaris plastik ke rambut untuk didekatkan ke potongan tisu dan kertas. Hasilnya, tisu dan kertas tersebut terangkat dan menempel ke penggaris.
”Saya teringat sama permainan itu. Cara kerjanya kan sama, perpindahan elektron (muatan negatif). Setelah dicoba, ternyata berhasil meskipun benda yang ditarik lebih besar,” katanya.
Sebelum bermain eksperimen sains itu, para siswa diajak menonton film dari Jerman berjudul Nine-and-a-half-Your Reporters: Unimaginable!-What Thoughts Can Move. Film berdurasi 10 menit ini disutradarai Sarah Schultes.
Dalam film tersebut, seorang perempuan reporter bernama Jana mengajak penonton bertemu dengan ilmuwan pencipta alat yang digerakkan dengan kekuatan pikiran. Jana juga menemui Philip, pengguna lengan prostetik yang bisa dikendalikan dengan pikiran.
Lengan prostetik dapat digunakan oleh orang yang kehilangan lengan akibat amputasi. Dengan inovasi teknologi electroencephalography, memungkinkan gelombang otak untuk menggerakkan lengan prostetik sesuai keinginan penggunanya.
”Penjelasan sains seperti ini lebih mudah dipahami lewat menonton film,” ujar Titian (16), siswa SMA Santa Ursula, Jakarta.
17 film dari 10 negara
Eksperimen sains dan film lainnya akan mengisi Science Film Festival 2022 yang berlangsung secara hibrida di 55 kabupaten/kota pada 18 Oktober sampai 30 November 2022. Terdapat 17 film pendek dari 10 negara, yaitu Afrika Selatan, Austria, Belgia, Chile, Haiti, India, Indonesia, Jerman, Spanyol, dan Thailand. Festival tahun ini bertema ”Kesempatan yang Setara di Dunia Sains”.
Pemutaran film dan eksperimen sains dilakukan secara luring di sekolah dan pusat sains di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Bandung (Jawa Barat), Sidoarjo (Jawa Timur), Medan (Sumatera Utara), Yogyakarta, dan Pontianak (Kalimantan Barat).
Sementara pemutaran film secara daring di antaranya di Aceh; Bintuni dan Fakfak (Papua Barat); Bombana (Sulawesi Tenggara); Denpasar (Bali); Flores Timur, Kupang, Maumere, Tambolaka, Waikabubak, dan Waingapu (Nusa Tenggara Timur); Humbang Hasundutan (Sumut); Makassar (Sulawesi Selatan); dan Jayapura (Papua).
Direktur Regional Goethe-Institut untuk Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru Stefan Dreyer berharap, melalui festival film itu, semakin banyak generasi muda yang tertarik berkarier di bidang sains. Oleh karenanya, penting mengubah pendekatan agar belajar sains menjadi menyenangkan, salah satunya lewat film dan permainan.
”Terkadang sains dianggap membosankan dan sulit. Lewat film, sains menjadi lebih menarik bagi anak muda. Pesan ini harus terus digemakan,” katanya.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid mengatakan, belajar sains melalui film dan permainan menjadi salah satu upaya menumbuhkan perangai ilmiah di tengah masyarakat. Dengan demikian, metodenya perlu dibuat menarik sehingga disukai siswa.
”Banyak film dalam festival ini yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, seperti berhubungan dengan sampah dan anomali cuaca. Misalnya, petani gagal panen akibat perubahan iklim. Lewat film, siswa bisa mempelajarinya secara sains,” jelasnya.
Pemahaman sains sangat penting untuk meningkatkan kompetensi siswa. Namun, tak sedikit yang menganggapnya sulit karena metode pembelajaran dianggap kurang menarik. Lewat film dan permainan, siswa diajak mengikis stigma rumit mempelajari sains.