Tiga Hari Berturut-turut Tidak Ada Laporan Baru Gangguan Ginjal Akut
Kasus baru gangguan ginjal akut progresif atipikal dilaporkan telah menurun, juga kasus kematian yang diakibatkannya. Penurunan ini terjadi setelah adanya larangan penggunaan obat cair atau sirop.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Perawat berada di dalam ruang periksa poliklinik spesialis nefrologi di Pusat Kesehatan Ibu dan Anak (PKIA) Kiara RSUP Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Jumat (21/10/2022). Ruah sakit ini merawat 11 anak penderita gangguan ginjal akut. RSCM menjadi rumah sakit rujukan bagi penanganan anak yang menderita gangguan ginjal akut. Saat ini hanya ada 14 rumah sakit rujukan dialisis anak.
JAKARTA, KOMPAS — Kasus baru gangguan ginjal akut progresif atipikal dilaporkan mengalami tren penurunan. Bahkan, dalam tiga hari terakhir, tidak ada kasus baru yang dilaporkan. Meski begitu, masyarakat diminta tetap waspada terhadap tanda dan gejala yang dialami oleh anak yang terkait dengan penyakit tersebut.
Juru bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, di Jakarta, Senin (7/11/2022), mengatakan, tren kasus gangguan ginjal akut pada anak dalam satu minggu terakhir menunjukkan adanya penurunan. Kondisi ini terjadi setelah adanya larangan penggunaan obat sirop ataupun cair dari Kementerian Kesehatan yang dikeluarkan pada 18 Oktober 2022.
”Pada 6 November, bahkan selama tiga hari berturut-turut, ini angka penambahan kasus nol atau tidak ada kasus baru. Itu juga pada kematian juga nol kasus. Ini baik pada kasus baru maupun kasus yang lama tidak ada penambahan,” katanya.
Syahril memaparkan, kasus gangguan ginjal akut pada anak dilaporkan mulai mengalami peningkatan pada akhir Agustus 2022. Jumlah itu terus meningkat hingga akhir Oktober 2022. Namun, setelah adanya larangan penggunaan obat sirop ataupun cair dari Kementerian Kesehatan, laporan kasus gangguan ginjal akut mulai mengalami penurunan.
Pada 6 November, bahkan selama tiga hari berturut-turut, ini angka penambahan kasus nol atau tidak ada kasus baru. Itu juga pada kematian juga nol kasus.
Hingga saat ini, penelitian secara komprehensif masih dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti dari gangguan ginjal akut yang dialami oleh sebagian anak di Indonesia. Namun, dugaan terkuat saat ini menunjukkan, faktor terbesar penyebab gangguan ginjal akut adalah dari intoksikasi atau keracunan dari zat berbahaya etilen glikol dan dietilen glikol yang terdapat pada obat sirop atau cair. Hal itu didasarkan pada pengujian darah dan urine serta pemeriksaan biopsi ginjal dari pasien.
Syahril mengutarakan, kasus kematian akibat gangguan ginjal akut juga dilaporkan mengalami penurunan setelah obat penawar atau antidotum berupa Fomepizole diberikan kepada pasien. Distribusi Fomepizole kini sudah diperluas ke rumah sakit-rumah sakit yang menangani pasien gangguan ginjal akut.
Obat penawar
”Obat antidotum Fomepizole injeksi didatangkan dari berbagai negara yang sebagian besar didapatkan dari hibah. Obat ini didatangkan dari Singapura, Australia, Kanada, dan Jepang dengan total 246 vial. Sebanyak 200 vial sudah didistribusikan ke 41 rumah sakit di 34 provinsi di Indonesia,” tuturnya.
Kementerian Kesehatan per 6 November 2022 mencatat, total kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal yang dilaporkan mencapai 324 kasus. Dari jumlah itu tercatat ada 194 pasien meninggal, 104 sembuh, dan 28 orang masih dalam perawatan.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito dalam siaran pers menyampaikan, investigasi lebih lanjut terkait temuan sirop obat yang menggunakan bahan baku pelarut propilen glikol dan produk jadi etilen glikol (EG) yang melebihi ambang batas telah dilakukan. Dari investigasi tersebut telah ditetapkan pencabutan sertifikasi cara pembuatan obat yang baik (CPOB) atas izin edar sirop obat untuk tiga industri farmasi, yakni PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Farma.
”POM melakukan tindakan tegas dan mengumumkan tiga industri farmasi, yaitu PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Farma didapati menggunakan bahan baku pelarut propilen glikol dan produk jadi mengandung cemaran EG yang melebihi ambang batas aman,” kata Penny.
FAKHRI FADLURROHMAN
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Penny K Lukito menunjukan sejumlah obat sirop yang tidak memenuhi syarat di Kawasan PT Yarindo Farmatama, Serang, Banten, Senin (31/10/2022).
Atas keputusan tersebut, BPOM pun meminta ketiga industri farmasi tersebut untuk menghentikan kegiatan produksi sirop obat, mengembalikan surat persetujuan izin edar semua sirop obat, menarik dan memastikan semua sirop obat ditarik dari peredaran, memusnahkan semua persediaan sirop obat, serta melaporkan pelaksanaan perintah penghentian produksi, penarikan, dan pemusnahan sirop obat kepada BPOM.
Penny menegaskan, BPOM masih terus melakukan investigasi dan intensifikasi pengawasan melalui inspeksi, sampling, pengujian, dan pemeriksaan produk obat dan industri farmasi terkait dengan sirop obat yang menggunakan bahan baku pelarut propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, ataupun gliserin dan gliserol. Investigasi juga dilakukan pada produk jadi yang mengandung cemaran EG dan DEG yang melebihi ambang batas aman.
”BPOM akan terus memperbarui informasi terkait dengan hasil pengawasan terhadap sirop obat berdasarkan data terbaru hasil investigasi dan intensifikasi pengawasan tersebut,” kata Penny.