Tugas Berat Indonesia Menangani Penyakit Menular
Dalam wawancara khusus bersama ”Kompas”, Direktur Eksekutif Global Fund untuk Penanggulangan AIDS, Tuberkulosis, dan Malaria Peter Sands mendorong Indonesia untuk mempercepat penanganan HIV, Tuberkulosis, dan Malaria.
Pandemi Covid-19 telah menghambat penanganan penyakit menular lain di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Pencapaian yang selama ini sudah diraih dalam penanggulangan penyakit menular seperti HIV, tuberkulosis, dan malaria mengalami kemunduran secara signifikan.
Karena itu, percepatan penanganan penyakit menular harus dilakukan. Kerja sama dengan berbagai pihak pun perlu diperkuat.
Direktur Eksekutif Global Fund untuk Penanggulangan AIDS, Tuberkulosis, dan Malaria Peter Sands dalam kunjungannya ke Indonesia mendorong agar penanganan penyakit menular, khususnya HIV, tuberkulosis, dan malaria bisa kembali diperkuat. Berikut kutipan wawancara Kompas dengan Peter Sands di Jakarta, Rabu (22/6/2022).
Bisakah Anda menjelaskan situasi HIV, TB, dan malaria global dan khususnya di Indonesia, setelah pandemi?
The Global Fund dibuat tepat 20 tahun yang lalu pada saat HIV, TB (tuberkulosis), dan malaria masih tidak terkendali. Sejak itu, kami telah membuat kemajuan besar sehingga pada saat kita memasuki awal tahun 2020, angka kematian untuk ketiga penyakit tersebut sudah berkurang lebih dari setengahnya.
Ada sekitar 44 juta nyawa orang telah diselamatkan. Namun, Covid-19 telah menjadi bencana. Kami telah melihat, untuk pertama kalinya dalam sejarah Global Fund dalam 20 tahun, terjadi kemunduran dalam penanganan ketiga penyakit ini.
Akan tetapi, mulai 2021, kami telah melihat beberapa peningkatan. Kami berupaya mendukung sejumlah negara dengan memberikan dana tambahan. Negara serta komunitas juga sudah bekerja sangat keras untuk menyesuaikan program penanganan penyakit menular ini dengan situasi pandemi. Namun, tetap saja, kami telah kehilangan waktu dan kami kehilangan kemajuan dalam penanganan penyakit ini karena pandemi. Itulah situasi terkini di tingkat global.
Kondisi serupa juga terjadi di Indonesia. Untuk penanganan TB, jumlah orang yang terdiagnosis dan dirawat karena TB turun cukup tajam pada tahun 2020, tetapi meningkat pada 2021. Untuk HIV, masalahnya ada pada aspek pencegahan dan pemeriksaan. Selain itu, juga pengobatan. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk meningkatkan upaya penanganan HIV di Indonesia. Bagi Indonesia, malaria mungkin bukan masalah besar. Memang masih ada kasus, tetapi itu bukan masalah besar. Kita lihat juga ada beberapa kemajuan yang baik pada penanganan malaria.
Baca juga: Penanganan Pandemi Covid-19 Jangan Melupakan HIV
Karena itu, menurut saya, masalah besar yang masih dihadapi Indonesia adalah TB. Indonesia memiliki beban TB terbesar kedua di dunia. Situasi ini dapat dilihat sebagai peluang nyata menyelamatkan banyak nyawa. Namun, ini bukan hanya tentang menyelamatkan nyawa saja. Sebab, jika Anda dirawat karena TB, itu adalah perawatan yang panjang dan itu juga punya banyak efek samping dari pengobatan.
Kita juga harus paham bahwa TB merupakan penyakit yang bisa dicegah dan dihilangkan. Jika kita lihat pada 1950-an, TB merupakan pembunuh terbesar di Jepang. Begitu pula pada 1960-an dan 1970-an di Korea dan Thailand. Sekarang, negara-negara tersebut sudah mampu mengatasinya. Itu yang harus menjadi pembelajaran bagi Indonesia.
Apakah pandemi Covid-19 juga berdampak pada pendanaan penanganan HIV, TB, dan malaria?
Nah, apa yang terjadi di tahun 2020 ketika Covid-19 pertama kali menyerang, banyak sumber daya yang akhirnya dialihkan untuk menangani Covid-19. Ini menjadi tantangan bagi penanganan TB. Itu adalah tantangan terbesar dari banyak hal. Covid-19 dan TB juga sama-sama merupakan infeksi pernapasan yang ditularkan melalui udara. Jadi semua dokter yang menangani TB menjadi teralihkan untuk penanganan Covid-19.
Meski demikian, Global Fund tidak mengalihkan dana yang diberikan. Kami justru memberikan sejumlah negara lebih banyak dana lagi. Jadi, selain alokasi dana untuk HIV, TB, dan malaria, kami memberikan tambahan 90 juta dollar AS untuk membantu Indonesia dalam merespons pandemi Covid-19. Itu sekaligus untuk membantu mengurangi dampak terhadap HIV, TB, dan malaria. Setidaknya kami berikan sekitar 400 juta dollar AS pada siklus ini. Kami benar-benar menambahkan lebih banyak uang untuk pandemi sehingga kami bisa memastikan bahwa penanganan HIV, TB, dan malaria tidak terganggu karena pandemi.
Lantas, apa tantangan dalam penanganan TB, HIV, dan malaria di Indonesia?
Tantangannya, saat ini hanya sekitar setengah dari orang yang tertular TB dapat terdiagnosis dan diobati. Jadi, jika kita ingin mengalahkan TB, kita harus mencari setengah (kasus)-nya lagi. Itu berarti kita harus lebih banyak memeriksa TB di masyarakat. Kita juga perlu memastikan mereka yang didiagnosis TB mendapatkan pengobatan.
Perlu diketahui ada dua jenis TB, yakni TB sensitif obat yang bisa diobati dengan antibiotik yang harganya tidak mahal dan TB yang resisten obat, di mana antibiotik yang tidak mahal tadi tidak efektif. Kita perlu mengobati pasien TB resisten obat dengan obat yang lebih mahal yang seringkali juga memiliki efek samping berat. Kabar buruknya, banyak orang dengan TB resisten obat tidak diobati dan banyak yang meninggal.
Baca juga: Pandemi dan Eliminasi Tuberkulosis
Sementara pada HIV, tantangannya sama seperti yang juga dihadapi pasien TB, yakni stigma. Masih ada diskriminasi pada mereka. Sebagian orang juga menganggap orang yang tertular TB memiliki kebiasaan buruk. Dari pengalaman kami, kita harus mengatasi stigma tersebut. Jika tidak, banyak kasus tidak akan diperiksa dan tidak akan dirawat. Kita tidak akan pernah bisa mengalahkan penyakit tersebut. Jika kita tidak mengatasi stigma, kita tidak akan pernah bisa mengalahkan penyakit HIV dan TB.
Apakah ada inovasi dari Global Fund untuk Indonesia dalam menangani tiga penyakit menular tersebut?
Pengembangan laboratorium pengurutan genom (genome sequencing) bisa menjadi salah satu contohnya. Dari Covid-19 kita semua telah belajar bahwa virus dapat bermutasi menjadi varian baru. Lewat pengurutan genom, kita dapat memahami varian mana yang sedang ada. Pengurutan ini juga dapat membantu kita mendeteksi lebih dini varian baru.
Pengurutan genom ini juga sangat berharga dalam menangani penyakit lain selain Covid-19 karena semua patogen dapat terus bermutasi, termasuk patogen penyebab malaria, HIV, dan TB.
Virus penyebab HIV bermutasi sepanjang waktu. Itu juga yang menjadi salah satu alasan mengapa terapi antiretroviral biasanya merupakan terapi yang menggabungkan tiga obat. Jika hanya terapi tunggal, virus akan cepat bermutasi. Namun, jika Anda memiliki tiga terapi, kemungkinan mutasi yang terjadi jauh lebih kecil.
Jadi, pengurutan genom ini akan memungkinkan kita untuk memahami dengan tepat jenis penyakit apa yang kita miliki dan seberapa cepat perubahannya. Karena itu, Global Fund mendukung Indonesia untuk mengembangkan kemampuan pengurutan genom dengan memperkuat laboratorium pengurutan genom. Selain untuk Covid-19, laboratorium ini juga akan sangat membantu untuk menangani penyakit lainnya.
Bagaimana dengan pengembangan vaksin TB, apakah Global Fund juga mendukung pengembangan tersebut?
Untuk saat ini, kami tidak memiliki vaksin untuk TB. Ada penelitian yang sedang berlangsung namun saya pikir masih butuh beberapa tahun lagi untuk itu. Rasanya kita tidak harus berhenti dan membiarkan banyak orang meninggal menunggu sampai kita mendapatkan vaksin.
Kita juga tahu bahwa dengan perawatan saat ini kita benar-benar dapat menyingkirkan TB. Jadi, menurut saya, kita gunakan saja ”alat” yang kita miliki saat ini secara optimal. Dan jika kita mendapatkan vaksin beberapa tahun lagi, itu akan membuat kita melangkah lebih cepat dalam menangani TB.
Kita memang beruntung dengan Covid-19 karena terbukti kita mampu mengembangkan vaksin dalam waktu cepat. Akan tetapi, jika melihat penyakit menular lain yang menjadi pembunuh terbesar selain Covid-19, yakni TB, HIV, dan malaria, pengembangan vaksin untuk ketiga penyakit tersebut sudah cukup lama. Kami tetap berharap dengan kemajuan ilmu pengetahuan saat ini, pengembangan vaksin tersebut bisa lebih cepat.
Sampai kapan Global Fund mendukung penanganan HIV, TB, dan malaria di Indonesia?
Saya berharap kita berada pada situasi di mana Global Fund tidak dibutuhkan lagi. Karena itu, artinya sudah tidak ada lagi kasus HIV, TB, dan malaria. Namun, kita saat ini belum sampai pada tahap itu.
Global Fund telah memiliki kebijakan transisi bagi negara-negara dengan beban penyakit yang sudah turun signifikan dan memiliki ketahanan ekonomi yang kuat untuk mampu menanggung beban pelayanan kesehatannya secara mandiri. Namun, kebijakan ini sepertinya belum berlaku bagi Indonesia. Jadi saya pikir, kami akan tetap berkomitmen menjadi mitra bagi Indonesia untuk waktu yang lama.
Baca juga: Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Menurut Anda, bagaimana Indonesia dapat meningkatkan upaya penanganan HIV, malaria, dan TB?
Pertama untuk TB. Hal terbesar yang harus dilakukan adalah meningkatkan temuan kasus, kira-kira setengah dari orang dengan TB yang tidak diobati. Artinya, Indonesia harus bisa memperkuat kerja sama dengan komunitas, memperkuat diagnosis, melakukan pengujian di komunitas, memastikan orang-orang yang dites positif dapat segera mendapatkan perawatan, dan memastikan pengobatan tersedia dengan baik.
Untuk HIV, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Sekali lagi, kita perlu lebih baik dalam menemukan semua orang dengan HIV positif. Kita juga perlu menjadi lebih baik dalam memberikan pengobatan dan memastikan bahwa mereka tetap patuh dalam pengobatan. Itu berarti, kita harus bekerja dengan masyarakat, menjangkau populasi kunci yang paling berisiko, menangani stigma, dan menangani beberapa masalah kebijakan yang mempersulit orang-orang di populasi kunci dalam mengakses layanan kesehatan.
Pengalaman negara lain, jika kita ingin menyelesaikan HIV, kita harus menangani isu-isu kebijakan yang menyangkut populasi kunci, seperti pekerja seks, laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, para pengguna narkoba, dan transjender. Kebijakan yang ada harus memungkinkan mereka untuk mendapatkan akses ke layanan, khususnya dalam mencegah dan mengobati.
Kita tidak dapat menang melawan penyakit ini hanya dengan obat-obatan. Penyakit ini bukan hanya menyangkut masalah biomedis. Itu juga menyangkut masalah kebijakan dan sikap, serta stigma. Dampak kesehatan mental dari pasien HIV, TB, dan malaria itu menjadi masalah besar yang kita hadapi.