Tingkat Kunjungan Pasien Jantung ke Fasilitas Kesehatan Meningkat
Jumlah kunjungan penderita penyakit jantung dan kardiovaskular ke rumah sakit kembali naik menyusul landainya kasus Covid-19.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat kunjungan pasien penyakit jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya di sejumlah fasilitas layanan kesehatan mulai meningkat sejalan dengan landainya angka kasus infeksi Covid-19 di Indonesia. Hal ini diharapkan dapat mempercepat penanganan pasien agar tak terjadi perburukan penyakit.
Sejak Maret 2020, terjadi tiga kali puncak pandemi yaitu pada akhir Januari 2021, pertengahan hingga akhir Juli 2022, dan pertengahan Februari 2022. Kemudian kurvanya menurun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang divaksin dosis lengkap maupun dosis penguat atau booster.
Direktur Pencegahan Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Eva Susanti, di Jakarta, Selasa (4/10/2022), menyebutkan, terjadi penurunan kunjungan pasien penyakit jantung dan kardiovaskular ke rumah sakit (RS) selama pandemi Covid-19.
Berdasarkan data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada tahun 2019, di seluruh Indonesia terdapat 13 juta kunjungan pasien penyakit jantung ke RS. Angka ini menurun menjadi 11,5 juta pada 2020 dan kembali meningkat menjadi 12,9 juta pada 2021.
Hal ini disebabkan banyak penderita penyakit tidak menular kronis, termasuk penyakit jantung, enggan ke RS karena takut tertular Covid-19 saat berobat. Alhasil, banyak dokter memberikan konsultasi melalui daring sehingga warga tinggal membeli obat sesuai anjuran dokter. ”Pada awal pandemi, dokter menganjurkan masyarakat untuk tidak ke fasilitas kesehatan kecuali kondisi gawat darurat,” sebutnya.
Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki) Radityo Prakoso membenarkan terjadinya penurunan jumlah pasien penyakit jantung di seluruh Indonesia pada awal pandemi.
Masyarakat mulai memanfaatkan layanan pengobatan jarak jauh atau telemedik untuk melakukan konsultasi. Meskipun begitu, untuk beberapa kasus kegawatdaruratan jantung tetap membutuhkan penanganan dan pengobatan langsung.
Di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta, misalnya, terjadi penurunan jumlah pasien selama puncak pandemi 2020-2021. Pelaksana Tugas Direktur Pelayanan Medik, Keperawatan dan Penunjang RS Jantung Harapan Kita, Jakarta Barat, Isman Firdaus menuturkan, rata-rata jumlah pasien di poliklinik 400-600 orang, tetapi turun menjadi berkisar 200 pasien per hari saat pandemi. Penurunan ini disebabkan masyarakat yang menghindari kunjungan langsung ke RS.
Saat ini pasien di RS Harapan Kita berangsur kembali karena angka Covid-19 sudah turun dan tingkat vaksinasi Covid-19 secara nasional cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari penumpukan pasien yang mengantre pada pagi dan siang hari di poliklinik, loket pendaftaran, dan ruang tunggu pasien.
Elizabeth (68), penderita aritmia atau gangguan irama jantung yang rutin berobat di RS Pelni, mengaku membatasi kunjungan langsung ke dokter saat puncak pandemi. Eliz dan keluarga sepakat untuk tidak ke RS karena khawatir akan tingginya kasus Covid-19.
”Sebelum pandemi, saya rutin kontrol ke dokter jantung setiap bulan. Semenjak tingginya angka Covid-19 pada Februari 2020, saya memutuskan tidak ke RS tetapi tetap mengonsumsi resep obat dari dokter. Saya baru kontrol lagi ke RS pada sekitar April 2021 hingga saat ini karena angka Covid-19 sudah turun,” tuturnya.
Sekarang rata-rata di rawat jalan terdapat 200 pasien jantung perhari. Kami bahkan menambah dua orang dokter jantung. Di RS Pelni, populasi pasien penyakit jantung koroner menempati urutan tertinggi kedua setelah pasien gagal ginjal.
Sementara Kepala RS Pelni Jakarta Barat Sheira Aurani menuturkan, saat ini jumlah pasien penyakit jantung sudah kembali seperti sebelum pandemi. Sebelum pandemi, RS Pelni menampung rata-rata 150 pasien penyakit jantung rawat jalan setiap hari. Jumlah ini menurun menjadi 30-40 persen saat pandemi dan kemudian naik lagi ketika angka Covid-19 melandai.
”Sekarang rata-rata di rawat jalan terdapat 200 pasien jantung perhari. Kami bahkan menambah dua dokter jantung. Di RS Pelni, populasi pasien penyakit jantung koroner menempati urutan tertinggi kedua setelah pasien gagal ginjal,” imbuhnya.
Penanganan cepat
Peningkatan jumlah pasien dengan penyakit jantung ini dari bertambahnya varian kasus. Beberapa kasus di antaranya dari rujukan internal, misalnya dari dokter spesialis lain merujuk pasien dengan penyakit jenis tertentu yang rentan terkena penyakit jantung, seperti diabetes.
Selain itu, ada tambahan kasus terkait pola hidup tak sehat, termasuk hipertensi dan gangguan pembuluh darah, yang sebagian ditangani dokter spesialis penyakit jantung.
Radityo menekankan pentingnya penanganan yang cepat dan tepat untuk penyakit jantung. ”Penyakit jantung dan kardiovaskular jika sedikit saja telat ditangani akan berdampak pada gagal jantung dan kematian mendadak,” lanjutnya.
Data Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), sepanjang 2010-2019 penyakit dengan tingkat mortalitas paling tinggi di Indonesia merupakan penyakit jantung dan kardiovaskular, yaitu stroke dan penyakit jantung iskemik. Sepanjang sepuluh tahun, kematian akibat dua penyakit ini meningkat sebesar 25,9 dan 28,3 persen.