Bioteknologi untuk Pemuliaan Tanaman
Teknologi merupakan solusi atas berbagai tantangan dalam mewujudkan ketahanan pangan di masyarakat. Salah satunya dapat melalui pemanfaatan bioteknologi modern yang dikembangkan oleh Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN.
Ketahanan pangan merupakan prioritas pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pada masyarakat di Indonesia. Namun, berbagai tantangan dihadapi untuk mewujudkan ketahanan pangan tersebut.
Tantangan itu di antaranya ialah dampak dari pertumbuhan penduduk. Merujuk pada data yang dirilis Badan Pusat Statistik, laju pertumbuhan penduduk Indonesia selama 10 tahun dari 2010 sampai 2020 mencapai rata-rata 1,25 persen per tahun. Pada 2035 diprediksi jumlah penduduk Indonesia mencapai 305 juta jiwa.
Peningkatan jumlah penduduk ini bisa berkorelasi pada permintaan akan kebutuhan pangan yang semakin tinggi. Jika ketersediaan sumber pangan tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, krisis pangan pun bisa terjadi. Selain itu, stok pangan yang terbatas akan menimbulkan harga pangan yang tinggi.
Persoalan tersebut bisa diperburuk dengan adanya dampak dari perubahan iklim global, seperti kekeringan, banjir, serta salinitas atau kadar garam yang tinggi. Kondisi tersebut dapat berpengaruh pada sektor pertanian. Selain hasil produksi yang berkurang, spesies tanaman pertanian pun terancam menghilang.
Di lain sisi, masalah ketahanan pangan juga dihadapkan dengan persoalan food losses dan food waste. Banyak hasil pertanian yang terbuang karena kualitasnya tidak bagus atau sudah rusak sebelum dikonsumsi.
Untuk menjawab berbagai tantangan itu, penggunaan teknologi merupakan salah satu terobosan yang tepat untuk dimanfaatkan. Teknologi ini tidak dapat menjadi solusi jangka pendek, tetapi bisa menjadi solusi jangka panjang untuk memastikan ketersediaan sumber pangan secara berkelanjutan.
Teknologi juga memungkinkan untuk meningkatkan produksi pertanian. Produk pertanian pun bisa diupayakan untuk lebih adaptif terhadap lingkungan akibat dampak dari perubahan iklim.
”Dengan teknologi, pemuliaan tanaman, tantangan tadi bisa diatasi. Pemuliaan tanaman ini mampu merakit suatu varietas unggul baru yang mampu menghadapi perubahan iklim global sekaligus memperbaiki kualitas pangan dan meningkatkan produksi pertanian,” ujar peneliti ahli utama Pusat Riset Tanaman Pangan, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Atmitri Sisharmini, di Jakarta, Kamis (13/10/2022).
Ia mengatakan, teknologi pemuliaan tanaman sudah dikembangkan sejak lama. Namun, teknologi pemuliaan tanaman yang dikembangkan secara konvensional dinilai sudah tidak relevan. Untuk itu, teknologi pemuliaan tanaman kini lebih banyak dikembangkan dengan basis bioteknologi.
Berdasarkan konvensi PBB tentang keanekaragaman hayati, bioteknologi didefinisikan sebagai aplikasi teknologi yang menggunakan sistem biologis, organisme hidup, atau turunannya untuk membuat atau memodifikasi produk atau proses untuk penggunaan khusus. Pada bioteknologi modern, teknik perekayasaan genetika yang dilakukan menggunakan teknik asam nukleat in vitro dan fusi sel dari dua jenis atau lebih organisme. Adapun organisme yang digunakan berasal dari luar kekerabatan taksonominya.
Berbagai penelitian membuktikan, teknik bioteknologi memiliki berbagai keunggulan bagi tanaman. Itu seperti meningkatkan produktivitas tanaman, mengurangi efek gas rumah kaca, ramah lingkungan, mempertahankan biodiversitas hayati, serta meningkatkan kesejahteraan petani.
Atmitri menuturkan, salah satu bentuk pemuliaan bioteknologi yang bisa dilakukan ialah dengan rekayasa genetika. Teknik itu pula yang sedang dikembangkan olehnya bersama tim di Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN.
Pemuliaan tanaman ini mampu merakit suatu varietas unggul baru yang mampu menghadapi perubahan iklim global sekaligus memperbaiki kualitas pangan dan meningkatkan produksi pertanian.
Rekayasa genetika ini juga dikenal sebagai teknologi DNA rekombinan atau manipulasi gen. Rekayasa dilakukan dengan menyisipkan gen dalam organisme hidup untuk menghasilkan organisme yang dimodifikasi secara genetika (GMO). Lewat teknologi ini pula dapat menghasilkan benih dan pangan yang berkualitas.
Dalam rekayasa genetika, ada tiga komponen penting yang sangat memengaruhi, yaitu sumber gen interes yang bisa didapatkan dari tanaman, virus, bakteri, dan hewan, kemudian teknik transfer genetika yang dilakukan, serta ekspresi dari transfer genetika. ”Jadi, gen yang diintroduksi harus mampu menimbulkan suatu perubahan karakter atau fenotipik seperti yang kita inginkan,” kata Atmitri.
Baca juga: Solusi Teknologi untuk Pangan
Produk rekayasa genetika
Ia menjelaskan, sejumlah tanaman produk rekayasa genetika telah dikembangkan. Bahkan, sudah ada beberapa tanaman yang sudah sampai pada tahap pelepasan varietas. Saat ini, pelepasan varietas sudah dilakukan pada kentang produk rekayasa genetika (PRG). Sementara untuk tanaman tomat PRG, masih dalam proses pelepasan dan padi PRG masih dalam pengujian terbatas.
Dalam prosesnya, produk rekayasa genetika perlu dimulai dari penemuan gen yang akan disisipkan ke organisme target. Setelah itu, pembuktian konsep akan dilakukan yang kemudian diikuti dengan optimasi gen.
Selanjutnya, transformasi skala besar dilakukan. Langkah berikutnya dilakukan skrining pada varietas unggulan yang dihasilkan, kemudian baru bisa diintroduksikan ke varietas lain. Pengkajian dan uji adaptasi pun dilanjutkan hingga varietas dinyatakan siap untuk dilepaskan.
Hasil penelitian sementara pada padi PRG menunjukkan adanya peningkatan hasil panen 30-35 persen. Selain itu, pemakain pupuk pun lebih hemat hampir 50 persen.
Sementara pada varietas kentang PRG yang telah dilepaskan, yakni varietas kentang PRG Bio Granola Agrihorti, memiliki keunggulan lebih tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri. Varietas yang dihasilkan ini juga dapat menghemat penyemprotan fungisida 50-80 persen. Kentang PRG Bio Granola Agrihorti telah disetujui dengan pemberian tanda daftar varietas tanaman hortikultura pada 12 Juli 2021 sesuai Keputusan Menteri Pertanian Nomor 548/Kpts/SR.130/D/VII/2021.
Baca juga: Inovasi Padi yang Adaptif Perubahan Iklim
Tanaman tomat PRG dikembangkan agar tahan terhadap penyakit virus keriting daun. Saat ini, pengumpulan data keamanan hayati masih dilakukan.
Atmitri menyampaikan, teknik bioteknologi modern berpeluang untuk diaplikasikan dalam program perakitan varietas unggul tanaman. Selain mampu menghasilkan tanaman yang efisien nitrogen, teknologi ini juga mampu menciptakan tanaman yang tahan penyakit.
”Namun, riset bioteknologi membutuhkan proses yang tidak singkat serta biaya yang mahal karena adanya regulasi khusus. Untuk kentang PRG, misalnya, itu butuh dana sekitar Rp 20 miliar dan waktu perakitan selama sekitar sembilan tahun,” katanya.
Baca juga: Sorgum Unggul untuk Kemandirian Pangan
Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) BRIN Puji Lestari menuturkan, kolaborasi dengan berbagai pihak diperlukan untuk meningkatkan pengembangan dan penelitian dalam rangka perakitan varietas tanaman pangan di Indonesia. Diharapkan produksi lahan bisa lebih optimal serta dapat meningkatkan pendapatan petani dan pengurangan komponen impor.
”Penelitian ini sekaligus untuk menjawab tantangan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan lingkungan. Diharapkan pula dapat mendukung upaya pembangunan nasional yang berdaya saing,” tuturnya.