Perkembangan ekosistem seni teater tergantung pada keterhubungan para pemangku kepentingan di dalamnya.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Perkembangan seni teater, khususnya di Jakarta, masih belum padu. Hal ini dikhawatirkan berpengaruh ke perkembangan dan keberlanjutan ekosistem seni teater di masa depan.
Hal tersebut mengemuka pada diskusi publik bertajuk “Notula Tetaer Jakarta: Menuju Musyawarah Kesenian Jakarta” pada Selasa (27/9/2022) malam. Diskusi diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) secara luring dan daring di kanal Youtube Dewan Kesenian Jakarta.
Menurut Ketua Komite Teater DKJ Bambang Prihadi, ada kekosongan generasi seniman teater di Jakarta. Tokoh-tokoh teater lama masih dijadikan referensi utama, sementara seniman dari generasi baru dinilai masih berupaya mendapat tempat di lanskap seni teater.
“Ada ruang yang membuat (seniman teater) tidak terhubung satu sama lain. Padahal, ada para pelaku teater memiliki potensi-potensi terbaik. Jika mereka tidak terhubung, maka tidak akan ada penguatan (di ekosistem teater),” kata Bambang.
Produser dan sutradara teater, Yudi Ahmad Tajudin, mengatakan, ia mengapresiasi tumbuhnya produksi karya-karya seni. Namun, hal ini tidak membuat ekosistem seni teater otomatis dikatakan tumbuh secara positif. Sebab, pertumbuhan itu masih sporadis.
“Baru bisa dikatakan bertumbuh jika ekosistemnya terbangun, yaitu ada lembaga-lembaga yang merawat pertumbuhan seniman, kelompok seni pun terjaga dan terbangun. Jika sporadis, maka (pertumbuhan seninya) akan datang dan pergi,” ujar Yudi.
Agar perkembangan seni teater terarah, ia merekomendasikan agar dukungan kepada pegiat teater dibagi dalam beberapa kelompok. Misalnya, dukungan bagi kelompok seniman muda atau seniman pendatang (emerging artist), kelompok seniman menengah atau yang sudah berkarya dalam jangka waktu tertentu, dan kelompok seniman mapan (etablished).
Menurutnya, jika bantuan bagi pegiat seni teater diklasifikasi, program-program yang dihasilkan pun akan beragam. Harapannya, bantuan atau program yang diberi jadi tepat sasaran dan sesuai kebutuhan.
Di sisi lain, anggota Komite Teater DKJ Nurul Susantono berpendapat bahwa seni teater mesti mulai dipandang sebagai produk ekonomi kreatif. Untuk itu, seniman perlu mempelajari manajemen teater karena hal ini berhubungan dengan pendanaan, promosi, hingga distribusi karya seni.
Pegiat seni teater didorong untuk mengikuti forum presentasi ide pertunjukan teater (pitching) ke calon sponsor atau investor. Pegiat seni teater juga didorong agar berani mengajukan anggaran yang mendukung kualitas pertunjukan.
“Saya ingin mengajak teman-teman teater untuk memandang karya seni teater sebagai produk ekonomi kreatif yang punya daya tawar tinggi ke mitra, sponsor, penonton, dan pihak lain,” kata Nurul.
Ada ruang yang membuat (seniman teater) tidak terhubung satu sama lain. Padahal, ada para pelaku teater memiliki potensi-potensi terbaik. Jika mereka tidak terhubung, maka tidak akan ada penguatan (di ekosistem teater)