Kasus Kematian Dilaporkan Meningkat Jadi 118 Kasus
Kematian akibat gangguan ginjal akut semakin meningkat. Kewaspadaan serta penanganan yang cepat perlu ditingkatkan untuk mencegah kondisi perburukan pada pasien.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus kematian terkait gangguan ginjal akut progresif atipikal atau gangguan ginjal akut misterius di Indonesia kian meningkat. Saat ini setidaknya sebanyak 118 kasus kematian telah dilaporkan. Artinya, sebanyak 56,7 persen kasus kematian terjadi dari total kasus yang dilaporkan.
Data Kementerian Kesehatan per 20 Oktober 2022 menunjukkan, sebanyak 208 kasus terkait gangguan ginjal akut telah dilaporkan di 20 provinsi. Dari jumlah itu, terdapat 118 kasus kematian yang dilaporkan, 56 kasus masih dalam perawatan, dan 34 kasus dinyatakan sembuh.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam acara Forum Merdeka Barat 9 yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (21/10/2022), mengatakan, pasien gangguan ginjal akut yang meninggal saat ini sudah lebih dari 50 persen dari kasus yang sakit. Sebagian besar kasus pasien yang meninggal berusia balita.
”Kita sangat berhati-hati. Kita sudah cek ginjal dari anak-anak yang meninggal ternyata betul ada dampak dari senyawa (penyebab toksikologi) kimia tersebut. Kita putusnya secara konservatif untuk menahan dulu obat-obatan yang berisiko membahayakan untuk menyelamatkan anak-anak kita,” katanya.
Pertimbangan tersebut merujuk pada kasus serupa yang terjadi di Gambia, Afrika. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, kasus gangguan ginjal akut yang terjadi di Gambia terkait dengan konsumsi obat sirop yang terkontaminasi etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Namun, obat-obatan yang digunakan tersebut tidak terdaftar di Indonesia.
Ia menuturkan, saat ini setidaknya 35-40 anak yang dilaporkan meninggal dengan dugaan gangguan ginjal akut. Menurut dia, jumlah itu bisa lebih dari 3-5 kali lipat dari yang dilaporkan. Untuk itu, upaya preventif dilakukan segera untuk mengatasi hal tersebut.
Adapun laporan kematian tertinggi ditemukan di DKI Jakarta (27 kasus), Jawa Barat (17 kasus), Jawa Timur (13 kasus), Aceh (15 kasus), dan Bali (10 kasus). Sementara terkait kasus kesakitan terkait gangguan ginjal akut, paling banyak ditemukan pada usia 1-5 tahun sebanyak 130 kasus, usia 6-10 tahun sebanyak 31 kasus, usia di bawah satu tahun sebanyak 27 kasus, dan usia 11-18 tahun sebanyak 19 kasus. Satu kasus lain masih dalam verifikasi.
Kita sangat berhati-hati. Kita sudah cek ginjal dari anak-anak yang meninggal ternyata betul ada dampak dari senyawa (penyebab toksikologi) kimia tersebut.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah merilis sejumlah obat yang mengandung cemaran ethylene glycol (EG) yang melebihi batas aman. Terdapat lima obat yang sudah dinyatakan mengandung cemaran EG yang melebihi ambang batas aman, yakni Termorex Sirop produksi PT Konimex, Flurin DMP Sirop produksi PT Yarindo Farmatama, serta Unibebi Cough Sirop, Unibebi Demam Sirop, dan Unibebi Demam Drops yang ketiganya diproduksi oleh Universal Pharmaceutical Industries.
Kepala BPOM Penny K Lukito dalam siaran pers mengatakan, hasil uji cemaran EG tersebut belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan sirop obat memiliki keterkaitan dengan kejadian gangguan ginjal akut. Selain penggunaan obat, masih ada faktor risiko lain yang dicurigai sebagai penyebab penyakit tersebut.
”Terhadap hasil uji lima sirop obat dengan kandungan EG yang melebihi ambang batas aman, BPOM telah melakukan tindak lanjut dengan memerintahkan kepada industri farmasi pemilik izin edar untuk melakukan penarikan sirop obat dari peredaran di seluruh Indonesia dan pemusnahan untuk seluruh bets produk,” katanya.
Penawar
Budi mengatakan, pemerintah telah menyiapkan antidotum atau obat penawar untuk pasien dengan gagal ginjal akut. Dari observasi yang dilakukan sementara terhadap pasien di RS Cipto Mangunkusumo, sebanyak empat dari enam pasien menunjukkan adanya respons yang positif dari penggunaan obat tersebut.
”Kita akan segera datangkan dalam jumlah cukup banyak untuk bisa disebarkan ke seluruh rumah sakit karena kejadiannya sudah teridentifikasi di 20 provinsi, dan total sudah ada lebih dari 200 kasus. Obat ini sudah kami tes dan relatif aman sehingga kami harapkan bisa memberikan perlindungan,” ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Tjandra Yoga Aditama mengatakan, situasi kasus gangguan ginjal akut yang terjadi pada anak Indonesia merupakan situasi yang luar biasa yang harus ditangani secara maksimal dengan cermat, cepat, dan akurat. Dampak yang diakibatkan dari situasi ini amat luas.
”Memang, situasi ini benar-benar merupakan tantangan amat berat bagi dunia kesehatan kita. Karena itu, semua pihak tentu setuju agar penanganannya harus sangat intensif,” ujarnya.
Namun, Tjandra menuturkan, terkait dengan pertimbangan kejadian luar biasa (KLB) untuk kondisi gangguan ginjal akut yang terjadi saat ini, ia menilai keputusan KLB kurang tepat jika mempertimbangkan definisi peraturan yang berlaku. Dalam peraturan Menteri Kesehatan, suatu kondisi dinyatakan sebagai KLB apabila terjadi penularan penyakit menular yang dapat menjurus terjadinya wabah. Selain itu, KLB juga bisa dinyatakan jika terjadi kejadian luar biasa akibat keracunan pangan.
”Sementara, sejauh ini, yang diduga jadi penyebab gangguan ginjal akut bukanlah penyebaran penyakit menular yang berpotensi wabah dan juga bukan akibat dari konsumsi makanan tertentu. Jadi tidak sesuai dengan istilah yang sudah diatur,” katanya.