Inovasi Penanganan Tengkes Berbasis Digital Terus Dikembangkan
Riwayat kesehatan anak harus terus terpantau, baik kondisi mendasar seperti panjang dan berat badan serta kondisi lainnya. Inovasi agar terus dilakukan di tengah keterbatasan akses di masa pandemi Covid-19.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
Kompas/Priyombodo
Anak balita mendapat imunisasi dari petugas kesehatan di Posyandu Bougenvile, Larangan Selatan, Kota Tangerang, Banten, Sabtu (11/1/2020). Pemeriksaan kesehatan, tumbuh kembang anak balita, serta pemberian imunisasi dilakukan secara berkala sebulan sekali. Posyandu merupakan garda terdepan pelayanan kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia, termasuk penanggulangan tengkes (stunting).
JAKARTA, KOMPAS — Layanan kesehatan yang terkendala selama masa pandemi membuat upaya penanganan tengkes tidak optimal. Dikhawatirkan, jumlah anak yang mengalami tengkes meningkat. Karena itu, berbagai inovasi harus dilakukan, di antaranya dengan memanfaatkan teknologi digital.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, kunjungan masyarakat ke posyandu menurun selama pandemi Covid-19. Hal ini dinilai wajar karena tidak sedikit layanan yang ditutup untuk mencegah penularan Covid-19. Sebagian orangtua juga masih khawatir jika membawa anaknya ke luar rumah.
”Sementara, pemerintah tetap harus memantau riwayat kesehatan anak, baik terkait panjang dan berat badan maupun kondisi lainnya. Karena itu, kita harus berinovasi agar pemantauan ini tetap berjalan. Pemanfaatan teknologi informasi pun menjadi keniscayaan,” ujarnya dalam acara penandatanganan nota kesepahaman antara BKKBN dan Tanoto Foundation yang diikuti secara virtual dari Jakarta, Kamis (20/5/2021).
Hasto menuturkan, BKKBN kini tengah menginisiasi keberadaan Posyandu Digital. Dalam pelayanannya, posyandu ini akan memanfaatkan teknologi digital dalam memantau tumbuh kembang anak di wilayahnya.
Orangtua dapat menggunakan aplikasi khusus yang terintegrasi dengan posyandu untuk melaporkan kondisi anaknya, terutama terkait antropometri seperti tinggi badan, berat badan, serta lingkar kepala. Pendataan ini bertujuan untuk memantau status gizi dari anak.
Kompas/Priyombodo
Bayi ditimbang di Posyandu Bougenvile, Larangan Selatan, Kota Tangerang, Banten, Sabtu (11/1/2020). Pemeriksaan kesehatan, tumbuh kembang anak balita, serta pemberian imunisasi dilakukan secara berkala sebulan sekali. Posyandu merupakan garda terdepan pelayanan kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia, termasuk penanggulangan tengkes (stunting).
Setelah data tersebut diterima oleh posyandu, analisis akan dilakukan untuk menilai kondisi setiap anak. Setelah itu, konsultasi pun akan diberikan kepada orangtua sesuai dengan kondisi anak. Konsultasi akan dilakukan secara daring disertai dengan pemberian modul digital. Konsultasi ini diberikan secara gratis.
”Konsultasi ini juga akan dijalankan untuk pasangan yang akan menikah. Selain posyandu, puskemas juga akan digerakkan untuk menjalankan hal serupa. Dengan begitu, intervensi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia bisa dilakukan mulai dari hulu hingga hilir. Upaya ini harus cepat dan segera dilakukan,” tutur Hasto.
Inovasi yang dilakukan ini dinilai penting untuk mengejar target penurunan prevalensi tengkes di Indonesia. Pemerintah menargetkan prevalensi tengkes bisa turun menjadi 14 persen pada 2024. Data riset kesehatan dasar menunjukkan, prevalensi tengkes pada 2018 mencapai 30,8 persen dan berdasarkan hasil survei status gizi anak balita Indonesia sebesar 27,7 persen pada 2019.
Intervensi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia bisa dilakukan mulai dari hulu hingga hilir. Upaya ini harus cepat dan segera dilakukan.
Hasto menambahkan, semua pihak berperan untuk mendukung upaya percepatan penanganan tengkes. Itu termasuk pihak swasta serta lembaga swadaya masyarakat. Berbagai program yang sudah direncanakan akan disinergikan dengan kemampuan dari setiap pihak. Penempatan lingkup kerja pun akan disesuaikan.
Kompas
Suasana pemeriksaan anak balita di Posyandu Koi, Pamulang Timur, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (26/6/2019). Posyandu adalah garda terdepan pelayanan kesehatan bayi dan balita di Indonesia, termasuk penanggulangan tengkes (stunting). Secara nasional, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar, ada 30,8 persen anak berusia di bawah lima tahun (balita) mengalami tubuh pendek pada tahun 2018.
”Wilayah prioritas penanganan tengkes juga akan dibahas lebih lanjut. Kita akan melihat tidak hanya dari persentase angka tengkes di daerah, tetapi juga dilihat angka absolut dari anak yang mengalami tengkes,” katanya.
Head of Early Childhood Education and Development Tanoto Foundation Eddy Henry menuturkan, keterlibatan Tanoto Foundation dalam penanganan tengkes dilakukan melalui pendidikan pola asuh anak, khususnya melalui pengasuhan berbasis digital (digital parenting). Pola pengasuhan yang diajarkan diberikan secara holistik, mulai dari pemberian stimulasi motorik, kognitif, dan sosio-emosional pada anak, sampai pemantauan tumbuh kembang di setiap usia.
”Langkah ini diharapkan bisa mendukung upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang unggul di Indonesia. Tanoto pun sepakat untuk menjalin kerja sama dalam penanganan stunting dalam waktu lima tahun ke depan,” tuturnya.
Menurut Hasto, upaya penurunan angka tengkes juga termasuk pada upaya untuk menekan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Angka kematian bayi tercatat 24 kasus per 1.000 kelahiran bayi, sementara angka kematian ibu 305 per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah ini dinilai sangat tinggi jika dibandingkan dengan Singapura yang mencatat angka kematian ibu hanya 7 per 100.000 penduduk.
Kompas
Pemeriksaan anak balita di Posyandu Koi, Pamulang Timur, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (26/6/2019). Posyandu adalah garda terdepan pelayanan kesehatan bayi dan balita di Indonesia, termasuk penanggulangan tengkes (stunting). Secara nasional, menurut Riset Kesehatan Dasar, ada 30,8 persen anak berusia di bawah lima tahun (balita) mengalami tubuh pendek pada tahun 2018.
”Derajat kesehatan bangsa kita masih rendah karena kematian ibu dan bayi ini menjadi indikator penilaiannya. Pemenuhan gizi yang kurang menjadi faktor penyebabnya. Karena itu, kita harus bekerja keras membenahi pola pikir masyarakat agar perilaku yang dijalankan pun bisa berubah, termasuk pada pola makan masyarakat,” katanya.
Kematian ibu dan bayi
Secara terpisah, Ketua Kelompok Kerja Penurunan Angka Kematian Ibu (Pokja PAKI) Pengurus Pusat Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Dwiana Ocviyanti menyampaikan, 60 persen kematian ibu terjadi di rumah sakit rujukan. Karena itu, kesiapan rumah sakit dalam pelayanan obstetri neonatal emergensi komprehensif (PONEK) perlu ditingkatkan. Pelatihan tenaga kesehatan pun harus dilaksanakan dengan baik.
Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat POGI Budi Wiweko mengutarakan, angka seksio sesarea atau operasi sesar yang tinggi juga menjadi evaluasi dari para dokter obgyn atau dokter kandungan. Dari hasil audit klinik yang dilakukan POGI dan Kementerian Kesehatan pada 66 RS dan 1.920 rekam medik, indikasi terbanyak pada seksio sesarea yang disebabkan dari janin, antara lain karena ketuban pecah dini, ketidaksesuaian ukuran bayi dan rongga panggul (cephalopelvic disproportion), air ketuban sedikit (oligohidramnion), persalinan tidak maju, dan kelainan posisi atau presentasi bayi di jalan lahir.
KOMPAS/GREGORIUS MAGNUS FINESSO
Sejumlah ibu hamil mempraktikkan senam yoga khusus bagi ibu hamil di Pendopo Si Panji Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Minggu (11/10/2015). Yoga ibu hamil tersebut dilakukan di sela-sela peluncuran SMS Bunda di wilayah tersebut. SMS Bunda merupakan layanan informasi gratis tentang kesehatan ibu dan anak hingga 1.000 hari sejak awal masa kehamilan. Melalui informasi langsung kepada ibu hamil, diharapkan angka kematian ibu dan bayi dapat ditekan.
Sementara dari faktor ibu, penyebab seksio sesarea karena riwayat operasi seksio sesarea sebelumnya dan pre-eklampsia berat atau hipertensi dalam kehamilan. Dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sebanyak 19 persen persalinan dari total 4,8 juta persalinan di Indonesia dilakukan melalui seksio sesarea.
Data klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di rumah sakit menunjukkan, proporsi seksio sesarea kurang lebih 57 persen yang terdiri dari tingkat keparahan 1, 2, dan 3 sesuai dengan INA CBGs. Ketua Umum Pengurus Pusat POGI Ari Kusuma Januarto menilai, proporsi ini sudah sesuai dengan proses dan sistem rujukan layanan kesehatan di Indonesia yang menempatkan tindakan seksio sesarea hanya bisa dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dan rawat tingkat lanjut (FKRTL).
”Namun, kami terus melakukan instropeksi dan evaluasi diri untuk meningkatkan etik dan profesionalisme seluruh dokter spesialis kandungan di Indonesia. Kami mengajak semua pihak yang berkepentingan untuk duduk dan diskusi bersama mengkaji data yang ada sebelum mengeluarkan kebijakan penting bagi peningkatan kualitas layanan kesehatan ibu dan anak di Indonesia,” kata Ari.