Perangi Pencemaran Plastik di Indonesia, Pemuda Perancis Raih Penghargaan Ramon Magsaysay
Empat orang dari beragam latar belakang meraih penghargaan Ramon Magsaysay 2022. Satu di antaranya Gary Bencheghib (27), pemuda asal Perancis yang memerangi pencemaran sampah plastik di Indonesia.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Empat orang dari beragam latar belakang meraih penghargaan Ramon Magsaysay 2022. Satu di antaranya Gary Bencheghib (27), pemuda asal Perancis yang memerangi pencemaran sampah plastik di Indonesia.
Tiga penerima penghargaan lainnya adalah Sotheara Chhim, Tadashi Hattori, dan Bernadette Madrid. Chhim adalah psikiater asal Kamboja yang membantu memulihkan kesehatan mental penyintas kekejaman Khmer Merah.
Hattori merupakan dokter asal Jepang dengan misi kemanusiaan menyediakan operasi mata secara gratis di Vietnam. Sementara Madrid bergerak dalam mengadvokasi perlindungan anak di Filipina.
Gary terlibat dalam upaya mengatasi pencemaran sampah di sejumlah lokasi, seperti Sungai Citarum di Jawa Barat dan perairan Bali. Dua tahun lalu, ia mendirikan Sungai Watch, gerakan publik yang fokus dalam melestarikan sungai di Bali dengan membersihkan sampah.
Ketua Ramon Magsaysay Award Foundation Aurelio R Montinola III mengatakan, pihaknya memberikan penghargaan kepada Gary untuk kategori Emergent Leadership atas upayanya menangani pencemaran plastik di Indonesia. ”Menjadi contoh luar biasa dari kepemimpinan yang melampaui usianya dan batas,” ujarnya dalam pengumuman penghargaan secara daring, Rabu (31/8/2022).
Polusi plastik menjadi masalah lokal dan global dalam pencemaran laut. Sampah plastik berasal dari darat yang mengalir melalui sungai.
Pada 2017, Gary dan timnya mendokumentasikan perjalanan dengan kayak berbahan botol plastik saat menyusuri Sungai Citarum yang tercemar berat. Video perjalanan itu menarik minat publik untuk mendorong merehabilitasi sungai terpanjang di Jabar itu.
Menurut Montinola, upaya Gary menjadi contoh cemerlang bagi kaum muda dan dunia. Indonesia adalah penyumbang polusi plastik laut terbesar di dunia setelah China.
Gary menyaksikan pengumuman penghargaan itu secara daring dari Bali. ”Saya mengikutinya bersama keluarga di Bali. Kami sangat bangga dan merasa terhormat atas kepercayaan ini,” ujarnya.
Upaya Gary menjadi contoh cemerlang bagi kaum muda dan dunia. Indonesia adalah penyumbang polusi plastik laut terbesar di dunia setelah China.
Gary baru berusia 14 tahun ketika dia dan saudara perempuannya, Kelly, dan saudara laki-lakinya, Sam, memulai pembersihan pantai. Kegiatan ini menghasilkan konten multimedia untuk edukasi tentang polusi plastik dan pelestarian lingkungan.
Laki-laki kelahiran Perancis, 23 Oktober 1994, tersebut merupakan lulusan jurusan pembuatan film di Akademi Film New York, Amerika Serikat, pada 2014. Ia pernah menjelajahi saluran air yang tercemar di Kota New York.
Dokumentasi video perjalanan menyusuri sungai bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan. Video itu diunggah di media sosial serta platform lainnya dan telah ditonton jutaan kali.
Di Bali, Gary membentuk Sungai Watch pada 2020. Gerakan ini beroperasi di sejumlah daerah, seperti Kabupaten Badung, Kabupaten Tabanan, dan Kota Denpasar.
Ada sekitar 1.000 sukarelawan yang bergabung dengan Sungai Watch untuk membersihkan sungai. Kebanyakan dari mereka adalah generasi muda berusia 16-28 tahun. Gary melakukan sosialisasi sampai ke desa-desa, mendekati para pemuda dan pemudi, kemudian mengajak mereka bergabung untuk menjaga sungai (Kompas, 20/8/2021).
Penghargaan Ramon Magsaysay diberikan sejak 1957 kepada individu atau kelompok yang dianggap unggul di bidang masing-masing. Penghargaan ini sering disebut sebagai ”Nobel versi Asia”.
Nama penghargaan diambil dari nama Presiden Filipina yang tewas dalam kecelakaan pesawat pada 1957. Ramon dikenang sebagai pemimpin yang membawa Filipina ke era keemasan dengan iklim demokrasi lebih baik.
Presiden Ramon Magsaysay Award Foundation Susan Afan mengatakan, penghargaan tersebut telah diberikan kepada lebih dari 300 individu dan organisasi. Penghargaan dirancang untuk menghormati kebesaran semangat yang ditunjukkan dalam pelayanan kepada orang-orang Asia, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau agama.
Penghargaan dirancang untuk menghormati kebesaran semangat yang ditunjukkan dalam pelayanan kepada orang-orang Asia, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau agama.
”Para penerima penghargaan mempunyai spirit yang luar biasa dalam pelayanan dan menawarkan solusi bagi masyarakat,” katanya.
Berdasarkan situs resmi Ramon Magsaysay, sebelumnya terdapat 28 individu dan organisasi dari Indonesia pernah menerima penghargaan itu dalam berbagai kategori. Mereka, antara lain, Watchdoc Documentary Maker Komisi Pemberantasan Korupsi (2013), Ahmad Syafii Maarif (2008), sastrawan Pramoedya Ananta Toer (1995), dan Presiden Indonesia keempat Abdurrahman Wahid (1993).