Rujuk Cepat Anak dengan Gejala Gangguan Ginjal Akut
Deteksi dini dan perawatan yang cepat perlu dilakukan pada anak dengan gangguan ginjal akut progresif atipikal. Penyakit tersebut memiliki progresivitas yang cepat sehingga rujukan perlu dilakukan segera.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian besar anak dengan dugaan gangguan ginjal akut progresif atipikal yang dirujuk ke rumah sakit sudah dalam kondisi buruk. Penanganan pun menjadi sulit dan tingkat fatalitas menjadi lebih tinggi. Orangtua dan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama perlu segera merujuk ke fasilitas kesehatan dengan layanan subspesialistik jika gejala perburukan mulai muncul.
Direktur Utama RS Umum Pusat Nasional (RSUP) Dr Cipto Mangunkusumo Lies Dina Liastuti di Jakarta, Kamis (20/10/2022), mengatakan, semua pasien anak yang masuk dengan dugaan gangguan ginjal akut dalam kondisi sudah tidak buang air kecil atau tidak mengeluarkan urine. Pada kondisi ini, fungsi ginjal sudah terganggu sehingga perlu dilakukan dialisis (cuci darah).
”Semua pasien yang datang sudah (kondisi) lanjut. Mereka semua dalam kondisi tidak ada kencing. Ini artinya sudah sulit (diobati). Untuk itu perlu rujuk cepat ke rumah sakit rujukan yang sudah ditunjuk,” katanya.
Lies mengatakan, menangani anak dengan gagal ginjal akut membutuhkan rumah sakit dengan kelengkapan alat dan dokter. Sementara jumlah layanan yang bisa menangani anak dengan gagal ginjal akut masih terbatas. Kecepatan dalam rujukan ini juga penting karena gangguan ginjal akut yang terjadi saat ini memiliki tingkat progresivitas cepat sehingga dampak perburukannya cepat.
Saat ini, sesuai Surat Edaran Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Nomor 3461 Tahun 2022 menyebutkan hanya ada 14 rumah sakit rujukan dialisis anak. Itu meliputi, antara lain, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSUP Soetomo Surabaya, RSUP Kariadi Semarang, RSUP Adam Malik Medan, RSUD Zainoel Abidin Aceh, RSUP M Djamil Padang, dan RSUP Kandou Manado.
Dokter spesialis anak konsultan nefrologi yang juga Sekretaris Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Eka Laksmi Hidayati menyampaikan, umumnya pasien dengan gangguan ginjal akut didahului dengan gejala infeksi ringan, seperti demam, batuk, pilek, muntah, ataupun diare. Dalam dua sampai lima hari kemudian, anak tersebut mengalami penurunan jumlah urine sampai tidak ada sama sekali urine.
”Jika sudah ada penurunan urine sebaiknya langsung dibawa ke rumah sakit. Setelah itu bisa segera dilakukan pemeriksaan terkait parameter untuk mendiagnosis gagal ginjal, yakni ureum dan kreatinin,” tuturnya.
Sesuai dengan pedoman Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO), stadium satu pada gangguan ginjal terjadi apabila terjadi peningkatan kreatinin 1,5-1,9 kali dari batas dasar atau peningkatan kreatinin sebesar lebih dari 0,3 miligram per desiliter. Sementara stadium kedua terjadi jika peningkatan kreatinin terjadi 2-2,9 kali dari batas standar dan stadium ketiga meningkat tiga kali dari batas atau meningkat sampai 4 miligram per desiliter. Terapi dialisis sudah harus diberikan pada stadium ketiga.
Jika sudah ada penurunan urine sebaiknya langsung dibawa ke rumah sakit. Setelah itu bisa segera dilakukan pemeriksaan terkait parameter untuk mendiagnosis gagal ginjal, yakni ureum dan kreatinin. (Eka Laksmi Hidayati)
Data Kementerian Kesehatan per 20 Oktober 2022 menyebutkan, total kasus gangguan ginjal akut yang dilaporkan sebanyak 208 kasus yang tersebar di 20 provinsi. Dari jumlah itu, setidaknya terdapat 118 kematian atau 56,7 persen dari total kasus yg dilaporkan. Bahkan, di RS Cipto Mangunkusumo, tingkat kematiannya mencapai 63 persen.
Sejumlah daerah melaporkan adanya kasus gangguan ginjal akut pada anak, antara lain, di Kota Padang (Sumatera Barat), Kota Jambi (Jambi), Bandung (Jawa Barat), Malang (Jawa Timur), dan Yogyakarta (DI Yogyakarta). Dinas Kesehatan Sumbar melaporkan dari 22 kasus, 12 anak di antaranya meninggal. Separuh pasien gagal ginjal pada anak di RSUP M Djamil Padang punya riwayat terpapar Covid-19.
Kasus gagal ginjal akut progresif atipikal di Kota Malang ditemukan pada 9 anak, dalam kurun Agustus 2022-Oktober 2022. Di Kota Jambi, 11 anak menderita gagal ginjal akut, dua di antaranya meninggal setelah dirawat di RSUD Raden Mattaher Jambi.
Di DI Yogyakarta, salah satu korban meninggal adalah bayi berusia tujuh bulan berinisial ET dari Kabupaten Bantul. Ayah ET, Yusuf Maulana (44), menuturkan, kondisi kesehatan sang anak menurun cepat hingga meninggal. Selain demam, volume air kencing ET juga menurun, sering kejang, dan kesadaran turun. Pasien sempat dirawat di RS PKU Muhammadiyah Sleman lalu dirujuk ke RSUP Sardjito Yogyakarta.
Obat sirop
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, penyelidikan masih dilakukan untuk memastikan penyebab dan faktor risiko dari gangguan ginjal akut. Faktor risiko yang saat ini diduga menjadi penyebab kejadian itu meliputi, antara lain, adanya infeksi virus, infeksi dari bakteri leptospira penyebab leptospirosis, multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem pascacovid-19, dan adanya konsumsi obat cair atau sirop.
Sembari menunggu hasil penyelidikan dilakukan secara tuntas, Kementerian Kesehatan telah melakukan upaya konservatif dengan melarang sementara penggunaan obat-obatan dalam sediaan sirop atau cair. Itu untuk mencegah adanya paparan zat kimia berbahaya, yakni ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), ethylene glycol butyl ether (EGBE), yang diduga memicu terjadinya gangguan ginjal akut pada anak.
Larangan ini tetap berlaku sekalipun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah merilis sejumlah obat yang mengandung cemaran EG yang melebihi batas aman. Terdapat lima obat yang sudah dinyatakan mengandung cemaran EG yang melebihi ambang batas aman, yakni Termorex Sirup produksi PT Konimex, Flurin DMP Sirup produksi PT Yarindo Farmatama, sertaUnibebi Cough Sirup, Unibebi Demam Sirup, dan Unibebi Demam Drops yang ketiganya diproduksi oleh Universal Pharmaceutical Industries.
Kepala BPOM Penny K Lukito dalam siaran pers mengatakan, hasil uji cemaran EG tersebut belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan sirop obat memiliki keterkaitan dengan kejadian gangguan ginjal akut. Selain penggunaan obat, masih ada faktor risiko lain yang dicurigai sebagai penyebab penyakit tersebut.
”Terhadap hasil uji lima sirup obat dengan kandungan EG yang melebihi ambang batas aman, BPOM telah melakukan tindak lanjut dengan memerintahkan kepada industri farmasi pemilik izin edar untuk melakukan penarikan sirop obat dari peredaran di seluruh Indonesia dan pemusnahan untuk seluruh bets produk,” katanya.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, adanya temuan obat yang tercemar tersebut menandakan efektivitas pengawasan BPOM patut dipertanyakan. ”Dari sisi pengawasan prapasar boleh dibilang BPOM kecolongan. Selain itu, BPOM juga harus bergerak cepat untuk menunjukkan merek lain yang terkontaminasi. Jika memang ada 15 merek yang terkontaminasi, kenapa baru lima yang disebutkan,” ujarnya.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia Noffendri dalam keterangan resmi mengungkapkan, senyawa etilen glikol dan dietilen glikol tidak digunakan dalam formulasi obat, tetapi keberadaannya dimungkinkan dalam bentuk kontaminan pada bahan tambahan sediaan sirop. Adapun nilai toleransi yang ditentukan 0,1 persen pada gliserin dan propilen glikol, serta 0,25 persen pada polietilen glikol. Batas nilai toleransi tersebut tidak menimbulkan efek yang merugikan.
Lies menuturkan, masyarakat terlebih orangtua diharapkan tidak panik dalam penanggulangan gagal ginjal akut pada anak yang saat ini sedang terjadi. Terkait dengan konsumsi obat-obatan cair atau sirop yang kini dilarang, orangtua cukup melakukan observasi pada kondisi anak.
”Jika sudah telanjur minum obat sirop, sebaiknya lakukan observasi pada kondisi anak. Jika kondisinya baik-baik saja, artinya tidak masalah. Pastikan anak juga tetap banyak minum. Namun, jika mulai ada gejala, misalnya kencingnya berkurang harus segera bawa ke dokter,” tuturnya.