Sejak pandemi Covid-19 mendera, pengelola panti asuhan di Palembang, Sumsel, harus mencari cara agar mampu menghidupi anak asuhnya dan anak-anak tetap bisa sekolah.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·5 menit baca
Sejak pandemi Covid-19 mendera, aliran donasi ke panti asuhan dari para donatur kian seret. Pengelola panti asuhan di Palembang, Sumatera Selatan, harus mencari cara agar mampu menghidupi anak asuhnya. Demi satu niat mulia yakni memperbaiki masa depan anak asuhnya, mereka pun menolak "patah arang".
Nirwana Pemilik Panti Asuhan Cahaya Ummi yang terletak di Jl Seduduk Putih, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang, Kamis (27/10/2022) mengatakan, saat ini dirinya harus "memutar otak" untuk bisa membiayai 20 anak asuhnya. Pasalnya, sejak pandemi covid-19 mendera, aliran dana dari para donatur sangat sepi."Saat ini jumlah donatur bisa dihitung dengan jari," ucapnya.
Agar anak asuh dapat melanjutkan hidup, ia melakukan berbagai cara seperti membuka usaha jual-beli celengan hingga mengefisiensikan pengeluaran. "Terkadang untuk mencukupi kebutuhan, kami makan nasi dengan garam," ujarnya.
Menurutnya, yang terpenting saat ini, ke-20 anak asuhnya masih bisa melanjutkan pendidikan. Rata-rata, anak yang Nirwana asuh berusia dari lima tahun hingga 17 tahun. "Ada beberapa anak yang sudah memasuki pendidikan SMA,"ucapnya.
Masa paceklik ini sudah ia rasakan sejak tiga tahun terakhir, tepatnya ketika pandemi Covid-19 melanda. Bantuan dari pemerintah tidak lagi datang. Padahal sebelum pandemi, pemerintah selalu memberikan bantuan tahunan. "Biasanya, kami mendapatkan dana sekitar Rp 13-18 juta per tahun dari pemerintah," ucapnya.
Berkah donasi juga datang dari donatur individu yang datang langsung ke panti atau melalui salah satu situs penggalang donasi. Panti asuhan yang sudah berdiri sejak 2011 ini, pernah mendapat donasi hingga Rp 300 juta dari situs tersebut. "Kini donasi hanya datang dari donatur tetap dan beberapa donatur yang memang kebetulan datang untuk memberi bantuan," ujarnya.
Meski begitu, Nirwana tetap bertekad untuk menjaga niat mulianya yakni untuk membesarkan anak asuhnya. Sebagian besar anak yang diasuhnya kini berasal dari orangtua atau pihak keluarga yang datang secara baik-baik, namun setelah itu dilupakan. Hingga sekarang, tidak ada satupun dari orangtua anak asuh yang menengok kondisi anaknya.
"Namun dari awal, saya ingin menjadikan anak ini sebagai insan yang terdidik agar bisa memperoleh hidup yang lebih baik," ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Anak yang Nirwana asuh datang dari berbagai daerah. Paling jauh datang dari Padang, Sumatera Barat.
Hal serupa dirasakan oleh Mahnidar Pengelola Panti Asuhan Anak Harapan Karya yang ada di Kecamatan Ilir Timur I Palembang. Saat ini donasi sangat sulit didapat. "Beberapa tawaran donasi dari perusahaan juga tidak "sederas" dulu. Akibatnya, saat ini dia harus mencari cara agar 12 anak asuhnya bisa tetap melanjutkan hidup.
Untuk masalah makan, ucap Mahnidar, dirinya sangat tertolong dengan keberadaan sejumlah komunitas yang mengirimkan makanan melalui program "Jumat berkah". Namun hal yang memberatkan adalah untuk memenuhi kebutuhan sekolah. "Dalam satu bulan biaya untuk kebutuhan hidup sekitar Rp 8-9 juta," katanya.
Pengelola pantinya pun tidak hanya bersandar pada bantuan dari para donatur tetapi juga sempat membuka usaha kuliner yakni mi pangsit untuk memenuhi kebutuhan. "Namun sejak pandemi, warung itu tutup karena kekurangan modal," ucap Mahnidar.
Walau sulit, Mahnidar yakin ada banyak jalan untuk bisa mendapatkan bantuan. "Setiap minggu ada saja yang datang memberikan donasi, tetapi memang tidak sebanyak sebelum pandemi," ungkapnya.
Kini panti yang telah berdiri sejak 15 tahun lalu ini sedang menghadapi masalah tempat tinggal. Panti tersebut berada di rumah kontrakan yang biaya per tahunnya sekitar Rp 13 juta. Saat ini, pemilik rumah hendak menjual rumah itu.
Spanduk tanda rumah dijual juga sudah terpampang. "Ini membuat kami agak khawatir, mau dibawa kemana lagi anak-anak asuh ini," ucapnya. Meski demikian, Masnidar yakin akan ada banyak jalan. "Saya berharap anak-anak ini masih bisa bersekolah setidaknya sampai SMA," ucapnya.
Mahnidar tidak hanya memberi makan anak panti. Dia juga mencarikan sekolah bagi anak asuhnya. Sebagian besar anak yang dititipkan di pantinya merupakan anak yang putus sekolah baik karena ketidakmampuan ekonomi maupun masalah yang dialami orangtuanya. "Ada anak yang tidak sekolah karena orangtuanya berpisah," kata Mahnidar.
Sebenarnya, komunikasi dengan pihak keluarga selalu terjalin. Utamanya, ketika seorang anak asuh sudah masuk SMA, pihaknya selalu bertanya kepada para orangtua untuk turut membantu perihal biaya pendidikan anaknya.
"Biasanya ada orangtua yang membantu memberikan dana setelah masa panen tiba. Jika mereka tidak mampu, ya kami-lah yang mencari cara untuk memenuhi kebutuhan mereka," jelas Mahnidar.
Suatu kebanggaan bagi Masnidar ketika melihat anak yang diasuhnya sukses dan bisa membangun kehidupan secara mandiri. "Saya sering melihat beberapa anak asuh yang sudah bekerja dan membina hidup rumah tangga dengan baik," ujarnya.
Aldiansyah (14) salah satu anak asuh di Panti Anak Harapan Karya, merasa bersyukur sudah bisa melanjutkan sekolah lagi setelah sempat putus sekolah karena kedua orantuanya berpisah. "Saya mengikuti kejar paket A. Ibu Masnidar lah yang berjuang agar saya bisa bersekolah lagi," ucapnya.
Sebagai tanda terima kasih, dia menjadi kakak bagi adik-adik di anak pantinya. Dia mengajarkan mengaji dan belajar bersama. Dia berharap, dapat memperoleh masa depan yang lebih baik.
Kepala Dinas Sosial Sumatera Selatan Mirwansyah menyebut pemerintah berupaya untuk memastikan panti asuhan yang ada di Sumsel merupakan panti asuhan yang memang menjalankan fungsinya yakni membina anak asuhnya untuk memperoleh pendidikan dan penghidupan yang lebih baik. "Karena itu, dalam memberikan bantuan, hendaknya donatur memastikan panti asuhan itu terdaftar di dinas sosial," terangnya.
Terkait bantuan dana, tidak ada alokasi khusus untuk panti asuhan hanya saja, jika anak tersebut masuk dalam daftar Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tentu bantuan akan tetap disalurknya. Dia berharap, anak yang hidup di panti asuhan adalah mereka yang keluarganya tidak mampu lagi membiayai anak tersebut.
Setiap tahun, ujar Mirwansyah, pihaknya secara rutin melakukan pemeriksaan di lapangan apakah anak panti yang ada benar-benar dari keluarga tidak mampu. "Sebenarnya, jika di salah satu anggota keluarganya yang mapan, tentu anak tersebut bisa dititipkan di sana. Apabila memang tidak ada satu pun anggota keluarga yang mampan, baru anak itu dirawat oleh negara," jelas Mirwansyah.