Buku yang Diterbitkan Kemendikbudristek Keliru Menjelaskan Trinitas, PGI Minta Segera Ditarik
Konten buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang diterbitkan Kemendikbudristek keliru menjelaskan doktrin Trinitas. PGI menilai kesalahan itu sangat fatal dan meminta agar buku itu segera ditarik dari peredaran.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konten buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang diterbitkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada 2021 keliru menjelaskan doktrin Trinitas dalam agama Kristen Protestan dan Katolik. Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menilai kesalahan itu sangat fatal dan meminta agar buku tersebut segera ditarik dari peredaran.
Buku untuk SMP kelas VII itu diterbitkan pada 2021. Di dalamnya terdapat konten yang menjelaskan Tuhan agama Kristen Protestan adalah Allah, Bunda Maria, dan Yesus Kristus sebagai tiga yang tunggal atau Trinitas. Narasi serupa juga disertakan pada penjelasan agama Katolik.
”Kesalahan ini fatal sekali. Penjelasannya keliru dan ngawur,” ujar Kepala Humas PGI Jeirry Sumampow di Jakarta, Selasa (26/7/2022).
PGI telah mengirimkan surat keberatan kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim, Selasa sore. PGI meminta buku tersebut ditarik dari peredaran. Sekolah-sekolah yang sudah menggunakan buku itu juga harus diberi penjelasan mengenai kesalahan tersebut.
”Buku itu harus ditarik agar dampaknya pada siswa akibat membaca konten yang salah tidak makin masif. Selama belum ada buku pengganti, buku itu bisa dipakai, tetapi hanya guru yang memegangnya,” jelasnya.
Jeirry mengatakan, pihaknya sangat menyesalkan kesalahan konten doktrin Trinitas tersebut. Menurut dia, proses perencanaan, penyusunan, pengeditan, dan penerbitan buku, baik oleh penulis maupun Kemendikbudristek, patut dipertanyakan.
Kesalahan ini fatal sekali. Penjelasannya keliru dan ngawur. (Jeirry Sumampow)
”Mengapa Kemendikbudristek tidak belajar dari kesalahan seperti ini? Apa susahnya meminta penulis dari agama tersebut (yang dijelaskan dalam buku) supaya lebih terjamin validasinya. Penjelasan ini (Trinitas) simpel. Tidak perlu ahli agama, cukup warga jemaat,” katanya.
PGI menyarankan kepada Kemendikbudristek agar muatan kurikulum terkait Pancasila dan Kewarganegaraan sebaiknya dibebaskan dari tafsir agama. Oleh sebab itu, buku-buku pegangan tidak memasuki dogma atau ajaran mengingat beragamnya denominasi di kalangan umat beragama.
Kalaupun harus menjelaskan tentang agama, disarankan cukup menyebutkan sejarah ringkas dan aspek nilai-nilai etikanya. PGI pun mengusulkan agar lembaga dan otoritas resmi keagamaan turut dilibatkan dalam menelisik draf materi pelajaran tentang agama sebelum tahap finalisasi untuk diterbitkan.
”Kemendikbudristek perlu mengklarifikasi secara umum. Setelah itu, kirim penjelasan ke sekolah-sekolah yang telah menggunakan buku itu. Selanjutnya, menarik buku dari siswa. Semoga kesalahan ini tidak berulang,” ucapnya.
Kekeliruan penjelasan Trinitas dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan mendapat banyak kritik, termasuk melalui media sosial. Salah satu desakan yang mengemuka adalah agar buku itu segera ditarik dan direvisi.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo menjelaskan, pihaknya mengapresiasi masukan, saran, dan koreksi untuk perbaikan berkelanjutan terkait buku pendidikan. Pusat Perbukuan Kemendikbudristek tengah mengkaji dan menindaklanjuti masukan itu dengan memperbaiki penjelasan tentang Trinitas dalam agama Kristen Protestan dan Katolik.
”Dalam proses melakukan perbaikan, Pusat Perbukuan Kemendikbudristek akan melibatkan pakar dari Konferensi Waligereja Indonesia dan PGI,” sebutnya melalui aplikasi pesan.
Pencetakan dihentikan
Buku yang saat ini beredar dengan format elektronik tengah ditarik dan akan segera diganti dengan edisi revisi. Sementara proses pencetakan buku versi lama telah dihentikan.
”Pencetakan selanjutnya akan menggunakan edisi revisi. Kami juga akan segera mengedarkan suplemen perbaikannya bagi yang sudah menerima buku,” katanya.
Akan tetapi, Anindito belum dapat memastikan jangka waktu revisi dan pengedaran suplemen perbaikan itu. Ia menambahkan, semangat buku itu sebenarnya untuk mengenalkan keberagaman agama.
”Akan tetapi, ada kekeliruan mendasar yang harus diperbaiki terkait penjelasan tentang konsep Trinitas,” ucapnya.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Indonesia (AGPPKnI) Satriwan Salim mengatakan, buku yang dikeluarkan Kemendikbudristek tersebut merupakan buku teks utama. Merujuk Permendikbudristek Nomor 25 Tahun 2022 tentang Penilaian Buku Pendidikan, buku teks utama berarti buku pelajaran yang wajib digunakan dalam pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku dan disediakan oleh pemerintah pusat tanpa dipungut biaya.
Satriwan menambahkan, keberadaan buku teks ini sangat vital dan determinatif terhadap terselenggaranya proses pembelajaran dengan baik. Buku teks menjadi salah satu bahan ajar yang akan selalu dirujuk siswa dan guru.
”Kami berharap buku teks utama ini dibuat secara profesional, baik dari segi konten maupun tata letak. Kami minta buku teks PPKN SMP/MTS kelas VII yang bermasalah segera ditarik dari sekolah-sekolah yang menggunakan Kurikulum Merdeka,” ujarnya.
Menurut Satriwan, buku tersebut juga sudah sangat layak direvisi. Sebab, buku itu dinilai tidak mengikuti perkembangan terbaru kebijakan capaian pembelajaran di Kurikulum Merdeka yang dikeluarkan BSKAP Kemendikbudristek.
”Buku teks Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kelas VII yang bermasalah itu masih menggunakan kebijakan capaian pembelajaran 2021 yang lama. Jadi, sudah tidak sesuai dengan kebijakan capaian pembelajaran Kurikulum Merdeka termutakhir. Untuk apa dipertahankan? Kasihan anak-anak dan guru belajar dari buku yang sudah tak relevan,” kata Satriwan. (ELN)