”(Waktu itu) air sungai warnanya hitam dan baunya buruk sekali. Kadang kami terhalang sampah plastik sehingga tidak bisa lewat. Itu sebuah refleksi untuk satu sungai di Indonesia. Ada beberapa sungai yang kondisinya darurat,” kata Gary saat diwawancara secara daring, Jumat (6/8/2021).
Perjalanan itu tidak mudah. Selain harus berkutat dengan bau menyengat dan panas matahari, risiko kesehatan juga dipertaruhkan kalau-kalau mereka jatuh ke sungai. Sang adik, Sam, sempat nyemplung ke sungai karena perahunya terbalik. Ia gatal-gatal selama beberapa hari setelahnya.
Gary beruntung karena tidak jatuh ke Sungai Citarum. Namun, keberuntungan tidak berpihak padanya saat ia nyemplung di kawasan Pantai Bahagia. Ia kemudian sakit selama beberapa waktu. ”Bagian itu tidak terlalu bahagia,” katanya terkekeh.
Penjelajahan kakak-beradik itu didokumentasikan melalui Make A Change, platform dan gerakan berbasis lingkungan yang dibentuk Gary, Sam, dan kakak mereka, Kelly, pada 2009. Kegiatan itu mendapat perhatian publik.
Media massa pun ikut menyorot ini. Pada akhirnya, petualangan Gary dan Sam di salah satu sungai paling tercemar itu mendapat perhatian pemerintah. Program revitaisasi Sungai Citarum digiatkan. Sejumlah target ditetapkan agar sungai bersih kembali.
Sungai Citarum kala itu tercemar oleh sampah rumah tangga, limbah industri, hingga limbah ternak. Kompas pada 2017 mencatat, ada sekitar 1.500 ton sampah yang dibuang ke Sungai Citarum setiap hari.
Sampah di permukaan Sungai Citarum kini berkurang, tetapi masih ada sampah domestik yang mencemari sungai. Sampah kerap menumpuk, terutama setiap hujan lebat (Kompas.id, 10/2/2020).
Penjelajahan di Sungai Citarum terinspirasi dari penjelajahan Gary sebelumnya di Sungai Mississippi, Amerika Serikat, pada 2016. Ia bersama lima teman mengarungi sungai selama dua bulan dengan kapal dari 800 botol plastik. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran publik soal isu lingkungan.
Bagi Gary, pengalaman turun langsung ke sungai dan merasakan setiap sensasi dengan pancaindera telah mengubah hidupnya. Pencemaran sungai nyata dan berdampak buruk buat manusia. Semangat untuk menjaga lingkungan pun semakin nyata.
Masa kecil
Panggilan untuk menjaga lingkungan sebenarnya muncul sejak lama. Saat kecil, Gary sudah terbiasa dengan alam. Saat masih tinggal di Paris, Perancis, ia dan keluarganya selalu ke rumah di perdesaan setiap akhir pekan. Rumah itu dekat dengan hutan, tempat Gary dan saudara-saudaranya bermain.
”Kami membuat dunia imajinasi kami sendiri. Kami membuat benteng dari daun-daun kering, juga istana pasir,” ucapnya.
Perspektifnya soal alam berubah saat ia liburan ke Bali ketika masih anak-anak. Ia melihat alam yang asri di Pulau Dewata. Kepeduliannya pada lingkungan tumbuh setelah mengalami keindahan alam.
Pada usia sembilan tahun, Gary sekeluarga pindah ke Bali. Rumahnya tidak jauh dari pantai sehingga ia bisa setiap hari bermain ke sana. Kegiatan itu masih dilakukan hingga dia dewasa.
”Setiap musim hujan, ada sampah datang ke pantai dekat rumah saya. Waktu itu saya masih 14 tahun. Saya Cuma bisa menangis,” kata Gary. Ia menggambarkan kondisi itu sebagai plastic apocalypse alias kiamat sampah plastik.
Pengalaman tersebut mendorong Gary dan saudara-saudarinya untuk membersihkan pantai setiap akhir pekan. Mereka juga mengajak teman sebanyak-banyaknya untuk bergabung. Seiring berjalannya waktu, kegiatan mereka menjadi gerakan lingkungan yang melibatkan banyak orang.
Setelah beberapa kali bersih-bersih pantai, sampah masih saja berhamburan di pantai. Artinya, sampah tidak berasal dari pantai atau laut. Ada sumber lain. Setelah melakukan riset, Gary menemukan bahwa sebagian besar sampah di laut terbawa dari sungai. Fokus pembersihan sampah kemudian digeser dari pantai ke sungai.
Sungai Watch
Hal ini mendorong Gary membuat Sungai Watch pada 2020. Sungai Watch adalah gerakan publik yang fokus untuk kelestarian sungai di Bali dengan membersihkan sampah. Hingga kini, Sungai Watch baru beroperasi di Kabupaten Badung, Kabupaten Tabanan, dan Kota Denpasar. Gary bermimpi untuk memperluas cakupan gerakannya hingga ke seluruh wilayah Bali.
Ada sekitar 1.000 relawan yang bergabung dengan Sungai Watch untuk membersihkan sungai. Kebanyakan dari mereka adalah generasi muda berusia 16-28 tahun. Gary melakukan sosialisasi hingga ke desa-desa, mendekati para pemuda dan pemudi, kemudian mengajak mereka bergabung untuk menjaga sungai. Menurut Gary, sungai yang lestari adalah kebanggaan Bali sehingga setiap warga perlu terlibat.
Pengalaman turun ke sungai ia yakini bisa mengubah perspektif seseorang terhadap alam. Sebab, mereka punya kesempatan berinteraksi langsung dengan sungai, melihat sampah, dan merasakan kotornya sungai yang tercemar. Pengalaman ini diharapkan menggugah orang untuk lebih peduli dengan lingkugan.
Namun, turun ke sungai dan membersihkan sampah bersama-sama bisa jadi tidak ada habisnya. Sampah akan terus ada. Itu sebabnya Sungai Watch bersiasat dengan memasang jaring sampah. Sejak Oktober 2020 hingga kini, ada 84 jaring terpasang di sungai-sungai di Badung, Tabanan, dan Denpasar.
Jaring tersebut hasil kerja sama Sungai Watch dengan sejumlah pihak yang peduli lingkungan, termasuk perusahaan. Kerja sama dengan pemerintah daerah juga dijalin.
”Target kami memasang 100 jaring. Mungkin kami bisa mencapai itu dalam sebulan,” kata Gary.
Lebih jauh, Gary berambisi memasang jaring sampah di sungai-sungai seluruh Bali pada 2025. Ia dan pemuda-pemudi Bali berharap menjadi pelindung sungai di Indonesia. ”Jika kita percaya pada sesuatu, lakukanlah. Kami sangat berharap bisa mencapai target ini. Kami ada waktu tiga tahun untuk itu,” ucapnya.
Gary kini bukan lagi anak 14 tahun yang menangis saat melihat sampah di pantai. Menurut dia, menangis tidak akan mengubah keadaan. Gerakan sekecil apa pun adalah solusi bagi lingkungan. Setelah sembuh dari Covid-19, Gary akan langsung tancap gas memasang jaring-jaring sampah.
Obrolan siang itu ditutup sambil merapal doa agar mimpi-mimpinya soal lingkungan tercapai. Saatnya mengakhiri sesi wawancara dan membiarkan ia istirahat. ”I actually have massive headache as you speak. But, I’m positive we can get through this. It’s just a matter of time,” katanya.
Gary Bencheghib:
Tempat dan tanggal lahir: Perancis, 23 Oktober 1994
Pendidikan: New York Film Academy (lulus pada 2014)
Pengalaman:
- Pendiri Make A Change di Bali, Indonesia (2009)
- Pendiri dan Direktur Kreatif Make A Change Pte Ltd di Singapura (2019)
- Pendiri Sungai Watch di Bali (2020)
Penghargaan:
- Outstanding Achievement dari The Bali Ball (2012)
- Global Teen Leader dari We Are Family Foundation (2011)