Panti asuhan menjadi tumpuan anak yatim piatu dan anak miskin. Karena itu, pengawasan pemerintah penting agar anak-anak panti asuhan mendapat perlindungan dari berbagai kekerasan.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR, SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Belum semua panti asuhan di Indonesia masuk dalam pendataan. Meski demikian, pemerintah berupaya memberi perhatian khusus kepada anak-anak panti asuhan atau lembaga kesejahteraan sosial anak. Selain menyalurkan bantuan sosial, pemerintah melakukan pengawasan dan menerbitkan sejumlah regulasi untuk melindungi anak-anak panti asuhan dari berbagai kekerasan.
Untuk memastikan anak aman di panti asuhan atau lembaga kesejahteraan sosial anak (LKSA), Kementerian Pemberdayaan perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) berkoordinasi dengan kementerian/lembaga menyusun Standar Lembaga Perlindungan Khusus Ramah Anak (SLPKRA).
Hal ini sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus bagi Anak, selain menjadi tempat yang aman, nyaman, panti asuhan juga mendukung tumbuh kembang anak.
”Para pengelola lembaga perlindungan khusus anak, termasuk panti asuhan, harus dipastikan memiliki tata perilaku bekerja dengan anak dan antara petugas, mempunyai legalitas kelembagaan atau terdaftar, memiliki komitmen bersama dan pakta integritas dari semua petugas dalam melindungi anak di panti,” ujar Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar, di Jakarta, Selasa (1/11/2022).
Selain itu, petugas panti asuhan harus terlatih sesuai Konvensi Hak Anak dan mengetahui manajemen kasus, kebijakan pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak dan prosedur standar operasi (SOP) layanan yang berbasis kepada kepentingan terbaik bagi anak.
Para pengelola lembaga perlindungan khusus anak, termasuk panti asuhan harus dipastikan memiliki tata perilaku bekerja dengan anak dan antara petugas, mempunyai legalitas kelembagaan atau terdaftar.
Pemerintah juga mendorong panti asuhan agar mempunyai jejaring dalam menangani kasus yang berat, meningkatkan kapasitas orangtua atau keluarga anak yang ada di panti, serta melibatkan anak dalam proses pengambilan keputusan di panti asuhan.
Infografik Kondisi Panti Asuhan di Indonesia
Untuk memastikan pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak di panti asuhan, perlu sinergi dan terkoordinasi antarkementerian/lembaga sesuai tugas dan fungsinya. Tidak hanya pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah. Kementerian PPPA mendorong daerah menyelenggarakan perlindungan anak untuk mewujudkan kabupaten/kota layak anak (KLA).
Kementerian PPPA juga memperkuat kapasitas pengasuhan, antara lain melalui Bimbingan Teknis (Bimtek) Konvensi Hak Anak termasuk E-learning Pengasuhan Berbasis Hak Anak bagi pengelola panti, dan Bimtek serta Standardisasi LPKRA.
Selain itu, masyarakat diajak untuk ikut mengawasi panti asuhan di daerahnya serta menggunakan saluran pengaduan jika mengetahui, mendengar, menyaksikan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di dalam panti asuhan melalui pusat panggilan 129 atau WhatsApp 08111129129.
Pemberdayaan keluarga
Kementerian Sosial melaksanakan Program Keluarga Harapan (PKH), Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi), pemberdayaan sosial, pembekalan keterampilan, hingga bantuan usaha ke keluarga anak. Program PKH dan Atensi bertujuan agar keluarga berdaya dan mampu mengasuh anak agar tidak perlu diserahkan ke LKSA.
”Sedapat mungkin anak diasuh oleh keluarga inti atau keluarga besar. Jika tidak ada keluarga yang bisa mengasuh, anak dapat diasuh oleh keluarga pengganti (foster care), wali, atau diangkat anak oleh pihak lain,” ujar Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial Kanya Eka Santi.
Kanya menegaskan, LKSA merupakan sumber daya pengasuhan terakhir. Karena itulah, ketika anak-anak masuk ke LKSA seharusnya LKSA juga memastikan anak tidak terpisah dari keluarganya.
Untuk memastikan anak terpelihara dengan baik dan haknya terpenuhi, pemerintah juga melakukan pendataan, serta terus mendorong panti asuhan agar mengikuti akreditasi. Akreditasi untuk LKSA juga penting agar kualitas pelayanannya mencapai standar minimal.
Data Badan Akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial (BALKS) tahun 2021 mencatat, sebanyak 2.172 LKSA terakreditasi. Dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), tahun 2019 terdapat 106.406 anak di 4.864 LKSA.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia (PMK) Femmy Eka Kartika, pemerintah melihat kondisi permasalahan anak yang akan dibantu sesuai nama dan alamat.
”Saat ini pengecekan data di DTKS sedang dilakukan. Dari perkiraan data yang masuk, 900.000 anak perlu dibantu baik di Lembaga Asuhan Anak, keluarga, termasuk keluarga pengganti. Jadi pemerintah melihat bantuan lebih tepat kepada anak yang bersangkutan, tidak khusus kepada panti,” kata Femmy.
Infografik Sejumlah Permasalahan di Panti Asuhan
Tertinggi di dunia
Tata Sudrajat, Deputy Chief of Program Impact Creation, Save the Children Indonesia, mengutarakan, riset Save the Children bersama Kemensos yang didukung Unicef pada tahun 2007 menunjukkan jumlah anak di panti mencapai 500.000 orang dan itu jumlah tertinggi dunia. Mayoritas masih memiliki orangtua, 60 persen orangtua lengkap dan 30 persen orangtua tunggal.
”Berangkat dari riset 2007 itu, tahun 2011 Kemensos mengeluarkan standard nasional pengasuhan anak untuk panti asuhan. Isinya panti asuhan menjadi last resort dan harus mendukung family based care. Sebagai konsekuensinya Kemensos memberikan bantuan kepada anak di luar panti atau di keluarga sehingga anak tidak perlu direkrut masuk panti,” kata Tata.
Karena itu, Save the Children (STC) merekomendasikan agar diterapkan Standard Nasional Pengasuhan Anak Tahun 2011 dan teruskan dukungan kepada anak di luar panti sehingga tidak perlu diserahkan ke panti asuhan. Selain itu, STC juga mengembangkan modul pelatihan pengasuhan anak yagn sudah dilatihkan kepada panti asuhan dan orangtua asuh.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Rita Pranawati mendorong panti asuhan agar menggandeng keluarga dalam pengasuhan anak. Standardisasi layanan di panti asuhan penting diterapkan agar anak terhindar dari kekerasan. ”Panti asuhan harus punya standardisasi agar bukan ’mencari uang’, tapi pengasuhan alternatif,” kata Rita. (REN/ESA/COK/VIO/RAM/XTI/EGI/Z02/Z03/Z14)