Komitmen Dana Perantara Keuangan untuk Pandemi Terkumpul 1,4 miliar Dollar AS
Dana hasil komitmen atas platform dana perantara keuangan telah terkumpul sebesar 1,4 miliar dollar AS. Sementara, mekanisme untuk pemanfaatan dana tersebut masih dibahas lebih lanjut.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
BADUNG, KOMPAS – Pembentukan dana perantara keuangan untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respon terhadap pandemi merupakan salah satu isu prioritas yang diusung dalam pertemuan tingkat menteri bidang kesehatan Presidensi G20 Indonesia. Setidaknya, dari hasil komitmen negara dan lembaga yang terlibat dalam mekanisme tersebut telah terkumpul 1,4 miliar dollar AS.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam acara pembukaan Pertemuan Kedua Tingkat Menteri Bidang Kesehatan dalam Presidensi G20 di Badung, Bali, Kamis (27/10/2022) mengatakan, pembentukan dana perantara keuangan untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respon pandemi (PPR FIF) merupakan salah satu hasil nyata yang telah dicapai atas kesepakatan negara-negara anggota G20. Konsep yang diprakarsai saat Presidensi G20 Arab Saudi dan Italia tersebut kini dapat dilanjutkan dan dibentuk dalam Presidensi G20 Indonesia.
“PPR FIF kini telah terbentuk dan memulai operasinya dengan total komitmen lebih dari 1,4 miliar dollar AS. Itu diperoleh dari 19 negara donor dan tiga filantropi,” katanya.
Budi menuturkan, setelah komitmen pendanaan itu terkumpul, pembahasan selanjutnya terkait dengan mekanisme dari penggunaannya. Dana perantara tersebut pada dasarnya akan digunakan untuk mempermudah dan memeratakan akses pada tindakan darurat kesehatan, seperti vaksin, obat, terapi, dan alat diagnostik.
Dengan begitu, diharapkan semua negara, tanpa memandang latar belakang ekonomi, dapat memiliki akses yang sama pada tindakan darurat kesehatan, terutama saat menghadapi situasi pandemi. Mekanisme penggunaan dana tersebut pun kini masih dibahas agar bisa diatur secara formal.
Selain pembentukan dana perantara keuangan serta mekanisme pemanfaatannya, Budi menyampaikan, isu lain yang juga menjadi prioritas pembahasan dalam pertemuan menteri kesehatan negara anggota G20 yaitu pembentukan jejaring laboratorium pengurutan genom secara global. Jejaring laboratorium ini dinilai penting sebagai tindakan peringatan dini bagi setiap negara dalam mengantisipasi adanya ancaman penularan penyakit.
“Jika ada virus atau patogen lain yang muncul di satu negara, kita bisa dengan cepat mengenali dari patogen tersebut. Dengan adanya jejaring dari informasi tersebut kita bisa lebih cepat merancang alat diagnostik, obat, ataupun vaksin untuk melawan patogen itu,” tuturnya.
Pemerataan distribusi penelitian dan pengembangan serta kapasitas manufaktur untuk penanggulangan darurat kesehatan juga menjadi isu prioritas lain yang dibahas. Peningkatan kapasitas ini harus merata tidak hanya di negara maju namun juga di negara berkembang di Bumi bagian Selatan.
Jika ada virus atau patogen lain yang muncul di satu negara, kita bisa dengan cepat mengenali dari patogen tersebut. Dengan adanya jejaring dari informasi tersebut kita bisa lebih cepat merancang alat diagnostik, obat, ataupun vaksin untuk melawan patogen itu. (Budi Gunadi Sadikin)
Menurut Budi, pemerataan distribusi penelitian dan manufaktur membutuhkan waktu yang tidak singkat. Untuk itu, pembahasannya pun cukup panjang. Isu ini mungkin tidak dapat disepakati dalam Presidensi G20 Indonesia. Namun, mengingat komitmen yang kuat dari negara-negara anggota, pembahasannya akan didorong untuk dilanjutkan pada presidensi G20 selanjutnya, yakni India.
Meski begitu, ia mengatakan, tujuh negara yang menjadi anggota G20 yang terletak di Bumi bagian Selatan yang tergolong lebih miskin dari negara maju di bagian Utara, telah bersepakat untuk mulai mengembangkan kapasitas penelitian dan manufaktur sistem kesehatan. Negara itu meliputi Afrika Selatan, Arab Saudi, India, Indonesia, Turki, Brazil, dan Argentina.
“Kami bertujuh sudah sepakat bahwa kami akan membangun jejaring sehingga kami dapat berbagi pengetahuan dalam hal penelitian dan pengembangan juga manufaktur,” katanya.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Rein Rondonuwu menambahkan, isu terkait harmonisasi kesehatan global melalui protokol kesehatan global semakin matang disiapkan. Seluruh negara anggota G20 telah sepakat untuk bisa membentuk sistem protokol kesehatan global. Sistem ini dibentuk untuk mempermudah mobilitas pelaku perjalanan untuk bergerak antarnegara sekalipun dalam kondisi pandemi.
“Setidaknya 20 negara anggota G20 sudah sepakat pembentukan sistem ini. Bahkan, pendekatan sudah dilakukan ke negara-negara lain, sehingga total sudah ada lebih dari 100 negara yang menyetujui. Ditargetkan protokol kesehatan global ini bisa diimplementasikan pada triwulan pertama 2023,” katanya.