Mendikbud: Toleransi dan Keberagaman Disuarakan dari Dunia Pendidikan
Menteri Nadiem Makarim mendorong agar toleransi dan keberagaman disuarakan dari dunia pendidikan. Intoleransi adalah satu dari tiga ”dosa” dunia pendidikan saat ini. Dua lainnya adalah kekerasan seksual dan perundungan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mendorong agar toleransi dan keberagaman disuarakan dari sekolah dan perguruan tinggi. Sekolah Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda, Medan, Sumatera Utara, menjadi salah satu contoh sekolah yang melaksanakan keberagaman.
”Saya luar biasa senang dan bahagia datang ke Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM) ini. Untuk pertama kali saya melihat masjid, gereja, wihara, dan pura berada di dalam satu sekolah, tempat ibadahnya di satu tempat,” kata Nadiem saat peletakan batu pertama gedung Universitas Satya Terra Bhinneka dan peresmian gedung SMK YPSIM, Kamis (25/8/2022).
Waktu pertama kali datang ke sekolah YPSIM, kata Nadiem, ia membagikan konten di media sosialnya tentang tempat ibadah dari berbagai agama yang berdampingan di dalam satu sekolah. Di sana juga dibangun Auditorium Bung Karno. Konten itu pun mendapat tanggapan yang cukup luas. ”Hampir semua komentar di Instagram saya itu menyebut, mengapa tidak semua sekolah bisa menghargai kebinekaan seperti di sini,” kata Nadiem.
Peresmian itu pun diisi dengan pertunjukan tarian kolosal, nyanyian, dan puisi yang semuanya bertema tentang persaudaraan dalam kebinekaan. Siswa-siswi SD, SMP, SMA, dan SMK di YPSIM itu pun mengenakan pakaian adat dari berbagai latar belakang budaya.
Nadiem pun mengapresiasi doa bersama dari lintas agama yang dilaksanakan dalam acara itu. Ia pun mendorong agar kegiatan doa bersama lintas agama bisa dimulai di dunia pendidikan dan pemerintahan.
”Saya terharu setiap kali mendengar doa lintas agama. Saya juga sering mempertanyakan kenapa di pemerintahan, sekolah, dan perguruan tinggi enggak seperti ini,” kata Nadiem.
Nadiem menyebut, semangat kebinekaan dan toleransi sudah dimulai di sejumlah sekolah di banyak daerah di Tanah Air. Gerakan itu pun diharapkan semakin meluas untuk melawan intoleransi yang juga mulai tumbuh di sekolah.
Menurut dia, intoleransi menjadi satu dari tiga ”dosa” dunia pendidikan saat ini. Dua lainnya adalah kekerasan seksual dan perundungan. Kemendikbud pun berfokus untuk menekan ”dosa” dunia pendidikan tersebut.
Intoleransi menjadi satu dari tiga ”dosa ” dunia pendidikan saat ini. Dua lainnya adalah kekerasan seksual dan perundungan. (Nadiem Anwar Makarim)
Menurut Nadiem, semangat kebinekaan dan toleransi di dunia pendidikan adalah wujud penerapan nilai-nilai Pancasila di sekolah. Ia juga mengapresiasi kegiatan kesenian yang dilaksanakan di sekolah itu. Menurut dia, salah satu indikator dari kualitas sekolah adalah seberapa besar jumlah anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan ekstrakurikuler.
Pendiri YPSIM yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Sofyan Tan, mengatakan, YPSIM dibangun dalam dua semangat utama, yakni untuk membangun keberagaman di dunia pendidikan dan menghapus kemiskinan.
Karena itu, siswa-siswinya berasal dari berbagai latar belakang agama dan suku dari keluarga ekonomi menengah ke bawah. Sekolah itu diharapkan bisa menghasilkan generasi yang penuh dengan toleransi dan penghargaan terhadap setiap insan.
”Sekolah ini kami bangun 35 tahun lalu dengan jumlah siswa 171 orang, sekarang siswanya sudah lebih dari 3.900 orang,” kata Sofyan.
Sofyan mengatakan, dunia pendidikan tidak bisa hanya menghasilkan lulusan yang siap bekerja, tetapi juga harus memiliki nilai kebangsaan yang tinggi, yang mampu mengimplementasikan Pancasila di dalam kehidupannya sehari-hari. ”Orang pintar harus toleransi. Orang pintar harus membangun bangsa ini,” kata Sofyan.
Muhammad Rizqi Haq, siswa kelas XII SMA YPSIM, mengatakan, ia bergaul dengan berbagai latar belakang agama dan suku di sekolahnya. Ia pun bersyukur mendapat pengurangan uang sekolah dari program subsidi silang dan donatur sekolah. ”Saya sekolah di sini sejak SD dan sejak awal diajarkan untuk berteman dengan siapa saja tanpa membeda-bedakan,” kata Rizqi.