Penggunaan Antidotum Gangguan Ginjal Indikasikan Perbaikan
Penggunaan fomepizole sebagai antidotum sejauh ini mengindikasikan adanya perbaikan pada fungsi ginjal pasien gangguan ginjal akut. Obat ini juga membuat kasus gangguan ginjal akut baru dan kematian menurun signifikan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga 1 November 2022, kejadian gangguan ginjal akut mencapai 325 kasus dengan 178 orang meninggal. Sebagai upaya tindak lanjut, Kementerian Kesehatan telah menyediakan fomepizole sebagai antidotum dan penggunaan sejauh ini mengindikasikan ada perbaikan pada fungsi ginjal pasien.
Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/11/2022). Kegiatan ini sekaligus dilakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), gabungan perusahaan farmasi Indonesia, serta International Pharmaceutical Manufactures Group (IPMG).
Budi menyampaikan, terdapat konsentrasi kasus gangguan ginjal akut di beberapa provinisi tertentu, terutama di daerah Sumatera Utara, Jawa bagian barat dan timur, serta Sulawesi Selatan. Sementara provinsi dengan kasus gangguan ginjal akut tertinggi, antara lain, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Aceh, Sumatera Barat, dan Bali.
BPOM mengusulkan untuk melakukan perubahan skema importasi PG dan PEG menjadi lartas dengan pemasukan melalui surat keterangan impor (SKI) BPOM.
”Angka kasus meninggal sekitar 54 persen dan sudah menurun dari kondisi sebelumnya yang mencapai hampir 60 persen. Kasus gagal ginjal akut ini sudah ada sebelumnya, tetapi sekarang ada lonjakan pertama kali di bulan Agustus setelah dilakukan standar pelaporan sehingga mulai direspons pada bulan September,” tuturnya.
Salah satu langkah cepat yang dilakukan Kemenkes dalam merespons peningkatan kasus ini adalah dengan melarang peredaran obat sirop yang tercemar etilen glikol(EG) dan dietilen glikol (DEG). Pelarangan peredaran obat ini disebut Budi cukup berdampak terhadap rata-rata penurunan kasus yang signifikan dari 6-7 per hari menjadi 3-2 per hari.
Selain itu, Kemenkes juga terus meningkatkan penyediaan fomepizole sebagai antidotum atau penawar racun. Intervensi fomepizole dan etanol mampu mencegah metabolisme etilen glikol menjadi metabolit asam toksik yang dapat merusak ginjal.
Sejumlah fomepizole didatangkan langsung dari beberapa negara seperti Singapura, Australia, Jepang, dan Kanada melalui skema pembelian maupun donasi. Sampai 1 November 2022, telah terdistribusi 146 vial fomepizole di 17 rumah sakit yang menangani pasien gangguan ginjal akut sekaligus diberikan tata laksana penanganan.
Menurut Budi, penggunaan fomepizole sejauh ini mengindikasikan adanya perbaikan pada fungsi ginjal pasien gangguan ginjal akut. Hal ini diketahui setelah Kemenkes melakukan riset klinis cepat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, pada minggu kedua Oktober dengan hasil kesembuhan pasien mencapai hampir 90 persen.
”Sejak kami melakukan tindakan bersama BPOM melarang beredarnya obat sirop dan mendatangkan fomepizole, terjadi penurunan kasus baru yang sangat drastis. Terjadi penurunan kematian juga secara drastis setelah penggunaan fomepizole,” ucapnya.
Budi memastikan bahwa Kemenkes terus berkoordinasi dengan BPOM agar penyelidikan kasus ini dilanjutkan hingga tuntas karena risiko terbesarnya berasal dari obat atau makanan. Pemberian izin konsumsi obat-obatan yang dinyatakan aman juga dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan laboratorium BPOM.
Skema importasi
Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito mengakuiterdapat celah yang dimanfaatkan sejumlah pihak dalam membuat obat sirop yang mengandung pelarut propilen glikol (PG) maupun polietilena glikol (PEG). Obat yang mengandung senyawa ini masuk tidak melalui pengawasan BPOM, melainkan Kementerian Perdagangan yang tidak memiliki aturan pelarangan dan pembatasan (lartas).
”Masuknya obat ini tidak melalui surat keterangan impor dari BPOM. Artinya, BPOM tidak bisa melakukan pengawasan terkait mutu dan keamanannya ketika memasuki Indonesia. Ini sudah dilaporkan ke Presiden dan sudah ada tindak lanjut dari lintas sektor,” katanya.
Guna menyikapi hal ini, BPOM mengusulkan untuk melakukan perubahan skema importasi PG dan PEG menjadi lartas dengan pemasukan melalui surat keterangan impor (SKI) BPOM. Perubahan skema ini bertujuan agar BPOM dapat mengawal pemasukan bahan baku maupun bahan tambahan sesuai standar farmasi.
”BPOM juga akan memastikan bahwa industri farmasi bertanggung jawab dalam pemenuhan mutu, khasiat, dan keamaan produknya. Efek jera juga perlu ditingkatkan di bidang kejahatan obat dan makanan,” ungkapnya.
Ketua IDAI Piprim Basarah Yanuarso menekankan bahwa bagi IDAI dan semua orang, nyawa satu anak sangat berharga. IDAI meminta ada tuntutan hukum yang seadil-adilnya bila terbukti ada pelanggaran pidana berat karena kasus ini telah membuat ratusan anak-anak meninggal dan menjadi kejahatan kemanusiaan.