Kematian dan Kasus Tuberkulosis Meningkat Selama Pandemi Covid-19
Terganggungnya layanan pengobatan selama pandemi Covid-19 menjadi pemicu peningkatan kasus dan kematian akibat tuberkulosis.
Oleh
AHMAD ARIF
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Diperkirakan 10,6 juta orang jatuh sakit karena tuberkulosis pada 2021 dan 1,6 juta orang di antaranya meninggal dunia. Jumlah kasus ini meningkat 4,5 persen dibandingkan pada tahun 2020. Terganggungnya layanan pengobatan selama pandemi Covid-19 menjadi pemicu peningkatan kasus dan kematian akibat tuberkulosis.
Peningkatan kasus tuberkulosis selama pandemi Covid-19 ini dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam TB Global 2022. Laporan ini juga menunjukkan bahwa beban tuberkulosis (TBC) yang resistan terhadap obat (DR-TB) juga meningkat sebesar 3 persen antara tahun 2020 dan 2021, dengan 450.000 kasus baru TBC yang resistan terhadap rifampisin (RR-TB) pada 2021.
”Jika pandemi telah mengajari kita sesuatu, yaitu dengan solidaritas, tekad, inovasi, dan penggunaan alat yang adil, kita dapat mengatasi ancaman kesehatan yang parah. Mari kita (harus) terapkan pelajaran itu pada tuberkulosis. Sudah waktunya untuk menghentikan pembunuh lama ini. Bekerja sama, kita dapat mengakhiri TB,” tutur Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, seperti dirilis di laman WHO pada Kamis (27/10/2022).
Sekalipun terjadi kemunduran dalam upaya global mengatasi TBC, laporan ini juga mencatat beberapa keberhasilan.
Peningkatan jumlah orang yang sakit TBC dan resisten obat ini merupakan yang pertama kali dalam beberapa tahun. Hal ini diperkirakan terjadi karena layanan TB termasuk di antara banyak layanan lainnya yang terganggu oleh pandemi Covid-19 pada 2021. Konflik yang sedang berlangsung di Eropa Timur, Afrika, dan Timur Tengah semakin memperburuk situasi bagi populasi yang rentan.
Menurut laporan WHO, tantangan yang terus berlanjut dalam menyediakan dan mengakses layanan TBC esensial membuat banyak orang dengan TBC tidak terdiagnosis dan diobati. Jumlah orang yang baru didiagnosis dengan TBC yang dilaporkan turun dari 7,1 juta pada 2019 menjadi 5,8 juta pada 2020. Ada pemulihan sebagian menjadi 6,4 juta pada 2021, tetapi ini masih jauh di bawah tingkat pra-pandemi.
Pengurangan jumlah orang yang didiagnosis dengan TBC yang dilaporkan menunjukkan bahwa jumlah orang dengan TBC yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati telah meningkat. Hal ini mengakibatkan peningkatan jumlah kematian TB dan lebih banyak penularan infeksi di komunitas dan kemudian, dengan jeda waktu, peningkatan jumlah orang yang mengembangkan TBC.
Jumlah orang yang diberi pengobatan untuk RR-TB dan multidrug-resistant TB (MDR-TB) juga telah menurun antara tahun 2019 dan 2020. Jumlah orang yang dilaporkan memulai pengobatan untuk RR-TB pada 2021 sebanyak 161.746 orang, hanya sekitar satu dalam tiga dari mereka yang membutuhkan.
Laporan tersebut juga mencatat penurunan pengeluaran global untuk layanan TBC esensial dari 6 miliar dollar AS pada 2019 menjadi 5,4 miliar dollar AS pada 2021, yang kurang dari setengah dari target global sebesar 13 miliar dollar AS per tahun pada 2022. Seperti dalam 10 tahun sebelumnya, sebagian besar pendanaan yang digunakan pada tahun 2021 (79 persen) berasal dari dalam negeri.
Di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah lainnya, pendanaan donor internasional tetap penting. Sumber utamanya adalah Dana Global untuk Memerangi AIDS, Tuberkulosis, dan Malaria (Global Fund). Pemerintah Amerika Serikat merupakan penyumbang dana terbesar bagi Global Fund dan merupakan donor bilateral terbesar; secara keseluruhan, ini menyumbang hampir 50 persen dari pendanaan donor internasional untuk TBC.
”Laporan ini memberikan bukti baru yang penting dan membuat kasus yang kuat tentang perlunya bergabung dan segera melipatgandakan upaya untuk mendapatkan tanggapan TBC kembali ke jalurnya untuk mencapai target TBC dan menyelamatkan nyawa,” kata Tereza Kasaeva, Direktur Global WHO Program TBC. ”Ini akan menjadi alat penting bagi negara, mitra, dan masyarakat sipil saat mereka meninjau kemajuan dan mempersiapkan Pertemuan Tingkat Tinggi PBB ke-2 tentang TBC yang diamanatkan untuk tahun 2023.”
Sejumlah kemajuan
Laporan ini menyebutkan, sebanyak 26,3 juta orang dirawat karena TBC antara tahun 2018 dan 2021, masih jauh dari 40 juta target yang ditetapkan untuk tahun 2018–2022 pada Pertemuan Tingkat Tinggi PBB tentang TBC. Dari 30 negara dengan beban TBC tinggi, negara dengan tingkat cakupan pengobatan tertinggi pada 2021 termasuk Bangladesh, Brasil, China, Uganda, dan Zambia. Jumlah orang yang diberikan pengobatan pencegahan TBC meningkat kembali pada 2021, yaitu mendekati level 2019, tetapi total kumulatif 12,5 juta antara tahun 2018 dan 2021 masih jauh dari target 30 juta pada akhir tahun 2022.
Sekalipun terjadi kemunduran dalam upaya global mengatasi TBC, laporan ini juga mencatat beberapa keberhasilan. Di antaranya, pengobatan pencegahan TBC untuk Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) telah jauh melampaui target global 6 juta pada periode 2018-2022, mencapai lebih dari 10 juta hanya dalam 4 tahun. Tujuh negara (India, Nigeria, Afrika Selatan, Uganda, Republik Tanzania, Zambia, dan Zimbabwe) secara kolektif menyumbang 82 persen dari negara-negara yang memulai pengobatan pencegahan pada 2021.
Tujuh negara dengan beban TBC tinggi di kawasan ini, yaitu Etiopia, Kenya, Lesotho, Namibia, Afrika Selatan, Republik Tanzania, dan Zambia, juga telah mencapai atau melampaui tonggak 2020 dengan penurunan 20 persen dalam tingkat kejadian TBC dibandingkan dengan tahun 2015.
Negara-negara juga meningkatkan penggunaan alat dan panduan baru yang direkomendasikan oleh WHO, yang menghasilkan akses dini ke pencegahan dan perawatan TBC dan hasil yang lebih baik. Proporsi orang yang didiagnosis dengan TBC, yang pada awalnya dites dengan diagnosis cepat, meningkat dari 33 persen pada 2020 menjadi 38 persen pada 2021. Sebanyak 109 negara menggunakan rejimen oral yang lebih panjang (naik dari 92 pada 2020) untuk pengobatan MDR/RR -TB dan 92 negara menggunakan rejimen yang lebih pendek (naik dari 65 pada2020).
Laporan tersebut mengulangi seruan kepada negara-negara untuk menerapkan langkah-langkah mendesak untuk memulihkan akses ke layanan TBC esensial.Hal ini lebih lanjut menyerukan peningkatan investasi, tindakan multisektoral untuk mengatasi determinan yang lebih luas yang memengaruhi epidemi TBC dan dampak sosial ekonominya, serta kebutuhan akan diagnosis, obat-obatan, dan vaksin baru. Untuk mengintensifkan pengembangan vaksin, berdasarkan pelajaran dari pandemi, WHO akan mengadakan pertemuan tingkat tinggi pada awal 2023.