Diagnosis Kanker Kolorektal melalui Pemeriksaan Berbasis PCR
PT Bio Farma meluncurkan kit diagnostik molekuler untuk kanker kolorektal, BioColoMelt-Dx. Kit ini dapat dimanfaatkan untuk diagnosis kanker kolorektal sebagai penunjang penentuan terapi yang lebih optimal.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
DEONISIA ARLINTA
Kit diagnostik molekuler untuk kanker kolorektal BioColoMelth-Dx yang diproduksi PT Bio Farma (Persero). Kit ini dapat digunakan untuk membantu diagnosis mutasi kanker yang lebih optimal pada pasien kanker kolorektal,
JAKARTA, KOMPAS — Diagnosis yang tepat amat dibutuhkan untuk menentukan terapi yang paling optimal bagi pasien kanker kolorektal. Melalui pemeriksaan molekuler berbasis polymerase chain reaction atau PCR, diagnosis kanker kolorektal tidak hanya lebih akurat, tetapi juga efisien.
Direktur Utama RS Kanker Dharmais Soeko W Nindito mengatakan, terapi yang diberikan kepada pasien kanker kolorektal, terutama yang menjalani kemoterapi, harus sesuai dengan mutasi gen penyebab kankernya. Untuk itu, pemeriksaan DNA perlu dilakukan untuk mengetahui profil mutasi kanker tersebut.
”Selama ini, pemeriksaan yang dilakukan harus melalui beberapa tahap sehingga membutuhkan waktu yang lama. Biaya yang dibutuhkan pun cukup besar hingga Rp 10 juta,” ujarnya dalam acara peluncuran kit diagnostik molekuler untuk kanker kolorektal produksi Bio Farma, Selasa (19/7/2022), di Jakarta.
Soeko menuturkan, dengan pemeriksaan berbasis PCR, hasil diagnosis bisa keluar hanya dalam satu hari dan biayanya bisa ditekan menjadi sekitar Rp 2 juta. Pemeriksaan ini juga dinilai lebih efisien dan efektif dalam diagnosis kanker kolorektal. Untuk itu, pemeriksaan berbasis molekuler diharapkan bisa dimanfaatkan secara luas di seluruh Indonesia.
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
Dokter Spesialis Radiologi dan Konsultan Radiologi Nuklir pada Rumah Sakit Gading Pluit, Jakarta Utara, Tjondro Setiawan, Sabtu (3/9), di RS Gading Pluit, sedang menganalisis citra dari PET/CT-scan terkait kondisi kanker usus besar pada seorang pasien yang sudah menyebar hingga hati. PET/CT-scan mendeteksi perubahan atau aktivitas sel di dalam tubuh dengan media warna, memudahkan dokter mendiagnosis kanker dan tingkat keparahannya.
BioColoMelt-Dx
PT Bio Farma (Persero) baru saja meluncurkan produk kit PCR dengan analisis high resolution melting (HRM) yang dinamakan BioColoMelt-Dx. Kit diagnostik molekuler ini digunakan untuk mendeteksi kelainan genetik pada pasien kanker kolorektal.
Produk ini merupakan hasil kolaborasi Bio Farma dengan PathGen. Kerja sama yang dilakukan dalam pengembangan dan penelitian produk ini sudah dilakukan sejak 2021. Validasi BioColoMelt-Dx telah dilakukan oleh sejumlah klinisi di beberapa rumah sakit nasional, seperti RS Kanker Dharmais, RS Umum Pusat dr Sardjito, dan RS Umum Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo.
Dari hasil penelitian diketahui alat ini memiliki tingkat akurasi lebih dari 95 persen. Saat ini, BioColoMelt-Dx telah mendapatkan izin edar Kementerian Kesehatan dengan Nomor Kemenkes RI AKD 20306220065.
Pendiri dan CEO PathGen, Susanti, yang juga penemu kit diagnostik molekuler untuk kanker kolorektal tersebut mengatakan, pemeriksaan dilakukan melalui proses ekstraksi jaringan tumor pasien kanker kolorektal. Jaringan ini bisa didapatkan dari hasil operasi atau biopsi. Setelah proses ekstraksi dilakukan, pengujian dilakukan melalui pemeriksaan PCR yang darinya kemudian profil dari mutasi gen penyebab kanker diketahui.
DOKUMENTASI PRIBADI
Dr Susanti
”Informasi mutasi gen tersebut nantinya dapat digunakan oleh dokter atau tenaga medis lainnya untuk menentukan jenis terapi yang paling optimal bagi pasien,” katanya.
Dengan pemeriksaan berbasis PCR, hasil diagnosis bisa keluar hanya dalam satu hari dan biayanya bisa ditekan menjadi sekitar Rp 2 juta.
Ia menambahkan, kit diagnostik molekuler yang dihasilkan tersebut juga dapat digunakan dalam penapisan adanya sindrom Lynch. Sindrom ini merupakan suatu kondisi yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengidap berbagai macam kanker akibat faktor genetik atau keturunan.
Dengan mengetahui adanya sindrom Lynch, keluarga pasien juga dapat memeriksakan diri sebagai upaya pencegahan dan deteksi dini. Jika ditemukan adanya risiko kanker, tata laksana bisa segera dilakukan untuk mencegah kondisi yang lebih parah.
Kanker kolorektal atau kanker usus besar menempati peringkat ketiga di dunia untuk jenis kanker yang paling banyak ditemukan. Data Globocan 2020 menyebutkan, setidaknya ada 35.000 pasien baru terdiagnosis kanker kolorektal di Indonesia dengan angka kematian mencapai 6,7 dari 100.000 kasus.
Dalam negeri
Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir menyebutkan, pengembangan lebih lanjut produk BioColoMelt-Dx akan dilakukan. Saat ini, tingkat komponen dalam negeri (TKDN) alat ini baru mencapai 50 persen.
DEONISIA ARLINTA
Pertumbuhan alat kesehatan dalam negeri
”Ditargetkan kita bisa menghasilkan primer produksi dalam negeri untuk kit ini. Dengan begitu, nilai TKDN bisa ditingkatkan lagi,” katanya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, penelitian dan pengembangan produk alat kesehatan buatan dalam negeri harus semakin didorong. Setidaknya 94 persen alat kesehatan di Indonesia pada 2019 berasal dari impor dengan nilai mencapai Rp 26 triliun. Di industri farmasi, sekitar 95 persen bahan baku juga didatangkan dari luar negeri.
”Indonesia memiliki kekayaan biodiversitas amat besar yang seharusnya bisa dimanfaatkan secara optimal. Peneliti-peneliti di Indonesia harus bisa melakukan lebih banyak penemuan, terutama di bidang kesehatan. Tentu ini membutuhkan dukungan tidak hanya dari perusahaan, tetapi juga ilmuwan dan regulasi,” ujarnya.