Kewaspadaan penularan cacar monyet di Indonesia perlu diperkuat. Risiko penularan cukup besar dengan tingkat mobilitas pelaku perjalanan luar negeri yang tinggi dari negara terjangkit.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski belum ada laporan kasus cacar monyet di Indonesia, kewaspadaan terutama dalam upaya surveilans perlu diperkuat. Risiko masuknya kasus cacar monyet di Tanah Air amat tinggi, terutama dari pelaku perjalanan dari negara terjangkit.
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Iwan Ariawan, mengatakan, kasus cacar monyet telah dilaporkan di 83 negara dengan 76 negara yang sebelumnya tidak ada riwayat cacar monyet dan tujuh negara dengan riwayat cacar monyet. Setidaknya tercatat ada 25.931 kasus cacar monyet di dunia.
”Ini harus jadi peringatan untuk kita. Risiko masuknya kasus cacar monyet ke Indonesia cukup tinggi apabila melihat kunjungan wisata dari negara dengan temuan kasus cacar monyet. Tren pelaku perjalanan luar negeri juga meningkat drastis terutama pada beberapa negara dengan kasus cacar monyet,” katanya di Jakarta, Kamis (4/8/2022).
Oleh sebab itu, Iwan menuturkan, upaya penapisan di pintu masuk negara harus diperketat. Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan apabila ditemukan pelaku perjalanan yang mengalami gejala cacar monyet.
Risiko masuknya kasus cacar monyet ke Indonesia cukup tinggi apabila melihat kunjungan wisata dari negara dengan temuan kasus cacar monyet.
Selain itu, bentuk kewaspadaan lain yang juga penting untuk diperhatikan, yakni pada upaya surveilans dan pemeriksaan cepat. Penularan lokal bisa saja sudah terjadi karena mobilitas masyarakat yang cukup tinggi. Petugas kesehatan perlu cepat mengenal tanda dan gejala dari masyarakat yang dicurigai dengan gejala cacar monyet.
”Jika sudah ada kasus penularan, itu berisiko untuk cepat meluas. Melalui identifikasi dan pemeriksaan yang cepat, kasus bisa segera ditangani sehingga tidak menyebar semakin luas dan bisa dikendalikan,” tuturnya.
Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi yang juga mantan Direktur Penyakit Menular WHO Wilayah Asia Tenggara (SEARO) Tjandra Yoga Aditama menyampaikan, kesiapan dalam perawatan pasien cacar monyet pun perlu dipastikan sejak dini. Sekalipun tingkat kematian rendah, risiko perburukan tetap ada.
Ia mengatakan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan pemberian vaksin pada seseorang yang tertular cacar monyet. Namun, pemberian ini hanya untuk kelompok dengan risiko tinggi, seperti tenaga kesehatan, pekerja laboratorium, dan pelaku seksual dengan banyak pasangan (multiple sexual partners). Pemberian vaksin belum direkomendasikan untuk diberikan secara massal.
Terdapat sejumlah vaksin yang telah mendapatkan persetujuan untuk penanganan cacar monyet, yakni vaksin cacar (smallpox) MVA-BN yang telah mendapatkan persetujuan di Kanada, Uni Eropa, dan AS serta vaksin LC16 dan ACAM2000. Meski begitu, penelitian lebih lanjut tetap diperlukan untuk memastikan efektivitas vaksin tersebut untuk melawan cacar monyet dan dosis tepat yang harus diberikan.
”Dari data global, kasus yang dilaporkan paling banyak ditemukan pada LSL (laki-laki seks dengan laki-laki), adanya transmisi seksual, kasus dengan HIV positif, dan baru pada kasus dengan riwayat perjalanan luar negeri. Hal ini menandakan kasus bisa saja sudah ada di masyarakat yang tidak ada riwayat perjalanan ke luar negeri,” kata Tjandra.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu menuturkan, pemerintah telah melakukan sejumlah upaya mengantisipasi penularan cacar monyet di Indonesia. Pengawasan di pintu masuk negara telah diperkuat melalui penapisan pada pelaku perjalanan yang dicurigai dengan gejala cacar monyet.
Sosialisasi lebih gencar dilakukan di masyarakat agar pemahaman mengenai penularan dan gejala dari cacar monyet bisa lebih baik. Untuk deteksi kasus pun diperkuat dengan menambah jumlah laboratorium rujukan pemeriksaan cacar monyet. Saat ini sudah ada 10 laboratorium pemeriksaan yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan spesimen terkait kasus cacar monyet.
”Kami juga sudah siapkan logistik termasuk obat. Kami sudah pesan obat antiretroviral dan vaksin yang sudah diidentifikasi dapat digunakan untuk pasien cacar monyet. Kami suda minta ke WHO untuk disiapkan,” tutur Maxi.
Ia menambahkan, hingga saat ini belum ada kasus terkonfirmasi positif cacar monyet yang dilaporkan di Indonesia. Sebelumnya sudah ada sembilan kasus suspek, tetapi setelah diperiksa dengan pemeriksaan PCR menunjukkan hasil negatif.
Sementara itu, satu kasus suspek lain yang baru dilaporkan di Pati, Jawa Tengah, hingga kini masih menunggu hasil pemeriksaan. Hasil pemeriksaan dengan spesimen dari orofaring menunjukkan hasil negatif.
”Tapi untuk memastikan kami minta sampel lagi yang diambil dari lesi cairan kulit. Spesimen itu baru dikirim hari ini sehingga hasil kemungkinan baru besok keluar,” katanya.