Aktris Prilly Latuconsina hadir menjadi dosen tamu di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Di balik acara ini, terselip harapan ihwal program Praktisi Mengajar yang digagas Kemendikbudristek.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
Aktris Prilly Latuconsina hadir menjadi dosen tamu di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Kamis (29/9/2022). Dalam kesempatan itu, Prilly membagikan cerita di belakang layar terkait industri selebritas yang telah dikenalnya sejak usia 13 tahun. Di balik acara ini, terselip harapan ihwal program Praktisi Mengajar yang digagas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Kehadiran Prilly untuk mengajar merupakan bagian dari keikutsertaannya dalam program Praktisi Mengajar. Melalui program itu, Prilly mengajar para mahasiswa yang mengikuti kelas Kajian Selebritas di Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM selama dua jam. Kajian Selebritas merupakan mata kuliah unggulan untuk peminatan Media Entertainment di Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM.
”Di Departemen Ilmu Komunikasi, kami punya empat peminatan, yakni Public Relation, Advertising, Jurnalisme, dan Media Entertainment, yang tergolong paling baru,” kata Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM Lidwina Mutia, Kamis siang.
Mutia menuturkan, dalam peminatan Media Entertainment, para mahasiswa diajak mempelajari berbagai hal terkait industri hiburan, misalnya film, musik, gim, dan industri selebritas. Selain itu, mahasiswa yang mengambil peminatan tersebut juga diajak belajar mengenai audiens dan fans dalam industri hiburan.
Menurut Mutia, berbagai hal terkait industri hiburan tersebut dikaji dari perspektif ilmu komunikasi. Dengan begitu, para mahasiswa diharapkan bisa memiliki pemahaman yang lebih komprehensif dan kritis mengenai aneka produk yang dihasilkan oleh industri hiburan.
”Kami melihat bagaimana industri bekerja, siapa aktornya, bagaimana karakteristik audiensnya sehingga teman-teman mahasiswa setelah mengambil mata kuliah bisa melihat berbagai macam produk media entertainment dalam perspektif yang lebih luas. Tidak sekadar sebagai konsumen yang menonton, tetapi juga kritis terhadap berbagai konten media entertainment,” ungkap Mutia.
Salah seorang dosen pengampu mata kuliah Kajian Selebritas, Mashita Phitaloka, mengatakan, kehadiran Prilly Latuconsina penting untuk memberi gambaran yang lebih riil kepada para mahasiswa mengenai dunia selebritas. Mashita juga menilai, Prilly mampu menyampaikan secara baik mengenai berbagai fenomena dalam dunia selebritas.
”Kak Prilly adalah sosok yang tepat karena beliau sanggup menyampaikan fenomena dan mengabstraksinya ke dalam konsep-konsep. Tadi saya rasa teman-teman mendapat penjelasan yang sangat komprehensif dari Kak Prilly,” tutur Mashita.
Dalam program Praktisi Mengajar, Prilly mengikuti kolaborasi jangka pendek. Oleh karena itu, dia akan mengajar dalam dua pertemuan. Setelah pertemuan pertama pada Kamis ini, pertemuan kedua rencananya dilaksanakan pada Oktober.
Belakang layar
Prilly mengaku senang bisa diberi kesempatan mengajar di Departemen Ilmu Komunikasi UGM. Dia menyebut, proses mengajar yang dijalaninya berlangsung menyenangkan karena para mahasiswa sangat fokus mengikuti kuliah dan aktif bertanya.
Dalam kuliah tersebut, Prilly mengaku bercerita tentang proses yang dilalui seseorang hingga akhirnya bisa menjadi selebritas. Dia berharap apa yang disampaikannya itu bisa memperluas perspektif para mahasiswa.
”Senang sekali saya bisa membagikan ilmu untuk mereka dan memperluas perspektif. Kajiannya tadi bukan hanya soal teori, tetapi saya juga bercerita pengalaman di belakang layar bagaimana seorang tokoh melewati proses selebrifikasi atau melewati indikator-indikator untuk mempunyai status selebritas,” kata Prilly.
Saat mengajar, Prilly juga mengaku memberikan contoh-contoh kasus yang terjadi dalam dunia selebritas. Salah satu yang disinggungnya adalah mengapa seorang public figure atau selebritas memilih diam saat terjadi sebuah kasus.
”Dari perspektif public figure, saya mencoba menggali kenapa ya public figure itu diam. Jadi, benar-benar mengkaji bagaimana seorang public figure atau tokoh yang berstatus selebritas itu bertindak di depan publik. Itu, kan, dalam sekali,” tutur aktris berusia 25 tahun tersebut.
Selain itu, Prilly juga mengaku mendapat pertanyaan tentang personal branding. Hal ini karena personal branding merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses seseorang menjadi selebritas.
”Kajian Selebritas itu membahas proses satu tokoh mempunyai status selebritas dan itu tidak lepas dari personal branding. Kebetulan saya sudah ada di industri ini dari umur 13 tahun, jadi pembahasannya cukup sesuai dengan apa yang saya alami selama berkarier,” katanya.
Prilly menuturkan, saat mengajar di Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM, dirinya ikut belajar dari pertanyaan-pertanyaan para mahasiswa. Prilly juga mengaku mengikuti program Praktisi Mengajar setelah mendaftar secara formal melalui website serta mengirimkan dokumen yang diperlukan, termasuk curriculum vitae.
”Untuk bisa berada di sini, tidak ada privelege (hak istimewa) Prilly Latuconsina, ya. Saya daftar secara formal. Semoga ke depannya banyak praktisi lain yang juga ingin ikut program Praktisi Mengajar supaya bisa sharing (membagikan) pengalamannya dan berkolaborasi dengan perguruan tinggi,” katanya.
Wakil Rektor UGM Bidang Pendidikan dan Pengajaran Wening Udasmoro berharap para mahasiswa bisa memanfaatkan program Praktisi Mengajar. Sebab, program yang diluncurkan Kemendikbudristek pada 2022 itu bertujuan mengatasi problem kesenjangan antara keahlian lulusan perguruan tinggi dan kebutuhan dunia kerja.
Kebetulan saya sudah ada di industri ini dari umur 13 tahun, jadi pembahasannya cukup sesuai dengan apa yang saya alami selama berkarier
Problem kesenjangan itu perlu diatasi karena berdasarkan data Future of Jobs Report tahun 2020 dari World Economic Forum, relevansi kemampuan lulusan perguruan tinggi Indonesia dengan kebutuhan industri hanya sekitar 64 persen. Angka itu lebih rendah dibanding beberapa negara Asia lainnya, seperti Singapura yang sebesar 79 persen, China 73,6 persen, dan Arab Saudi 71,3 persen.
Oleh karena itu, program Praktisi Mengajar diharapkan bisa meningkatkan relevansi mata kuliah di perguruan tinggi dengan kebutuhan dunia kerja. Selain itu, diharapkan juga terjadi proses alih pengetahuan dan keahlian dari dunia kerja ke perguruan tinggi sehingga lulusan perguruan tinggi pun sudah siap memasuki dunia kerja.
”Manfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya, tanyakan apa yang ingin ditanyakan. Program seperti ini sangat baik untuk mempersiapkan mahasiswa menjadi alumni yang memiliki kepercayaan diri tinggi,” kata Wening.