Hasil Studi Status Gizi Indonesia 2021 mencatat, sekitar satu dari empat anak balita di Indonesia mengalami tengkes. Tantangan tengkes ini membayangi puncak bonus demografi Indonesia sekitar delapan tahun mendatang.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekitar satu windu ke depan, Indonesia akan menyambut puncak bonus demografi, yakni saat jumlah penduduk usia produktif diprediksi akan mencapai dua kali lipat dibandingkan penduduk usia anak dan lanjut usia. Namun, di tengah peluang tersebut, Indonesia masih dibayangi problem tengkes.
Hasil Studi Status Gizi Indonesia 2021 mencatat kurang lebih 1 dari 4 anak balita Indonesia mengalami tengkes. ”Stunting berpotensi mendatangkan impact berlipat karena mengganggu perkembangan otak anak hingga mengancam raihan produktivitasnya ketika dewasa kelak,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat memberikan sambutan pada Halaqoh Nasional Pelibatan Penyuluh Agama, Da’i, dan Da’iyah untuk mendukung Percepatan Penurunan Stunting (Tengkes) di Istana Wapres, Jakarta, Kamis (6/10/2022).
Stunting berpotensi mendatangkan impact berlipat karena mengganggu perkembangan otak anak hingga mengancam raihan produktivitasnya ketika dewasa kelak.
Artinya, Wapres Amin menambahkan, tengkes bukan sekadar isu kesehatan, melainkan juga problem kemanusiaan. Tengkes bahkan dapat menghambat perekonomian dan masa depan pembangunan negara.
Wapres Amin menuturkan, pemerintah secara agresif telah mengambil langkah penanganan tengkes. Pencapaian target tengkes 14 persen pada 2024 membutuhkan kerja cepat, kerja cerdas, dan kerja kolaborasi semua pihak. Peran dan partisipasi tokoh agama, pimpinan organisasi masyarakat Islam, penyuluh agama, da’i, dan da’iyah dinilai sangat strategis.
Dalam sebuah survei global terhadap 148 negara tahun 2021, Indonesia menempati peringkat ke-7 paling religius di dunia. ”Bagi mayoritas penduduk kita, agama menjadi kompas yang menentukan tujuan hidup hingga praktik dalam keseharian. Karakteristik masyarakat Indonesia ini menawarkan peluang yang harus kita tangkap, yaitu edukasi melalui pendekatan keagamaan. Apalagi, sekitar 87 persen penduduk Indonesia adalah umat Muslim,” kata Wapres Amin.
Bagi mayoritas penduduk kita, agama menjadi kompas yang menentukan tujuan hidup hingga praktik dalam keseharian. Karakteristik masyarakat Indonesia ini menawarkan peluang yang harus kita tangkap, yaitu edukasi melalui pendekatan keagamaan.
Pada sesi konferensi pers seusai acara, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menuturkan bahwa penyuluh agama memiliki peran cukup kuat ke masyarakat. ”Oleh karena itu, pesan-pesan yang diberikan kepada masyarakat dalam ceramah dan khotbah dalam tausiyahnya dapat menyisipkan materi stunting (tengkes),” katanya.
Yaqut menuturkan bahwa Kemenag juga meluncurkan aplikasi untuk penyuluh agama yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan laporan kegiatan berikut informasi yang mereka perlukan untuk disampaikan ke masyarakat. Bahasan mengenai tengkes juga ada di dalam aplikasi tersebut.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menuturkan, melalui kolaborasi, pihaknya dapat membagi informasi terkait tengkes kepada para penyuluh agama. ”Alhamdullilah, (upaya penurunan tengkes) dikolaborasikan pada para penyuluh agama di seluruh Indonesia, untuk kami bagi informasi terkait dengan stunting. Bagaimana cara mencegah, mengapa penting, dan penanganannya seperti apa?” katanya.
Terkait target penurunan tengkes menjadi 14 persen di tahun 2024, Hasto mengatakan, pemerintah hingga saat ini masih tetap optimistis. ”Pak Presiden (Joko Widodo) dan Pak Wapres (Amin) menargetkan akhir tahun 2022 mencapai 21 persen, akhir 2023 mencapai 17 persen, dan akhir 2024 mencapai 14 persen,” ujar Hasto.
Menurut Hasto, pemerintah masih optimistis mencapai target tersebut karena tengkes tercakup dalam penghitungan kemiskinan ekstrem dan kemiskinan dihitung. Keluarga berisiko tengkes pun terdata dengan baik, lengkap dengan nama dan alamat.
Hal itu ditempuh melalui pendataan keluarga tahun 2021 atau PK21 yang diintegrasikan dengan data dari survei sosial ekonomi nasional (susenas), penyusunan desil, dan akhirnya ada data penyasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem (P3KE) dari Kementeri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Data tersebut menjadi basis dasar untuk penyaluran bantuan. ”Insya Allah, meskipun ada pengaruh (kondisi) ekonomi (yang menantang), keluarga berisiko tinggi stunting tetap terlindungi dengan baik,” kata Hasto.