Data yang Akurat Dukung Kesuksesan Layanan Kesehatan Digital
Kesuksesan layanan kesehatan digital sangat ditentukan oleh data yang akurat. Data tersebut juga harus saling terintegrasi dengan semua lembaga ataupun fasilitas pelayanan kesehatan.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan teknologi menuntut layanan kesehatan dapat bertransformasi secara digital untuk mengatasi berbagai kemunculan potensi penyakit baru. Kesuksesan layanan kesehatan digital ini sangat ditentukan oleh data yang akurat dan saling terintegrasi dengan semua lembaga ataupun fasilitas pelayanan kesehatan.
Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Satryo Soemantri Brodjonegoro mengemukakan, layanan atau perangkat kesehatan digital mulai banyak dikembangkan pada masa pandemi karena banyak manfaat yang dirasakan. Prinsip perangkat kesehatan digital ini umumnya mengacu pada upaya merekam, mengorganisasi, menyimpan, menganalisis, dan membagikan informasi guna mengatasi suatu penyakit.
”Selama ini ketidakmaksimalan penanganan kesehatan karena informasi dan data yang tidak sama. Data ini juga tidak dibagikan kepada pihak-pihak terkait sehingga terdapat sejumlah ketidaksesuaian tindakan. Padahal, kemampuan ini sangat penting terutama dalam mengatasi pandemi,” ujarnya dalam diskusi daring, Minggu (10/7/2022) malam.
Data yang terintegrasi dapat dimanfaatkan untuk menunjang kebijakan pemberian pelayanan kesehatan publik yang lebih baik.
Menurut Satryo, perlu suatu perangkat kesehatan digital untuk bisa memahami dan mengendalikan berbagai wabah penyakit, termasuk pandemi Covid-19. Sebab, perangkat kesehatan digital memungkinkan penyajian data terkini yang diolah secara terus-menerus sehingga dapat menjadi acuan dalam menentukan suatu kebijakan penanganan.
Meski demikian, Satryo memandang bahwa sistem pelayanan kesehatan digital, terutama saat awal pandemi masih terdapat perbedaan penyajian data antara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 dan Kementerian Kesehatan. Hal inilah yang kerap menyebabkan kebijakan penanganan pada awal pandemi menjadi kurang maksimal.
Hambatan tata kelola data dalam transformasi digital layanan kesehatan ini juga sejalan dari hasil riset Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) dan Yayasan Tifa yang dipublikasikan Maret lalu. Hasil riset menunjukkan bahwa beragam aplikasi kesehatan yang banyak muncul saat ini tidak menjamin pelayanan menjadi lebih baik, efektif, dan efisien.
Hasil riset juga menyebut bahwa tata kelola data menjadi elemen krusial dalam transformasi digital pelayanan publik. Pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien, mulai dari perencanaan, implementasi hingga evaluasi layanan sangat mengandalkan data yang akurat.
Satryo menegaskan, semodern apa pun perkembangan pelayanan dan sistem kesehatan digital tetap harus memperhartikan berbagai aspek. Salah satu aspeknya bahwa penggunaan aplikasi teknologi digital, yaitu untuk menjamin keselamatan dan keamanan pasien.
”Kita perlu memastikan untuk kesehatan pasien, maka harus mengambil tindakan yang paling tepat dan bijak. Pasien harus diajak bicara dengan cukup intensif karena pada dasarnya merekalah yang perlu mendapatkan pelayanan dari dokter,” ungkapnya.
Sebelumnya, Chief Digital Tranformation Office Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Setiaji menyebut bahwa saat ini Indonesia sudah memiliki berbagai layanan kesehatan digital berbentuk aplikasi. Namun, layanan tersebut belum saling terintegrasi dengan lembaga atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya seperti rumah sakit dan puskesmas.
Setiaji mengakui bahwa terdapat beberapa perbedaan data yang dikumpulkan layanan kesehatan digital tersebut. Bahkan, masih ditemui juga duplikasi data sehingga membuat sistem pelayanan tidak efektif dan memberikan beban besar bagi tenaga kesehatan.
Salah satu upaya Kemenkes untuk mengatasi kendala tersebut, yakni dengan membuat dan meluncurkan platform Indonesia Health Services (IHS). Platfrom ini sekaligus menjadi wadah untuk mengintegrasikan berbagai aplikasi layanan kesehatan berbasis digital. Data yang terintegrasi kemudian dapat dimanfaatkan untuk menunjang kebijakan pemberian pelayanan kesehatan publik yang lebih baik.
”Adanya pertukaran data akan memudahkan koordinasi fasilitas pelayanan kesehatan seperti menyiapkan layanan rujukan yang berbasis kompetensi dan bukan berjenjang seperti saat ini. Dengan cara ini, masyarakat bisa dengan cepat mendapatkan tempat lokasi rujukan secara efektif,” ujarnya.