Integrasi layanan kesehatan jiwa yang tersedia di masyarakat perlu dilakukan. Penguatan layanan pun perlu disertai dengan edukasi dan sosialisasi. Kesadaran masyarakat terkait kesehatan jiwa masih kurang.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Risiko terjadinya gangguan jiwa pada masyarakat selama masa pandemi Covid-19 mendorong banyak pihak untuk menyediakan layanan kesehatan jiwa. Meski begitu, layanan yang tersedia masih sporadis sehingga pelayanan yang diberikan tidak optimal.
Psikolog yang juga anggota dari Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Jaya Edward Andriyanto Sutardhio mengatakan, layanan telekonsultasi kesehatan jiwa yang merupakan inisiatif kelompok masyarakat serta pemerintah telah banyak tersedia di masyarakat. ”Layanan yang sudah terbentuk ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan, terutama pada layanan screening (penapisan). Integrasi pun perlu dilakukan sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat bisa lebih baik,” katanya dalam diskusi daring terkait pembahasan rekomendasi respons Covid-19 dalam kesehatan jiwa yang diikuti dari Jakarta, Jumat (9/9/2022).
Koordinator Layanan Dukungan Psikososial (LDP) Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) PP Muhammadiyah Ratna Yunita Setiyani Subardjo menambahkan, integrasi layanan kesehatan jiwa di masyarakat juga penting untuk memperkuat layanan yang diberikan. Banyaknya layanan kesehatan jiwa yang tersedia merupakan hal yang baik, tetapi di lain sisi itu membuat masyarakat bingung dalam memilih layanan yang dibutuhkan.
Menurut dia, kebutuhan masyarakat pada layanan kesehatan jiwa tidak berhenti setelah pandemi Covid-19 usai. Berbagai tantangan dan tekanan masih akan dihadapi di masa depan. Untuk itu, ketersediaan layanan yang berkelanjutan menjadi amat penting.
”Kita juga perlu memperkuat layanan tatap muka karena tidak semua layanan kesehatan bisa ditangani secara online. Semakin banyak layanan yang tersedia memang baik, tetapi perlu dipastikan berkualitas. Kita perlu saling bergandengan tangan untuk memperkuat layanan tersebut,” kata Ratna.
Layanan yang sudah terbentuk ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Itu terutama pada layanan screening (penapisan). Integrasi pun perlu dilakukan sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat bisa lebih baik.
Global Mental Health Advocate Into The Light Indonesia. Benny Prawira, mengatakan, peningkatan layanan kesehatan jiwa juga perlu disertai dengan peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat. Sebab, banyak masyarakat yang tidak mengetahui adanya layanan kesehatan jiwa di lingkungannya.
Hal itu terlihat dari Laporan Perilaku Penggunaan Kesehatan Mental di Indonesia yang diterbitkan oleh Into The Light pada September 2021. Setidaknya, tiga dari lima orang tidak tahu ada layanan kesehatan mental di wilayah tempat tinggalnya. Selain itu, tujuh dari sepuluh orang juga tidak tahu jika BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan dapat menanggung biaya akses dan pengobatan layanan kesehatan mental.
Padahal, layanan kesehatan jiwa saat ini sudah tersedia hampir di seluruh puskesmas di semua kota besar di Indonesia. Selain itu, peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat memanfaatkan kepesertaannya untuk layanan kesehatan jiwa, mulai dari biaya konsultasi hingga pengobatan untuk gangguan kejiwaan, seperti depresi dan gangguan bipolar. Layanan itu ditanggung dalam program JKN.
”Edukasi terkait adanya layanan kesehatan mental ini juga penting untuk dilakukan. Sebab, disayangkan sekali jika sudah tersedia layanannya, masyarakat tidak tahu kalau ada layanan itu,” ujar Benny.
Dalam paparannya, Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Vensya Sitohang menuturkan, tata laksana kesehatan jiwa di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Tantangan itu, antara lain, belum semua tenaga kesehatan di puskesmas terlatih untuk mendeteksi dini masalah kesehatan jiwa serta kompetensi tenaga kesehatan yang belum terstandar.
Selain itu, rumah sakit umum daerah (RSUD) di setiap daerah belum sepenuhnya memiliki standar pemeriksaan yang baik. Oleh karena itu, upaya sementara untuk mengatasi hal tersebut ialah melalui pemanfaatan teknologi. Selain memanfaatkan layanan di fasilitas kesehatan, masyarakat juga didorong untuk memanfaatkan layanan daring melalui telepon ataupun aplikasi.
”Perluasan implementasi layanan konseling psikologis juga dilakukan bersama organisasi profesi dan rumah sakit jiwa. Kami mendorong semua unit layanan kesehatan untuk memberikan layanan konseling psikologis secara daring,” ujarnya.