Pemerintah memesan 2.000 dosis vaksin buatan Bavarian Nordic untuk penanganan cacar monyet. Pemanfaatannya menunggu izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan serta pihak terkait lainnya.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyebaran cacar monyet terus terjadi di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Agar risiko penularan bisa diantisipasi dengan baik, vaksinasi menjadi salah satu strategi yang perlu disiapkan dalam penanganan cacar monyet.
Ketua Satuan Tugas Cacar Monyet Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Hanny Nilasari di Jakarta, Kamis (1/9/2022), menyampaikan, edukasi dan sosialisasi mengenai cacar monyet perlu lebih masif dilakukan di masyarakat. Pemahaman yang baik pada masyarakat dan tenaga kesehatan sangat penting dalam upaya deteksi dini kasus.
”Gejala paling utama adalah demam. Ada 62 persen kasus ditemukan dengan gejala demam. Selain itu, gejala lain seperti pembengkakan kelenjar getah bening, lemas, letih, nyeri otot, serta muncul lesi di kulit dan mukosa,” katanya.
Hanny mengatakan, saat ini tidak ada pengobatan yang spesifik untuk pasien cacar monyet. Obat yang diberikan sesuai dengan gejala yang muncul. Vaksinasi untuk cacar monyet bisa diberikan, tetapi belum bisa diberikan secara massal.
Ia menyampaikan, PB IDI kini menyiapkan rekomendasi pemberian vaksinasi untuk penanganan cacar monyet. Rekomendasi ini terkait dengan jenis vaksin yang dinilai terbaik untuk diberikan kepada masyarakat.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 30 Agustus 2022, tercatat ada satu kasus terkonfirmasi positif cacar monyet di Indonesia. Sebanyak empat kasus suspek masih dalam pemeriksaan. Adapun 41 kasus lain yang sebelumnya diduga cacar monyet telah terbukti bukan tertular cacar monyet sehingga sudah masuk kategori discarded.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Rabu (31/8/2022) menuturkan, pemerintah menyiapkan sejumlah strategi penanganan cacar monyet di Indonesia. Strategi tersebut meliputi upaya deteksi, terapeutik, vaksinasi, dan protokol kesehatan.
Pemerintah telah menyiapkan sejumlah strategi dalam penanganan cacar monyet di Indonesia. Strategi tersebut meliputi, upaya deteksi, terapeutik, vaksinasi, dan protokol kesehatan.
Efektivitas vaksin
Terkait dengan upaya vaksinasi, Budi mengatakan, Indonesia telah memesan 2.000 dosis vaksin buatan Bavarian Nordic. ”Kita sudah memesan vaksin dibantu dengan KBRI Denmark karena ini adalah vaksin yang dibuat di (negara) sana,” ucapnya.
Menurut dia, perlindungan terhadap penularan cacar monyet melalui vaksinasi sebenarnya sudah didapatkan pada masyarakat yang lahir sebelum 1980. Sebelum tahun tersebut, seluruh penduduk masih mendapatkan vaksin secara rutin untuk smallpox. Namun, sejak eradikasi smallpox ditetapkan pada tahun 1980, pemberian vaksin itu dihentikan.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Penny K Lukito memaparkan, saat ini vaksin yang tersedia di Indonesia, yaitu vaksin jenis Varicella, untuk penanganan cacar air atau chickenpox. Sementara vaksin yang direkomendasikan di luar negeri untuk penanganan cacar monyet adalah vaksin smallpox dan vaksin monkeypox.
Vaksin monkeypox yang sudah dikembangkan saat ini adalah vaksin Jynneos atau vaksin Imvanex untuk usia dewasa. Vaksin ini sudah mendapatkan izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (US FDA), Badan Pengawas Obat Eropa (EMA), dan Lembaga Administrasi Alat Terapeutik (TGA) Australia.
Sementara itu, vaksin smallpox yang sudah beredar di luar negeri adalah vaksin generasi pertama (Dryvax), vaksin generasi kedua (ACAM1000 dan ACAM2000), serta vaksin ketiga (Imvanex/Imvamune produksi Bavarian Nordic dan LC16m8 produksi Kaketsuken, Jepang).
”Badan POM bisa memberikan akses terhadap vaksin-vaksin tersebut dengan berbagai alternatif untuk percepatan aksesnya apabila akan diadakan vaksin tersebut di Indonesia,” tutur Penny.
Terdapat tiga skema yang ditawarkan oleh Badan POM untuk ketersediaan vaksin cacar monyet di Indonesia. Pertama, skema expanded access (perluasan akses) dengan uji klinik. Penggunaan skema uji klinik ini dilakukan untuk vaksin yang masih dalam riset dengan memantau subyek yang kemudian dilakukan pengukuran respons imun terhadap cacar monyet.
Kedua, skema pemberian izin penggunaan darurat (EUA). Skema ini sama dengan yang digunakan untuk penggunaan vaksin Covid-19. Syaratnya harus ada pernyataan kondisi darurat atau emergensi secara resmi dari pemerintah, dilakukan oleh industri farmasi dengan menyertakan data aspek khasiat, keamanan, dan mutu, serta produk sudah disetujui di beberapa negara dengan sistem regulatori yang baik.
Ketiga, melalui skema akses spesial (SAS). Skema ini dapat diterapkan pada produk vaksin yang sudah disetujui di negara lain dengan sistem regulatori yang baik. Vaksin yang digunakan pun jumlahnya terbatas dan dikendalikan oleh program kesehatan, yaitu Kementerian Kesehatan.
”Terkait dengan vaksin smallpox sudah terbukti 85 persen efektif untuk mencegah cacar monyet. Namun, di sejumlah negara, penggunaannya melalui mekanisme expanded access uji klinik,” ujar Penny.
Direktur Utama PT Biofarma (Persero) Honesti Basyir menambahkan, komunikasi telah dilakukan dengan beberapa produsen vaksin cacar monyet di negara lain. Pengembangan vaksin cacar monyet dalam negeri juga diupayakan. Identifikasi mitra pengembang vaksin cacar monyet masih dilakukan.
”Kami juga siap jika kami mendapat penugasan dari pemerintah dalam pelaksanaan vaksinasi dalam penanganan monkeypox. Namun, memang kami masih menunggu arahan lebih lanjut dari Kementerian Kesehatan,” katanya.