Digitalisasi penanganan tengkes dapat menjadi salah satu upaya untuk mempercepat capaian target penurunan tengkes di Indonesia. Namun, keterbatasan jaringan internet dan layanan komunikasi masih menjadi kendala.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Target penurunan angka tengkes hingga di bawah 14 persen harus dicapai dalam waktu dua tahun. Karena itu, berbagai langkah percepatan dilakukan untuk mencapai target tersebut, salah satunya melalui digitalisasi penanganan tengkes.
Deputi Bidang Advokasi Penggerakan dan Informasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sukaryo Teguh Santoso, di Jakarta, Rabu (20/7/2022), menuturkan, merujuk pada data survei status gizi di Indonesia, prevalensi tengkes atau stunting pada 2021 sebesar 24,4 persen. Itu artinya target penurunan tengkes pada 2024 cukup ambisius.
”Berbagai hal telah dilakukan oleh berbagai pihak sebagai upaya untuk menurunkan prevalensi stunting tersebut. Angka prevalensi memang sudah menurun, tetapi diperlukan percepatan dalam pencapaian target tersebut,” katanya.
Menurut Sukaryo, pemahaman mengenai tengkes harus terus disosialisasikan sampai ke unit terkecil di masyarakat, yakni keluarga. Masyarakat harus paham bahwa tengkes merupakan persoalan serius yang bisa terjadi pada setiap anggota keluarga.
Tengkes merupakan kondisi gagal tumbuh kembang pada anak yang disebabkan gangguan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan. Kondisi ini dapat berdampak buruk pada anak di masa depan. Anak yang mengalami tengkes tidak hanya memiliki tinggi badan tidak optimal, tetapi juga memiliki tingkat kecerdasan yang kurang baik.
Angka prevalensi memang sudah menurun, tetapi diperlukan percepatan dalam pencapaian target tersebut. (Sukaryo Teguh Santoso)
Sukaryo menyampaikan, pemerintah telah berupaya mempercepat penanganan tengkes melalui beberapa strategi, antara lain melalui program pendampingan keluarga yang berisiko tengkes. Data terkait keluarga berisiko tengkes sudah dilakukan meliputi remaja, calon pengantin, calon pasangan usia subur, ibu hamil, ibu menyusui, keluarga dengan anak usia di bawah dua tahun, dan pasangan usia subur.
”Saat ini sudah dibentuk lebih kurang 200.000 tim pendamping keluarga yang terdiri dari bidan, kader KB, dan PKK. Jadi, lebih kurang ada 600.000 personel yang terlibat. Tim ini yang bertugas untuk mendampingi dan melaporkan perkembangan dari keluarga berisiko stunting tersebut,” tuturnya.
Digitalisasi
Dalam pelaporan, Sukaryo menuturkan, akan menggunakan aplikasi khusus yang sudah dibentuk, yakni aplikasi Elektronik Siap Nikah Siap Hamil (Elsimil). Pemanfaatan aplikasi ini merupakan bagian dari digitalisasi penanganan tengkes.
Setidaknya per April 2022, sebanyak 65.833 calon pengantin sudah terdata dalam aplikasi tersebut. Dari jumlah itu ditemukan 22 persen calon pengantin perempuan mengalami anemia dan 18 persen calon pengantin perempuan mempunyai lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm. Kondisi ini merupakan faktor risiko dari kematian ibu dan anak serta risiko melahirkan anak dengan tengkes.
Untuk itu, pendampingan secara intensif pada kelompok berisiko tersebut akan dilakukan. Tim pendamping akan melaporkan perkembangan dari hasil pemantauan dan pendampingan secara berkala. Selain Itu, tim pendamping juga melakukan verifikasi dan validasi data keluarga secara langsung (real time) melalui aplikasi Elsimil.
”Namun, persoalannya saat ini kita dihadapkan dengan kendala sinyal. Di sejumlah daerah, gangguan pada jaringan internet sering terjadi. Untuk itu sangat diperlukan jalan keluar agar pendampingan dapat berjalan baik dan lancar, terutama terkait dengan masalah jaringan internet dan layanan telekomunikasi,” ucapnya.
Sukaryo menyampaikan, hal tersebut pula yang akhirnya mendorong kerja sama antara BKKBN dengan Telkomsel. Sebagai penyedia jasa telekomunikasi, Telkomsel diharapkan dapat mendukung perluasan akses jaringan internet di masyarakat. Dengan begitu, upaya digitalisasi penanganan tengkes pun bisa semakin baik.
Vice President Area Account Management Telkomsel Samuel Pasaribu berharap kerja sama yang dilakukan antara BKKBN dan Telkomsel bisa mendukung capaian prevalensi tengkes pada 2024. ”Harapannya kerja sama ini bisa diteruskan sehingga bisa mendukung terciptanya SDM yang unggul di Indonesia,” tuturnya.