Ringkasan pimpinan sidang dalam pertemuan tingkat menteri bidang kesehatan dalam rangkaian Presidensi G20 Indonesia telah dihasilkan. Ada enam tindakan kunci yang disepakati dalam upaya penguatan kesehatan global.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Pertemuan tingkat menteri bidang kesehatan dalam Presidensi G20 Indonesia telah menghasilkan dokumen ringkasan pimpinan atau chair’s summary. Meski dokumen yang dihasilkan bukan berbentuk komunike, negara-negara anggota G20 tetap berkomitmen kuat untuk membangun sistem kesehatan global dan memperkuat kerja sama secara berkelanjutan.
Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers seusai penutupan acara pertemuan kedua tingkat menteri bidang kesehatan (HMM) di Badung, Bali, Jumat (28/10/2022). Pertemuan yang diselenggarakan selama tiga hari ini setidaknya dihadiri 190 delegasi dari negara anggota G20 dan negara terundang, seperti Singapura, Uni Emirat Arab, dan Belanda, serta organisasi internasional terkait, seperti WHO, World Bank, Global Fund, dan OECD.
”Terlepas dari perbedaan kita dalam masalah geopolitik, negara anggota G20 telah berkumpul untuk berbicara dalam bahasa yang sama yakni bahasa kemanusiaan yang di atas segalanya. Itu termasuk bahasa untuk memperkuat arsitektur kesehatan global yang tidak hanya untuk generasi kita, tetapi juga generasi selanjutnya,” katanya.
Budi mengakui jika ketegangan yang terjadi dari situasi geopolitik global saat ini menjadi tantangan terbesar dalam penentuan kesepakatan pada pertemuan tingkat menteri bidang kesehatan. Meskipun isu kesehatan merupakan masalah teknis, persoalan politik yang sedang terjadi tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, Indonesia sebagai Presidensi G20 berupaya menyeimbangkan antara pembahasan teknis mengenai isu kesehatan dan isu politik.
Ia menambahkan, situasi geopolitik tersebut dinilai turut memengaruhi hasil dari pertemuan ini. Dokumen yang dihasilkan saat ini berupa ringkasan dari pernyataan bersama bukan dalam bentuk deklarasi berupa komunike. Namun, isu yang dibahas akan tetap diupayakan semaksimal mungkin agar bisa menghasilkan kesepakatan yang lebih jelas.
”Dari sudut pandang Indonesia pada sektor kesehatan yang penting adalah apa pun format atau bentuk yang dihasilkan. Selama formatnya bisa digunakan dan dirujuk oleh negara lain dan disetujui oleh negara lain dan dapat dilaksanakan oleh negara-negara lain, maka itu sudah sesuai tujuan,” kata Budi.
Ia menuturkan, setidaknya ada enam tindakan kunci yang telah dihasilkan dalam pertemuan tingkat menteri kesehatan tersebut. Pertama, terbentuknya gugus tugas kesehatan keuangan bersama (JFHTF) dan pembentukan dana pandemi Covid-19 bersama. Dana pandemi ini sebelumnya disebut sebagai dana perantara keuangan (FIF) untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi.
Terlepas dari perbedaan kita dalam masalah geopolitik, negara anggota G20 telah berkumpul untuk berbicara dalam bahasa yang sama, yakni bahasa kemanusiaan yang di atas segalanya. Itu termasuk bahasa untuk memperkuat arsitektur kesehatan global.
Kedua, evaluasi pada akselerator akses peralatan untuk Covid-19 (ACT-A) yang telah tuntas. Dengan begitu, pada pandemi berikutnya, negara-negara G20 diharapkan telah siap untuk memiliki peraturan formal yang konkret. Ketiga, menteri kesehatan pada negara anggota G20 juga telah membuat kemajuan dalam pengawasan genomik untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi.
”Kami akan bekerja sama untuk hal tersebut sebagai sistem peringatan dini sebagai sistem pengawasan jika ada patogen, virus, bakteri, atau bahkan parasit yang muncul di setiap sudut dunia. Kita dapat mengidentifikasi dengan cepat dan berbagi informasi secepat mungkin,” kata Budi.
Keempat, adanya kesepakatan akan pentingnya sistem sertifikat perjalanan berbasis digital untuk kesehatan. Pengujian lebih lanjut akan dilakukan hingga akhirnya dapat terimplementasi dengan baik. Lewat sistem ini, diharapkan ketika terjadi pandemi di masa depan tidak akan membatasi pergerakan sektor esensial. Hasil dari kesepakatan ini juga akan diajukan dalam pertemuan kesehatan dunia (WHA) untuk dilakukan revisi mengenai sertifikat perjalanan digital.
Kelima, kesepakatan untuk melakukan analisis terkait kesenjangan dan pemetaan jaringan penelitian dan manufaktur di bidang kesehatan. Negara anggota G20, terutama yang berada di bagian Selatan, telah setuju untuk membangun jaringan dalam penelitian dan manufaktur untuk vaksin, terapi, dan diagnostik. Negara tersebut yaitu Afrika Selatan, Turki, Arab Saudi, India, Indonesia, Argentina, dan Brasil.
”Dan pembahasan ini akan dilanjutkan pada Presidensi G20 India mendatang,” ucap Budi.
Terkait hal itu, juru bicara G20 untuk Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menuturkan, kesenjangan dalam kapasitas setiap negara anggota G20 dalam menghadapi pandemi dapat memperlambat kesiapan dan respons terhadap pandemi di masa depan. Untuk itu, analisis pada kesenjangan kebutuhan manufaktur menjadi pembahasan prioritas dalam pertemuan tingkat menteri kesehatan negara anggota G20.
Keenam, adanya aksi nyata untuk meningkatkan pendanaan dalam melawan penularan tuberkulosis, melaksanakan inisiatif ”One Health”, dan meningkatkan kapasitas untuk mencegah, mendeteksi, dan merespon resistensi antimikroba.
”Enam tindakan kunci ini nantinya akan diajukan untuk menjadi pertimbangan dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) para pemimpin G20 pada pertengahan November nanti,” ujar Budi.