Kesenjangan Jender dan Pemberdayaan Perempuan Jadi Perhatian
Perempuan menghadapi aneka macam masalah saat pandemi Covid-19. Selain dampak ekonomi dan sosial, kekerasan dan beban kerja yang lebih berat juga membayangi para perempuan di Indonesia dan global.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
SONYA HELLEN SINOMBOR
Ketua Umum Konferensi Tingkat Menteri G20 tentang Pemberdayaan Perempuan (G20 Ministerial Conference on Women’s Empowerment/MCWE) Lenny N Rosalin pada konferensi pers menjelang G20 MCWE di Denpasar, Bali, Selasa (22/8/2022). Lenny yang juga Deputi Kesetaraan Gender (KG), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyampaikan MCWE akan berlangsung pada Rabu (24/8/2022) hingga Kamis (25/8/2022) Nusa Dua, Bali.
DENPASAR, KOMPAS — Keketuaan Indonesia di kelompok 20 negara berperekonomian terbesar dunia atau G20 menjadi momentum untuk memperkuat komitmen kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan. Sebab, selama pandemi Covid-19 yang berlangsung lebih dari dua tahun, perempuan merasakan dampak yang tidak proporsional bila dibandingkan dengan laki-laki.
Selain berdampak ekonomi dan sosial pada perempuan, termasuk pemutusan hubungan kerja, pengurangan jam kerja, dan meningkatnya kerentanan terhadap diskriminasi dan kekerasan, pandemi juga mengintensifkan pekerjaan perawatan tidak berbayar (unpaid care work), dan beban rumah tangga pada perempuan.
Karena itu, menjelang pertemuan puncak pertemuan G20, Indonesia menggelar Konferensi Tingkat Menteri G20 tentang Pemberdayaan Perempuan (G20 Ministerial Conference on Women’s Empowerment/MCWE) di Nusa Dua, Bali, mulai Rabu (24/8/2022) hingga Kamis (25/8/2022).
Konferensi yang merupakan kelanjutan dari G20 MCWE pada Presidensi G20 Italia 2022 akan dihadiri Presiden Joko Widodo dan diiikuti 20 negara anggota G20 serta enam negara undangan.
Kami berharap pertemuan dua hari ke depan dapat mendorong berkembangnya dialog terkait kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan dalam kerangka G20 dengan membahas isu-isu kritis yang akan mempersempit kesenjangan jender, dan mewujudkan pemberdayaan perempuan di 20 ekonomi terbesar dunia. (Lenny N Rosalin)
Lenny yang juga Deputi Kesetaraan Gender (KG) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyatakan, konferensi G20 MCWE yang mengangkat tema ”Recover Together, Recover Stronger to Close Gender Gap” mengusung tiga isu utama terkait isu kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan akibat krisis pandemi Covid-19.
Ketiga isu utama tersebut, yakni Aspek Ekonomi dari Perawatan Pasca Covid-19: Peluang yang Hilang di Pasar Tenaga Kerja; Menutup Kesenjangan Jender Digital: Partisipasi Perempuan dalam Ekonomi Digital dan Pekerjaan Masa Depan; dan Kewirausahaan Perempuan: Percepatan Kesetaraan dan Percepatan Pemulihan.
”Pertemuan tersebut juga diharapkan akan memastikan upaya memperkuat pengarusutamaan kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan melalui policy notes yang meliputi pendidikan, kesehatan, pekerjaan, transisi energi, ekonomi digital, iklim, dan lingkungan yang berkelanjutan,” ujar Lenny.
Selain Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati, sejumlah menteri perempuan dalam G20, di antaranya Australia, Uni Eropa, India, Inggris, Singapura, Kamboja, dan Fiji, akan hadir secara langsung dalam pertemuan G20 MCWE 2022 di Bali.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia saat hadir dalam Konferensi Tingkat Menteri G20 tentang Pemberdayaan Perempuan (G20 Ministerial Conference on Women’s Empowerment) yang dilaksanakan secara hibrid dari Santa Margherita Ligure, Italia, Kamis (26/8/2021). Menteri PPPA hadir secara daring dari Jakarta.
Konferensi Tingkat Menteri G20 tentang Pemberdayaan Perempuan tersebut diharapkan dapat mengidentifikasi dan menangkap lanskap global, tren masa depan, dan lintasan negara-negara anggota G20 pada isu-isu pemberdayaan perempuan. Tiga isu prioritas yang disoroti meliputi ekonomi perawatan, kesenjangan jender digital, dan perempuan di usaha kecil dan menengah.
Misalnya di bidang wirausaha, dari UN Women 2020, pengusaha perempuan kehilangan pekerjaan yang lebih tinggi daripada rekan laki-laki mereka selama pandemi. Di Eropa dan Asia Tengah, perempuan yang kehilangan pekerjaan mencapai 25 persen dan 21 persen.
Di Indonesia sendiri, sekitar 50 persen pemilik kewirausahaan adalah perempuan. UMKM di Indonesia berkontribusi pada 60 persen produk domestik bruto serta menyerap 97 persen dari tenaga kerja.
Selain itu, konferensi diharapkan memperluas diskusi dengan pemangku kepentingan G20, meliputi pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, akademisi, pakar pembangunan, dan lainnya. Mereka membahas tentang bagaimana meningkatkan isu-isu pemberdayaan perempuan dengan fokus pada tiga isu, sekaligus mengidentifikasi peluang, tantangan dan kolaborasi yang diperlukan di masa depan.
”Akan ada sesi berbagi praktik baik dan pembelajaran negara-negara anggota G20 dalam isu-isu pemberdayaan perempuan terkait dengan tiga topik diskusi, termasuk memberikan titik aksi untuk pengembangan pendekatan adaptif untuk mendukung kebijakan pemberdayaan perempuan pasca-Covid-19,” papar Lenny.
Lahirkan terobosan
Ketua Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriyani berharap pertemuan G20 MCWE akan melahirkan sejumlah terobosan yang menguatkan fondasi keberpihakan negara pada pemajuan hak-hak perempuan, baik secara mandiri di negara masing-masing maupun melalui kerja sama lintas negara.
Direktur Institut Lingkaran Pendidikan Alternatif (KAPAL) Perempuan Misiyah juga berharap penguatan kapasitas perempuan terkait ekonomi digital sangat penting. Sebab, hal tersebut akan mengintegrasikan ekonomi perempuan dalam sistem digital sehingga dapat mendekatkan pada akses pasar yang lebih luas dan melintas batas.
SONYA HELLEN SINOMBOR
Seorang perempuan perajin tenun dari Sumba, NTT, hadir meramaikan Konferensi Tingkat Menteri G20 tentang Pemberdayaan Perempuan (G20 Ministerial Conference on Women’s Empowerment/MCWE) di Denpasar, Bali, Selasa (22/8/2022).
Akan tetapi, ekonomi digital mensyaratkan kesetaraan akses terhadap teknologi dan internet berkecepatan tinggi. Prasyarat tersebut menjadi sumber ketimpangan terutama bagi pelaku ekonomi perempuan akar rumput yang belum memiliki akses.
”Pelaku ekonomi perempuan akar rumput yang ada di daerah terpencil seharusnya diberikan perhatian khusus. Untuk itu penting mengagendakan infrastruktur komunikasi di wilayah tersebut agar ketimpangan ekonomi perempuan tidak semakin menajam,” ujar Misiyah.