Rangkaian Badai Menguat di Dua Samudra
Perubahan iklim menciptakan kondisi air untuk menguap lebih cepat, yang berarti lebih banyak panas dapat memasuki badai tertentu dan itu bisa menjadi lebih berangin.
Serangkaian siklon kuat muncul di dua belahan samudra, yaitu Atlantik dan Pasifik, dalam dua minggu terakhir. Kemunculan siklon-siklon yang merusak ini menjadi salah satu penanda perubahan iklim yang kian mengkhawatirkan.
Di Samudra Atlantik, muncul siklon Fiona, yang bergerak jauh ke utara hingga menjadi badai terkuat yang pernah mendarat di Kanada. Fiona pertama kali diklasifikasikan sebagai depresi tropis pada 14 September dan menguat menjadi badai atau hurricane pada 18 September.
Badai itu mendarat di Puerto Rico pada hari itu dengan kecepatan angin maksimum 140 kilometer per jam, sebelum kemudian berbelok ke utara melalui Republik Dominika. Fiona terus menguat selama dua hari berikutnya saat badai bergerak di atas air yang lebih hangat sekitar dua 2 derajat celsius dari rata-rata dan mencapai status kategori 4 pada 21 September.
Dalam waktu dua minggu, kita telah melihat siklon tropis kuat berturut-turut dengan angin yang menghancurkan, curah hujan yang ekstrem, dan banjir di bagian padat penduduk di dunia.
Menurut laporan United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UN OCHA), siklon ini menewaskan empat orang di Puerto Rico dan hampir 1.360 mengungsi. Di Republik Dominika, dua orang meninggal dan 13.760 orang mengungsi. Selain itu, satu kematian dan kerusakan infrastruktur yang meluas terjadi di Guadalupe.
Ketika dampak badai Fiona belum mereda, muncul kembali siklon tropis Ian di Atlantik. Badai Ian menghantam Kuba pada Selasa (27/9) sebagai badai kategori 3, dengan kecepatan angin 205 km per jam dan bahkan embusan yang lebih kuat yang menyebabkan banjir bandang dan tanah longsor yang berdampak terhadap lebih dari 3 juta orang.
Ian semakin menguat menjadi badai kategori 4, berkecepatan 250 km per jam, ketika jatuh ke pantai Florida, Amerika Serikat, Rabu (28/9). Layanan cuaca nasional AS memperingatkan kerusakan angin dahsyat di dekat inti Ian ketika bergerak ke darat dan gelombang badai yang mengancam jiwa serta bencana banjir.
Kombinasi gelombang badai dan air pasang akan menyebabkan daerah yang biasanya kering di dekat pantai dibanjiri oleh naiknya air yang bergerak ke daratan dari garis pantai. Lebih dari 2,5 juta orang telah dievakuasi dan 12 orang meninggal.
Sementara itu, di Samudra Pasifik, siklon tropis Noru mengalami intensifikasi ledakan sebelum menghantam Filipina pada 25 September sebagai ”topan super” dengan kecepatan angin 195 km per jam. Lebih dari dua juta orang tinggal di daerah yang terkena dampak terburuk dan hampir 430.000 orang terkena dampak langsung.
Lihat Juga: Topan Noru Terjang Filipina, Ribuan Rumah Tergenang Banjir
Meskipun waktu mobilisasi relatif singkat, ribuan orang berhasil dievakuasi dan upaya ini berhasil mengurangi korban jiwa. Kini, topan Noru menuju Vietnam.
Pusat Peramalan Hidrometeorologi Nasional (NCHMF) Vietnam mengatakan, topan Noru telah mendarat di daerah Da NangQuang Ngai dengan angin terkuat di daerah dekat pusat badai diukur pada 134-166 km per jam setara dengan badai kategori 2 di Skala Saffir Simpson. Angin kencang meluas ke luar sekitar 250 km dari pusat badai dan angin kencang sekitar 100 km.
Siklon tropis Noru ini muncul tak lama setelah kemunculan topan Nanmadol yang mendorong evakuasi sembilan juta orang di Jepang, dua pekan lalu. Nanmadol tercatat sebagai salah satu dari siklon terkuat yang melanda Jepang.
Pengaruh perubahan iklim
”Dalam waktu dua minggu, kita telah melihat siklon tropis kuat berturut-turut dengan angin yang menghancurkan, curah hujan yang ekstrem, dan banjir di bagian padat penduduk di dunia,” kata Cyrille Honoré, Direktur Pengurangan Risiko Bencana Organisasi Meteorologi Dunia (WMO).
Organisasi Meteorologi Dunia telah mengingatkan bahwa perubahan iklim diperkirakan akan meningkatkan proporsi siklon tropis utama di seluruh dunia dan meningkatkan curah hujan deras yang terkait dengan peristiwa ini. Sementara itu, kenaikan permukaan laut dan pembangunan pesisir juga memperburuk dampak banjir pesisir.
”Dampak manusia dan sosial-ekonomi dari topan ini akan terasa selama bertahun-tahun,” kata Cyrille Honoré.
Baca Juga: Nanmadol Melanda Jepang, Topan Terkuat pada 2022
Para ahli WMO menyebutkan, perubahan iklim mengubah badai dalam beberapa cara. Badai ibarat mesin panas yang mengubah energi panas dari laut menjadi energi angin. Transformasi ini terjadi karena saat air menguap dari permukaan laut, ia mentransfer panas dari laut ke atmosfer yang pada dasarnya mempercepat badai.
Panas selalu tiba di lautan sebagai sinar matahari; ia selalu keluar sebagai radiasi infra merah, yang dipancarkan kembali ke angkasa, atau sebagai penguapan dari permukaan laut. Akan tetapi, karbon dioksida dan polutan iklim lainnya mencegah radiasi inframerah keluar dari lautan, itulah yang disebut ”efek rumah kaca”. Karena panas tidak memiliki tempat lain untuk pergi, laju penguapan permukaan laut harus dipercepat, yang berarti lebih banyak energi panas dapat masuk ke dalam badai.
Dengan kata lain, perubahan iklim menciptakan kondisi air untuk menguap lebih cepat, yang berarti lebih banyak panas dapat memasuki badai tertentu dan itu bisa menjadi lebih berangin. Selain lebih kuat, badai sekarang dapat menguat jauh lebih cepat daripada yang bisa mereka lakukan di rezim iklim lama. Laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menunjukkan, sejumlah siklon tropis telah mengalami ”intensifikasi cepat”, yang berarti kecepatan angin tertinggi badai telah meningkat setidaknya 35 mil per jam selama periode 24 jam selama 40 tahun terakhir.
Badai Ian tampak seperti kasus intensifikasi yang cepat itu. Pada Senin pagi, kecepatan angin puncaknya 75 mil per jam, nyaris tidak memenuhi syarat sebagai badai. Namun, 48 jam kemudian, anginnya menderu dengan kecepatan hingga 155 mil per jam, hanya selisih sedikit dari status kategori 5, saat mendarat di Cayo Costa, Florida.
Memang, orang mungkin merasa bahwa setiap badai yang melanda Amerika Serikat baru-baru ini telah mengalami metamorfosis serupa. Tahun lalu, badai Ida mendarat di Louisiana sebagai badai kategori 4 yang kuat, hanya 74 jam setelah menjadi depresi tropis. Badai terbentuk dan mendarat lebih cepat daripada yang bisa dievakuasi di New Orleans. Pada 2018, badai Michael dengan cepat meledak ke dalam status kategori 4 sebelum menghantam Florida Panhandle. Setahun sebelumnya, badai Harvey dan Irma juga mengalami intensifikasi yang cepat sebelum mereka mendarat.
Baca Juga: Dua Bibit Siklon Tropis Picu Kenaikan Intensitas Hujan
Dengan adanya perubahan karakter ini, WMO menggarisbawahi pentingnya peringatan dini yang akurat dan tindakan dini yang terkoordinasi untuk mengurangi jatuhnya korban. ”Lebih penting dari sebelumnya bahwa kita meningkatkan tindakan pada sistem peringatan dini untuk membangun ketahanan terhadap risiko iklim saat ini dan masa depan di komunitas yang rentan,” kata Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas.