Perluas Layanan Kesehatan Mata yang Terintegrasi dan Terjangkau
Lebih dari 80 persen masalah gangguan penglihatan di Indonesia seharusnya bisa ditangani. Namun, akses masyarakat pada fasilitas kesehatan mata yang tidak terjangkau membuat angka gangguan penglihatan tetap tinggi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Angka kebutaan di Indonesia merupakan yang tertinggi di antara negara di kawasan Asia Tenggara. Kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan mata menjadi salah satu penyebab banyaknya gangguan penglihatan masyarakat yang tidak tertangani. Karena itu, fasilitas pelayanan kesehatan mata perlu diperluas dengan akses yang terjangkau.
Dokter spesialis mata yang juga anggota Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) Yeni Dwi Lestari mengatakan, berdasarkan survei Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) setidaknya terdapat delapan juta orang dengan gangguan penglihatan. Itu terdiri dari 1,6 juta orang yang mengalami kebutaan dan 6,4 juta orang yang mengalami gangguan penglihatan sedang dan berat (MSVI).
“Dari jumlah orang yang mengalami gangguan penglihatan di Indonesia lebih dari 80 persen seharusnya bisa ditangani,” ujarnya di Jakarta, Selasa (4/10/2022).
Survei RAAB yang dilakukan pada populasi penderita usia lebih dari 50 tahun pada 2014-2016 tersebut juga memperlihatkan prevalensi kebutaan di 15 provinsi di Indonesia mencapai 3,0 persen. Sementara prevalensi kebutaan akibat katarak mencapai 1,9 persen. Penyebab kebutaan di Indonesia antara lain, katarak, kelainan refraksi, glaukoma, retinopati diabetik, Retinopathy of Prematurity (RoP), dan low vision. Penduduk Indonesia yang menderita katarak rata-rata 15 tahun lebih dini jika dibandingkan dengan negara-negara maju.
Yeni menuturkan, sekitar 90 persen masyarakat yang mengalami gangguan penglihatan terdapat di wilayah penduduk yang berpenghasilan rendah. Untuk itu, akses pelayanan kesehatan mata yang terjangkau menjadi sangat penting untuk mengatasi masalah penglihatan.
Dari jumlah orang yang mengalami gangguan penglihatan di Indonesia lebih dari 80 persen seharusnya bisa ditangani. (Yeni Dwi Lestari)
Menurutnya, layanan kesehatan mata yang komprehensif harus diperluas, mulai dari layanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Strategi yang diterapkan dalam pelayanan kesehatan mata di masyarakat perlu lebih fokus pada individu, bukan lagi pada penyakit.
“Padahal, kebutuhan masyarakat di setiap wilayah berbeda-beda. Jika intervensi yang diberikan sama, itu justru menjadi tidak efektif dan efisien. Meski begitu yang paling penting agar setiap orang di manapun dapat memiliki akses yang berkualitas dan terjangkau,” ujar Yeni.
Ketua Umum Pengurus Pusat Perdami M Sidik menambahkan, upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan mata di masyarakat butuh koordinasi dan sinergi dari berbagai. Diharapkan, keadilan pada pelayanan kesehatan mata bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat.
“Kita perlu lebih mendekatkan pelayanan kesehatan mata pada masyarakat yang mudah diakses dan dapat terjangkau dan berkualitas,” ucapnya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu menuturkan, sejalan dengan target kesehatan global 2030, Indonesia menargetkan bisa mencapai 30 persen cakupan optimal penanganan kelainan refraksi dan 40 persen cakupan optimal penanganan katarak.
Merujuk Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Gangguan Pendengaran, sejumlah upaya telah dilakukan. Misalnya, penguatan peran serta masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, penguatan advokasi serta koordinasi lintas program dan lintas sektor, peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, penguatan sistem surveilans dan pemantauan, serta penyediaan sumber daya yang mencukupi.
Maxi menyampaikan, pemerintah kini tengah mengembangkan pusat layanan kesehatan mata. Lewat pusat pelayanan ini diharapkan pelayanan kesehatan mata di masyarakat bisa lebih terintegrasi. Layanan ini pun akan tersedia di tingkat layanan primer dengan pelayanan yang komprehensif.
“Kita juga akan dorong agar kesadaran dan kepedulian masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan mata semakin meningkat, termasuk melakukan deteksi dini dengan tes tajam yang sederhana. Jika ada tanda terhadap gangguan penglihatan sebaiknya segera berkunjung ke fasilitas kesehatan agar segera mendapat penanganan,” tuturnya.