Nabi Muhammad SAW tidaklah kebal. Pada Perang Uhud, beliau terluka, berdarah, bahkan satu giginya patah. Pasukan Islam kalah. Momen ini melecut semangat para sahabat untuk memenangi perang-perang berikutnya.
Oleh
ILHAM KHOIRI
·6 menit baca
KOMPAS/ ILHAM KHOIRI
Bukit Pemanah di kawasan Jabal Uhud di pinggiran Kota Madinah, Arab Saudi, akhir Juli 2022. Bukit ini menjadi saksi kekalahan pasukan Islam dalam perang kedua melawan pasukan Quraisy dari Mekkah.
Di Madinah, Arab Saudi, terdapat banyak situs perang antara kaum Muslimin melawan kaum Quraisy. Salah satunya, Jabal Uhud. Di pegunungan ini, pasukan Islam kalah, bahkan Nabi Muhammad SAW terluka. Bagaimana ceritanya?
”Ini bukit pemanah atau jabal rumat. Kalau gunung lebih besar yang berderet memanjang di seberang sana, itu Jabal Uhud.” Setiawan Rusli, anggota Bimbingan Ibadah (Bimbad) Daerah Kerja Madinah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), menjelaskan seraya menunjuk gugusan gunung di pinggiran Madinah itu, akhir Juli 2022.
Kawasan perbukitan itu berjarak sekitar 13 kilometer dari pusat kota Madinah. Dengan lalu lintas yang cukup lancar, Media Center Haji (MCH) hanya memerlukan waktu sekitar 30 menit untuk mencapai lokasi situ. Begitu tiba, kami disambut banyak burung merpati beterbangan, menunggu kacang-kacangan yang biasa dikasih pengunjung.
Hari itu masih pagi, sekitar pukul 10.00 waktu Arab Saudi. Langit terang. Namun, suhu udara mulai menghangat, sekitar 33 derajat celsius. Angin bertiup sepoi-sepoi.
Kami langsung memanjat bukit pemanah. Tingginya sekitar 50 meter. Cukup mudah memanjat bukit karena banyak batu sebagai tatakan kaki. Begitu tiba di puncak, mata lebih plong memandang. Kota Madinah tampak di kejauhan. Di seberang, ada perbukitan Jabal Uhud lebih tinggi.
Di kaki Uhud dibangun masjid cukup besar. Namanya, Masjid Jami al-Syuhada. Disebut demikian karena rumah ibadah itu memang dibangun sebagai penghormatan atas para syuhada, atau para sahabat Nabi yang gugur dalam peperangan tersebut. Jenazah mereka dikebumikan tepat di dekat masjid.
Pemandangan Jabal Uhud di pinggiran Kota Madinah, Arab Saudi, akhir Juli 2022. Sebuah masjid, bernama Masjid Jami al-Syuhada, didirikan untuk mengenang para sahabat Nabi Muhammad SAW yang gugur dalam perang Uhud saat melawan pasukan Quraisy dari Mekkah.
Kecamuk perang
Menurut banyak literatur, Perang Uhud meletus pada tahun 3 Hijriah atau 625 Masehi. Persis setahun setelah Perang Badar, yang terjadi pada 2 Hijriah atau 624 Masehi. Kedua perang itu masih saling berhubungan. Bisa dibilang, Perang Uhud merupakan ajang balas dendam Quraisy Mekkah atas kekalahan mereka pada Perang Badar.
Di Gunung Uhud, umat Islam berusaha mempertahankan Madinah dengan mengandalkan sekitar 1.000 pasukan. Namun, di tengah jalan, sekitar 300 orang di bawah pimpinan Abdullah bin Ubay membelot. Dari pihak lawan, Quraisy Mekkah datang menyerbu dengan sekitar 3.000 pasukan. Mereka terdiri dari pasukan berkuda, naik unta, jalan kaki, dan pemanah.
Sebagaimana Perang Badar, pasukan Islam dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Kaum Quraisy dipimpin dua pemuda, Khalid bin Walid dan Ikrimah bin Abu Jahal. Ayah Ikrimah, Abu Jahal Amr bin Hisyam, tewas dalam Perang Badar sehingga dia memiliki motivasi balas dendam yang kuat.
Nabi Muhammad memiliki strategi jelas. Dengan jumlah pasukan lebih sedikit, beliau menempatkan 50 anggota pasukan pemanah di bawah kepemimpinan Abdullah bin Jubair untuk menempati Bukit Rumat. Dari posisi atas, pasukan ini diminta menyerang musuh yang datang dari Mekkah. Mereka diminta tetap di pos penting itu, apa pun yang terjadi.
Perang pun mulai berkecamuk. Pada awalnya, strategi itu berjalan baik. Pasukan pemanah berhasil menghalau musuh. Meski jumlahnya lebih banyak, pasukan Quraisy terdesak. Sebagian dari mereka bahkan lari dari lokasi perang dengan meninggalkan harta benda.
Gelagat itu ditangkap oleh sebagian pasukan pemanah Madinah sebagai tanda kemenangan. Dari 50 pemanah, sebanyak 40 orang turun bukit untuk mengambil harta benda yang ditinggalkan(ghonimah) oleh pasukan Quraisy. Abdullah bin Jubair berusaha menahan mereka, tetapi tidak digubris. Hanya 10 pemanah, termasuk Jubair, yang bertahan di atas bukit itu.
Benar saja. Rupanya pergerakan mundur itu semacam tipuan dari pemimpin perang pasukan Quraisy. Saat sebagian besar pemanah turun gunung, Khalid bin Walid memimpin banyak tentaranya untuk memutar, menyelinap, dan kemudian menyerang balik ke Bukit Rumat. Tinggal hanya 10 orang, semua pemanah Madinah itu pun gugur.
Dari atas bukit, pasukan Quraisy melontarkan hujan anak panah. Mereka lantas bergegas melanjutkan laju serangan ke bawah. Kaget dan panik dengan perubahan itu, pasukan Madinah terjepit. Banyak sahabat Nabi gugur.
Beredar desas-desus, Nabi telah gugur. Moral pasukan Quraisy semakin melejit. Pada kenyataannya, Nabi Muhammad memang terluka. Gigi beliau tanggal, bibir bawahnya robek, mengalirkan darah. ”Nabi masih hidup dan dilarikan ke salah satu celah di Gunung Uhud,” kata Setiawan Rusli.
Meski tak melihat langsung jenazah Nabi, pasukan Quraisy tidak melanjutkan perang. Mereka ragu antara terus mencari Nabi atau menyerang Madinah. Sebagian lagi masih trauma dengan kekalahan pada Perang Badar. Mereka memekikkan kemenangan, lantas kembali ke Mekkah.
Sebuah masjid didirikan di Jabal Uhud di pinggiran Kota Madinah, Arab Saudi, untuk mengenang perjuangan para sahabat Nabi Muhammad SAW yang gugur dalam Perang Uhud. Masjid itu ramai dikunjungi para peziarah, sebagaimana terlihat pada akhir Juli 2022.
Para ”syuhada”
Menurut beberapa sumber, dalam Perang Uhud, jumlah syuhada (pasukan yang gugur atau syahid) dari pasukan Madinah mencapai 70 orang. Mereka adalah sahabat Nabi. Sementara dari pasukan Quraisy hanya 20 orang.
Di atara para syuhada itu adalah Hamzah bin Abul Muthalib, Mush'ab bin Umair, Abdullah bin Jahsy, Abdullah Ibn Jubair, Anas bin An-Nadhr, dan Hanzhalah ibn Amir. Mereka kemudian dimakamkan di kaki Gunung Uhud.
Pemakaman itu berada di dekat Masjid al-Syuhada. Seorang penjaga makam menjelaskan dengan rinci keistimewaan para sahabat Nabi yang gugur. Salah satunya, Hanzhalah ibn Amir. Malam sebelum perang, dia menikah. Atas izin Nabi, dia bermalam di rumah istrinya.
Pagi hari, mendengar panggilan perang, Hanzalah serta-merta pakai baju, mengambil pedang, dan bergegas ke medan laga. Dia belum sempat mandi alias masih junub, dan kemudian gugur.
Saat jenazahnya diangkat, badannya basah, seperti baru saja dimandikan. Beberapa riwayat menyebut, almarhum dimandikan malaikat (ghissil al-malaikat).
Satu lagi, kisah Anas bin An-Nadhr. Saat gugur dalam perang, sekujur badan sahabat Nabi itu terluka parah oleh banyak hujaman panah, sabetan pedang, ataupun tusukan tombak sehingga sulit dikenali. Namun, saudara perempuannya dapat menandai bahwa itu jenazahnya.
”Ada tanda khusus dalam jari tangan itu yang dikenali saudara perempuannya,” kata penjaga makam.
Makam para syuhada itu berupa hamparan tanah merah yang luas dan dibatasi pagar tinggi. Tak ada nisan dengan nama-nama tertentu. Namun, kisah mereka tercatat dalam banyak buku sejarah. Umat Islam selalu mengenang pengorbanan mereka.
Senin siang itu, banyak peziarah dari berbagai negara yang berdiri diam di depan makam. Dengan khusyuk, mereka mendoakan para sahabat itu agar masuk surga indah Allah. ”Salamun alaikum jamian,” salam untuk kalian semua. Begitu sapaan yang terdengar dari mulut para peziarah yang baru tiba.
Saat siang semakin terik, kami bergeser kembali ke kota Madinah. Sambil jalan, terlihat gugusan Gunung Uhud yang berdiri kokoh di belakang. Gunung itu menjadi saksi bahwa pasukan Islam di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW juga pernah kalah perang. Nabi pun tidak kebal, bahkan terluka dalam perang itu.
Namun, setelah peristiwa itu, umat Islam di Madinah mengevaluasi diri dan bangkit kembali. Mereka berkomitmen untuk lebih menaati strategi yang ditetapkan Nabi. Perang-perang berikutnya pun dapat dimenangi. Pada akhirnya, Nabi Muhammad bersama umat Islam menaklukkan Mekkah dalam satu gerakan yang disebut sebagai ”Fathu Makkah”.
Segerombolan burung merpati tengah berkerumun di kaki Bukit Pemanag di kawasan Jabal Uhud di pinggiran kota Madinah, Arab Saudi, akhir Juli 2022. Burung-burung itu menunggu kacang yang biasa dibagikan oleh para peziarah,