Masyarakat Diminta Tetap Hati-hati Memilih Obat Sirop
Penyelidikan masih berkembang terkait obat-obatan dengan kandungan cemaran etilen gikol dan dietilen glikol. Untuk itu, masyarakat diminta tetap waspada dalam memilih obat-obatan, terutama dalam sediaan sirop.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejak pemerintah menghentikan sementara penggunaan obat sediaan cair atau sirop, penambahan kasus harian pada kasus gangguan ginjal akut mulai menurun. Namun, kasus baru serta kasus kematian masih dilaporkan.
Meski penyebab pasti dari gangguan ginjal akut belum dipastikan, masyarakat diharapkan tetap waspada dan selektif menggunakan obat untuk anak, terutama obat sirop atau cair.
Kementerian Kesehatan per 31 Oktober 2022 melaporkan total kasus kumulatif gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak berjumlah 304 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 159 kasus. Jumlah itu meningkat dari laporan sebelumnya per 26 Oktober 2022 dengan tambahan kasus 35 kasus baru dan kasus kematian sebanyak 2 kasus kematian.
”Sejak kita umumkan larangan penggunaan atau pemakaian obat sirop atau cair pada 18 Oktober 2022 sampai selesainya penelitian atau penyelidikan, sejak saat itu penambahan kasus tidak terlalu banyak,” ujar juru bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril, dalam konferensi pers, di Jakarta, Selasa (1/11/2022).
Selanjutnya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun telah merilis obat-obatan yang aman dipakai. Setidaknya sudah ada 198 daftar obat yang dinilai aman digunakan sesuai dengan penemuan atau rekomendasi dari BPOM.
”Surat edaran kepada seluruh fasilitas kesehatan, termasuk dokter dan apotek, ada 198 obat-obat yang aman digunakan sesuai dengan penemuan atau rekomendasi dari Badan POM,” ungkapnya.
Syahril menuturkan, pemerintah telah mendistribusikan fomepizole yang merupakan antidotum atau obat penawar bagi pasien gangguan ginjal akut. Saat ini total terdapat 246 vial fomepizole yang tersedia dengan 146 vial telah didistribusikan ke 17 rumah sakit dan 100 vial masih di instalasi farmasi pusat.
Sebelumnya, Kepala BPOM Penny K Lukito dalam konferensi pers pada 31 Oktober 2022 menuturkan, terdapat tiga industri farmasi yang menggunakan bahan baku pelarut propilen glikol yang mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas. Industri tersebut adalah PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Farma.
Produk yang melebih ambang batas aman dari industri itu meliputi Flurin DMP Sirup dari PT Yarindo Farmatama, Unibebi Cough Syrup, Unibebi Demam Syrup, dan Unibebi Demam Drops produksi PT Universal Pharmaceutical Industries, serta Paracetamol Drops, Paracetamol Sirup Rasa Peppermint, dan Vipcol Sirup produksi PT Afi Farma.
Temuan pada produk dari PT Afi Farma berdasarkan perluasan sampling dan pengujian terhadap produk sirop obat yang berpotensi tercemar EG dan DEG yang melebihi ambang batas.
Akan tetapi, temuan tersebut menimbulkan kekhawatiran di masyarakat. Sebab, produk paracetamol sirup dan paracetamol drops dengan pemilik izin edar Afi Farma masuk dalam produk yang sudah dilakukan pengujian dengan hasil aman digunakan. Hal itu sesuai dengan informasi kelima dari penjelasan BPOM pada 23 Oktober 2022.
Obat sirop
Terkait hal tersebut, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menuturkan, masyarakat diharapkan untuk tetap berhati-hati memilih produk obat yang akan diberikan pada anak, terutama produk obat sirop atau cair. Penggunaan obat harus sesuai daftar terbaru yang disampaikan pejabat berwenang.
”Lebih baik tidak pakai sirop dulu sampai benar-benar clear (jelas) semua, sampai semua dinyatakan aman secara permanen,” tuturnya.
Jika anak mengalami demam, bisa menggunakan alternatif dengan parasetamol tablet atau parasetamol suppositoria. Orangtua pun diharapkan lebih memperhatikan tanda bahaya pada anak yang menunjukkan gejala gangguan ginjal akut.
Adapun tanda bahaya itu meliputi antara lain berkurangnya jumlah urine atau tidak ada urine. Biasanya, gejala itu muncul didahului dengan kondisi demam, diare, muntah, batuk, ataupun pilek.
Lebih baik tidak pakai sirop dulu sampai benar-benar clear semua sampai semua dinyatakan aman secara permanen. (Piprim B Yanuarso)
Fasilitas kesehatan
Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPDCI) Tony Richard Samosir mengatakan, peningkatan sarana fasilitas kesehatan ginjal, khususnya untuk anak, harus segera dilakukan agar penanganan anak dengan gangguan ginjal akut bisa lebih maksimal.
Tingginya kasus kematian pada gangguan ini dapat terjadi karena jumlah layanan dialisis (cuci darah) serta keberadaan dokter spesialis nefrologi anak terbatas. Pada kasus gangguan ginjal akut, hampir semua pasien anak membutuhkan layanan dialisis.
”Dari data kami, rumah sakit yang memiliki layanan poli nefrologi anak hanya RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, RS Fatmawati, RSAB Harapan Kita, RSUP (RS Umum Pusat) Dr Sardjito, dan RS Saiful Anwar,” ucapnya. Hal itu berarti yang memiliki kompetensi menangani gangguan ginjal pada anak masih terbatas.
Sementara merujuk pada Surat Edaran Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor 3461/2022, ada 14 rumah sakit rujukan gangguan ginjal akut yang ditetapkan pemerintah. Rumah sakit tersebut, antara lain, RSUD (RS Umum Daerah) Dr Soetomo, Surabaya; RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta; RSUP Prof Ngoerah, Denpasar; serta RSUP Dr Mohammad Hoesin, Palembang.