Menkes: Ketegangan Geopolitik Jangan Mengalahkan Substansi
Presidensi G20 Indonesia tetap berupaya memastikan adanya solusi konkret pada isu substansial terkait persoalan global di tengah ketegangan geopolitik yang terjadi saat ini. Itu termasuk solusi pada bidang kesehatan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketegangan geopolitik yang terjadi saat ini tidak bisa dielakkan dalam pertemuan G20 tahun ini. Hal itu termasuk pada pembahasan di bidang kesehatan. Meski begitu, Presidensi G20 Indonesia tetap berupaya agar pertemuan ini dapat menghasilkan aksi konkret yang bisa diakui dan diimplementasikan oleh negara-negara anggota G20.
”Realitasnnya dinamika geopolitik ini ada sehingga memang menjadi tantangan bagi Indonesia sebagai presidensi G20 tahun ini. Meski begitu, jangan sampai substansinya kalah dengan geopolitiknya,” kata Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin di sela-sela kunjungan ke Redaksi Harian Kompas di Jakarta, Jumat (4/11/2022).
Ia menuturkan, dinamika geopolitik yang terjadi juga turut berpengaruh pada hasil pertemuan terakhir tingkat menteri kesehatan yang menjadi rangkaian dari pertemuan G20. Pada termuan tersebut tidak dapat menghasilkan konsensus atau deklarasi bersama, tetapi berupa kesimpulan pimpinan sidang atau chair’s summary.
Realitasnnya dinamika geopolitik ini ada sehingga memang menjadi tantangan bagi Indonesia sebagai presidensi G20 tahun ini. Meski begitu, jangan sampai substansinya kalah dengan geopolitiknya.
Meski begitu, menurut Budi, tidak dihasilkannya konsensus bersama itu tidak berarti ada perbedaan pada isu-isu substansial. Negara-negara anggota G20 telah menyetujui substansi yang diusung pada presidensi G20 di bidang kesehatan.
”Menurut saya, apa pun format dokumen yang dihasilkan yang terpenting itu bisa di-acknowledge oleh negara-negara G20,” ucapnya.
Secara terpisah, juru bicara G20 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, saat dihubungi di Jakarta, Minggu (6/11/2022), menuturkan, setidaknya ada lima hasil konkret di bidang kesehatan yang diusulkan untuk dipertimbangkan dalam KTT Pemimpin G20 pada pertengahan November nanti. Pertama, pembentukan pendanaan pandemi. Pendanaan ini telah berhasil dibentuk dan direncanakan diresmikan dalam KTT Pemimpin G20. Komitmen terkini setidaknya telah terkumpul 1,4 miliar dollar AS dari 20 donor dan 3 filantropi.
Usulan kedua ialah memformalkan mekanisme penggunaan dana pandemi. Pada pandemi Covid-19, distribusi dana-dana yang tersedia di tingkat global belum merata. Itu tampak dari kesenjangan akses vaksin Covid-19. Mekanisme yang digunakan akan merujuk pada mekanisme akselerator akses peralatan untuk Covid-19 (ACT-A). Hal ini telah dikaji dan akan diteruskan dalam Presidensi G20 India tahun depan.
Pendanaan pandemi merupakan model pembiayaan yang diharapkan lebih efisien dan inklusif dalam pembiayaan pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi. Pendanaan ini dibentuk untuk menghilangkan kesenjangan antarnegara sehingga bisa diakses oleh setiap negara yang membutuhkan. Selama ini, kesenjangan dalam kesiapsiagaan pandemi terhitung sebesar 10,5 miliar dollar AS.
”Kami harap pendanaan ini bisa dibentuk pada akhir masa kepresidenan G20 Indonesia dan dapat dioperasikan di bawah struktur tata kelola dengan pengawasan yang ketat. Pendanaan ini akan bermanfaat untuk meningkatkan kapasitas global untuk pencegahan, persiapan, dan respons terhadap pandemi di masa yang akan datang,” ujar Nadia.
Sementara untuk usulan ketiga, interkonektivitas dari laboratorium sekuensing genom untuk memudahkan konektivitas laboratorium di antara negara G20 ketika pandemi berikutnya terjadi. Keempat, standardisasi dokumen perjalanan internasional secara digital. Standardisasi ini direncanakan menggunakan kode QR dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Lewat dokumen perjalanan internasional ini diharapkan jika terjadi pandemi di masa depan yang mengharuskan adanya lockdown, orang-orang yang membawa kebutuhan esensial, seperti makanan dan obat-obatan, tetap bisa bergerak.
Kelima, pembentukan jejaring penelitian dan manufaktur untuk vaksin, obat-obatan, dan alat diagnostik. Setidaknya tujuh negara yang berada di Selatan dunia telah sepakat untuk membentuk jejaring tersebut, yakni Afrika Selatan, Turki, Arab Saudi, Indonesia, Argentina, Brasil, dan India.
Nadia menuturkan, kelima usulan yang telah terdokumentasi dalam chair’s summary tersebut masih akan diperdalam melalui pertemuan G20 Joint Finance-Health Ministers Meeting sebelum KTT Pemimpin G20 berlangsung. ”Dalam pertemuan ini akan memperdalam lagi chair’s summary dan mendorong kontribusi negara lain, misalnya dalam pandemic fund,” ujarnya.