Optimisme Mewujudkan Kemandirian Sektor Kesehatan
Pemerintah berinisiatif memenuhi 30-50 persen kebutuhan obat darurat dari dalam negeri. Penguatan sistem kesehatan nasional sangat penting karena Indonesia memiliki 270 juta penduduk.
Tingkat ketergantungan Indonesia pada produk impor dari obat dan alat kesehatan amat tinggi. Sebanyak 90 persen bahan baku obat dan 88 persen alat kesehatan mesti didatangkan dari luar negeri.
Selama ini, kondisi tersebut tidak menjadi persoalan yang besar. Kebutuhan masyarakat tetap terpenuhi dengan baik. Namun, keberlanjutannya tidak bisa dipastikan.
Masalah muncul ketika pandemi terjadi. Semua negara berebut kebutuhan yang sama, sementara negara produsen menutup keran ekspor. Akibatnya, negara yang selama ini hanya mengimpor langsung kalang kabut.
Itu pula yang dialami oleh Indonesia. Kasus positif Covid-19 yang sempat melonjak pada pertengahan 2021 ini membuat kebutuhan obat dan alat kesehatan meningkat signifikan. Tidak bisa dihindari, stok obat dan alat kesehatan penunjang lainnya sempat kosong.
Antrean di toko obat mengular. Toko-toko yang selama ini menyediakan kebutuhan oksigen tutup karena kehabisan pasokan. Bahkan, pasokan oksigen di sejumlah rumah sakit sempat kritis. Jika ada pun harganya naik berkali-kali lipat.
Karena itulah, komitmen pemerintah untuk mewujudkan kemandirian di sektor kesehatan perlu diperkuat dan diimplementasikan dengan baik. Berbagai percepatan pun mutlak dilakukan untuk mendukung ketahanan pada sistem kesehatan nasional. Selain pemerintah, seluruh pihak terkait, seperti akademisi, organisasi profesi di bidang kesehatan, akademisi, dan masyarakat itu sendiri diharapkan bisa berkolaborasi bersama dalam mendukung upaya tersebut.
Baca juga : Jaga Momentum Percepatan Transformasi Sistem Kesehatan Nasional
Hal itu pula yang ditegaskan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam acara Health Business Gathering 2021 di Bali pada Jumat (3/12/2021). Dalam acara ini setidaknya 48 dokumen kerja sama dengan Kementerian Kesehatan dihasilkan yang terdiri dari 12 penandatanganan kerja sama dan 36 proyek, baik pada pihak dalam negeri maupun luar negeri.
Budi mengatakan, transformasi di bidang kesehatan akan menjadi prioritas pemerintah pada 2021-2024, termasuk transformasi ketahanan sistem kesehatan dan transformasi teknologi kesehatan. ”Jika kita tidak memiliki kapasitas produksi (obat dan alat kesehatan) yang kuat di negara yang memiliki lebih dari 270 juta penduduk ini, kondisi kita akan berbahaya. Karena itulah, pemerintah berinisiatif untuk setidaknya memenuhi 30-50 persen kebutuhan obat darurat dari dalam negeri,” tuturnya.
Pemerintah pun telah mengidentifikasi jenis-jenis vaksin, obat esensial, serta alat kesehatan yang menjadi prioritas pengembangan dalam negeri. Prioritas itu ditentukan berdasarkan nilai dan jumlah yang paling banyak dikonsumsi. Industri pun diharapkan bisa mendukung pencapaian tersebut. Sejumlah insentif akan diberikan pada industri yang berkomitmen untuk menyediakan prioritas yang telah ditetapkan pemerintah.
Prioritas produksi dalam negeri
Untuk produk vaksin, terdapat 14 jenis antigen yang paling banyak digunakan. Dari jumlah itu, setidaknya ada 6 antigen yang harus diimpor, seperti Japanese Encephalitis, Human Papillomavirus, Pneumococcal Vaccine,dan Rotavirus. Pengembangan jenis vaksin tersebut di dalam negeri diperlukan untuk mendukung kebutuhan vaksin program. Selain jenis vaksin, pemerintah juga mendorong adanya pengembangan teknologi vaksin baru.
Jika kita tidak memiliki kapasitas produksi (obat dan alat kesehatan) yang kuat di negara yang memiliki lebih dari 270 juta penduduk ini, kondisi kita akan berbahaya. Karena itulah, pemerintah berinisiatif untuk setidaknya memenuhi 30-50 persen kebutuhan obat darurat dari dalam negeri.
Saat ini, teknologi vaksin yang bisa dilakukan di Indonesia adalah vaksin berbasis vektor virus dan vaksin berbasis protein. Di masa depan diharapkan teknologi lain seperti vaksin berbasis adenovirus dan bebasis Nucleic acid (mRNA dan DNA) juga bisa dikembangkan.
Sejumlah produk bahan baku obat juga didorong untuk bisa diproduksi di dalam negeri. Ada enam bahan baku obat atau bahan farmasi aktif yang diidentifikasi, antara lain cefixime, amlodipine, candesartan, ceftriaxone, bisoprolol, dan lansoprazole. Terdapat pula tiga obat esensial yang masih diimpor, yakni produk yang berasal dari plasma, immunoglobulin, dan darah.
Baca juga : Mendorong Kemandirian Obat dan Vaksin
Budi mengatakan, Indonesia telah mampu memenuhi kebutuhan alat kesehatan yang dikonsumsi dalam jumlah besar. Namun, dari 10 jenis alat kesehatan tersebut, enam alat di antaranya memiliki nilai transaksi alat kesehatan dalam negeri (AKD) kurang dari 50 persen, seperti set alat infus, sarung tangan bedah, jarum suntik, dan kapas alkohol.
Sementara untuk alat kesehatan yang digunakan dengan harga yang paling tinggi, ada tiga jenis alat kesehatan yang masih sepenuhnya bergantung pada impor dan empat jenis alat kesehatan dengan kapasitas produksi dalam negeri yang belum mencukupi. Alat kesehatan tersebut adalah alat USG, alat monitor pasien dengan gangguan jantung, mobile x-ray, alat CT-scan, alat endoskopi, dan alat MRI.
Investasi
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Arianti Anaya menambahkan, kemandirian pada obat dan alat kesehatan memerlukan intervensi yang menyeluruh. Dukungan tidak bisa hanya sekadar pada pengembangan riset, tapi juga perlu penguatan pada investasi dan transfer teknologi. Kolaborasi pun menjadi kunci.
”Jadi kita mengundang investor untuk bisa masuk ke Indonesia. Kita juga dorong agar mereka (industri luar negeri) mau melakukan transfer teknologi dengan industri dalam negeri sehingga diharapkan ada lebih banyak industri farmasi yang dibangun di Indonesia,” tuturnya.
Strategi lain yang dilakukan adalah mengharuskan pengadaan pemerintah menggunakan produk dalam negeri. Produk yang sudah bisa disediakan di dalam negeri dilarang untuk diimpor. ”Inilah yang akhirnya membuat investor masuk untuk membangun kemandirian farmasi dan alat kesehatan,” tambah Arianti.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan, industri kesehatan menjadi salah satu prioritas dalam investasi. Infrastruktur pendukung pun terus dibangun sehingga distribusi dan kebutuhan lain bisa berjalan dengan baik.
Sekretaris Jenderal Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Randy Teguh menilai, ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk mendorong kemandirian alat kesehatan dalam negeri, yaitu melalui upaya joint venture (penggabungan dua perusahaan dari luar dan dalam negeri), transfer teknologi, dan memproduksi produk asli dalam negeri yang berasal dari inovasi peneliti dalam negeri.
”Jika memang akan mendorong investor dari luar negeri, sebaiknya lebih didorong agar industri luar negeri tersebut memproduksi komponen dari alat kesehatan yang diperlukan. Persoalan yang kita hadapi saat ini adalah tingginya impor dari komponen alat kesehatan,” ucapnya.