Mengatasi Rasa Kehilangan
Kehilangan, terutama dari orang yang dicintai, menantang rasa bermakna kita dan menimbulkan kesedihan, penderitaan, dan rasa sakit yang signifikan.
James Langabeer (2022), profesor di bidang psikiatri dan peneliti perilaku terkemuka di Pusat Ilmu Kesehatan Universitas Texas mengatakan, kehilangan adalah proses menghilangnya sesuatu, seperti permainan, objek atau relasi. Kehilangan adalah kekalahan dari semangat, karena ketiadaan sesuatu merupakan hasil yang tidak menguntungkan dari suatu kompetisi atau keputusan, keadaan kekurangan sesuatu.
Kondisi psikis kehilangan
Langabeer secara khusus membahas tentang kehilangan terutama tentang keluarga dan teman. “Jika ada di antara Anda yang pernah harus menguburkan pasangan, anak atau orangtua, Anda pasti tahu persis (ini) jenis kehilangan terburuk yang kita hadapi sebagai manusia. Kehilangan signifikan seperti ini memengaruhi ingatan, pandangan, kognisi, dan relasi Anda di masa depan.”
Contoh lain, saya harus kehilangan salah satu teman masa kecil terbaik saya di usia yang sangat dini. Saya telah melalui rasa sakit karena perceraian. Saya telah mengalami kerugian secara langsung dari beberapa masalah. Banyak orang mengalaminya jauh lebih banyak dan berat, ada banyak bentuk kehilangan besar seperti hilangnya ambisi dan investasi, keguguran janin atau hilangnya karier Anda. Semua membutuhkan transisi dan transformasi.
Namun, kehilangan adalah kondisi di mana kita perlu menjadi lebih nyaman. Di masa-masa yang penuh tantangan dan stres ini, di mana segala sesuatunya tidak berjalan sesuai keinginan, kita benar-benar belajar bagaimana menjadi manusia dan membuat pilihan yang lebih baik untuk masa depan.
Mark Mason ( dalam https://markmanson.net/how-to-let-go, diakses 30 Maret 2021) mengatakan, dalam mengatasi kehilangan selalu melibatkan dinamika yang sama. Dalam setiap kasus, kehilangan pasangan, karier, anggota tubuh, dan lainnya, kita dipaksa untuk memperhitungkan fakta bahwa kita tidak akan pernah mengalami sesuatu atau seseorang lagi. Kita dipaksa untuk merasakan kekosongan internal dan menerima rasa sakit kita, dipaksa untuk menghadapi kata yang mengerikan, yaitu: "Tidak pernah."
"Tidak pernah" itu menyakitkan karena berarti tidak dapat diubah, padahal kita sering berpikir bahwa segala sesuatu dapat diubah. Kemungkinan berubah membuat kita merasa lebih baik. Orang acap mengatakan jika kita tidak menyukainya, keluar dan berubahlah. Padahal “tidak pernah” berarti sudah berakhir, hilang, selamanya, dan hal ini sangat sulit untuk ditanggung. Kita tidak akan pernah bisa menghidupkan orang yang sudah mati, tidak akan pernah bisa menekan 'reset' pada hubungan yang rusak, tidak akan pernah bisa memperbaiki masa muda yang terbuang atau mengulang kesalahan masa lalu.
Mark Mason menjelaskan bahwa respons yang tidak sehat terhadap kehilangan adalah menolak untuk mengakui bahwa bagian dari diri Anda telah mati dan hilang. Anda berpegang teguh pada masa lalu dan terus mencoba memulihkan kembali dengan cara tertentu. Orang-orang melakukan ini karena seluruh identitas dan harga diri mereka terbungkus dalam hubungan yang hilang itu. Mereka merasa tidak mampu atau tidak layak untuk mencintai dan menjalin hubungan yang bermakna dengan seseorang atau sesuatu yang lain di masa depan. Ironisnya, fakta bahwa banyak orang tidak mampu mencintai atau menghargai diri mereka sendiri hampir selalu menjadi alasan gagalnya relasi baru mereka.
Untuk menjadi individu yang sehat dan berfungsi, kita perlu merasa baik tentang diri kita sendiri. Untuk merasa baik tentang diri sendiri, kita perlu merasa bahwa waktu dan energi kita perlu dihabiskan dengan penuh arti. Makna adalah bahan bakar pikiran kita. Ketika kita kehabisan, segala sesuatu yang lain berhenti bekerja.
Respons yang sehat terhadap kehilangan adalah dengan perlahan tapi pasti membangun relasi baru dan membawa makna baru ke dalam hidup seseorang. Kita sering menyebut periode pasca-kehilangan ini sebagai "awal baru," atau "aku baru," dan ini, dalam arti harfiah, benar. Kita sedang membangun "Saya yang baru" dengan mengadopsi relasi baru untuk menggantikan yang lama.
Baca juga: Kesejahteraan Psikologis di Masa Sulit
Mengatasi
James Langabeer juga menjelaskan bahwa proses berduka membutuhkan kombinasi waktu, jarak, ingatan, dan pelepasan. Ini adalah periode kesedihan besar, sakit hati, kemarahan, ketakutan, dan ketidakpastian. Ia membagikan beberapa pemikiran agar kita dapat menentukan arah dan melanjutkan relasi.
Mengharapkan kehilangan. Jika kita mengharapkan kehilangan terjadi, kita akan berada dalam posisi yang lebih baik untuk menafsirkan dan mengasimilasinya. Kehilangan adalah normal, diharapkan dan bagian dari pengalaman manusia. Dengan mengingat bahwa kehilangan itu normal, diharapkan memberikan sedikit kenyamanan.
Tidak apa-apa untuk mengakui bahwa kita tidak baik-baik saja, namun pada saat yang sama, akui bahwa besok adalah hari yang baru.
Akui ketidaknyamanan. Ada ketidaknyamanan dan rasa sakit yang luar biasa dalam kehilangan. Kita dapat menyebutkannya, menggambarkannya dan memikirkannya. Yang penting di sini adalah memperhatikan atau mengakui dan ‘duduk’ dengan ketidaknyamanan maupun rasa sakit ini. Kita belum harus menerima atau memahaminya, tetapi mari kita perhatikan.
Terimalah bahwa kita tidak baik-baik saja. Kita dapat menyebutnya penerimaan, tetapi hal ini lebih tentang mengubah filosofi inti untuk menemukan kenyamanan di antara yang tidak nyaman. Tidak apa-apa untuk mengakui bahwa kita tidak baik-baik saja, namun pada saat yang sama, akui bahwa besok adalah hari yang baru.
Baca juga: Harga Diri
Ubah pola
Kehilangan memaksakan gangguan pada pola, sehingga ini adalah waktu yang tepat untuk mengubah kebiasaan dan praktik sehari-hari. Kita tidak harus melakukan sesuatu yang ekstrem tetapi cobalah sesuatu yang berbeda. Temui orang baru, bepergian, buat rencana olahraga, ubah diet/pola makan atau bekerja untuk menyambungkan kembali pengalaman kita. Kita tidak akan pernah melupakan kehilangan, begitu juga orang lain, namun dapat menemukan optimisme dan harapan di tempat-tempat baru.
Cari makna dalam kehilangan. Kita perlu percaya, bahwa ada alasan seseorang yang pernah berada dalam hidup kita harus berakhir. Tak ada kejadian yang kebetulan. Peran kita adalah untuk mencari makna tersebut, seperti yang diajarkan oleh Viktor Frankl, ahli mengenai Makna Hidup. Tidak ada orang lain yang dapat membantu menemukan makna itu kecuali kita sendiri. Komitmen untuk menemukan tujuan ke depan setelah kehilangan adalah salah satu misi utama kita.
Setelah kehilangan yang signifikan, kita tidak akan pernah sama lagi. Tapi kita bisa memperbarui, berkembang dan berubah.
Salam transformasi.