Kode etik kedokteran akan diperkuat menyesuaikan dengan perkembangan pelayanan kesehatan yang terjadi. Penguatan ini diperlukan untuk melindungi masyarakat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan teknologi dan informasi telah memengaruhi pelayanan di bidang kedokteran. Berbagai perubahan pun terjadi. Karena itu, kode etik kedokteran perlu diperkuat untuk memastikan pelayanan yang diberikan tetap melindungi masyarakat.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Muhammad Adib Khumaidi mengatakan, digitalisasi dan perkembangan teknologi telah mengubah sebagian sistem pelayanan kesehatan. Untuk itu, kode etik kedokteran perlu diperkuat menyesuaikan perkembangan pelayanan yang terjadi.
”Berdasarkan evaluasi telah dibahas mengenai apa yang perlu dilakukan untuk melindungi masyarakat. Pembahasan untuk memperkuat kode etik kedokteran guna melindungi masyarakat di tengah perkembangan pelayanan kesehatan yang ada dan di masa depan,” katanya dalam pembukaan Konferensi Asosiasi Dokter Medis Sedunia (WMA) 2022, di Jakarta, Senin (4/7/2022).
Konferensi Asosiasi Dokter Medis Sedunia ini berlangsung selama dua hari sejak Minggu (3/7/2022). Konferensi ini dihadiri oleh Sekretaris Jenderal WMA Otmar Kloiber serta sejumlah perwakilan dari beberapa negara di Amerika, Eropa, Asia, dan Afrika. Topik utama yang dibahas adalah etik kedokteran dalam dunia masa kini.
Sekretaris Jenderal WMA Otmar Kloiber mengatakan, kode etik kedokteran internasional dalam proses revisi. Kode etik yang pertama kali diterbitkan pada 1949 itu akan diperkuat. Berbagai tantangan yang dihadapi di bidang kedokteran saat ini menuntut ada pembaruan aturan dalam kode etik.
”Banyak tantangan yang saat ini dihadapi, mulai dari tantangan komersialisasi obat, media sosial, dan pemanfaatan kecerdasan artifisial yang semakin masif. Itu mendorong kita untuk membuat kode-kode yang baru,” ucapnya.
Terkait hal itu, Otmar menambahkan, masukan dari sejumlah negara dibutuhkan untuk menyusun kode etik kedokteran internasional yang lebih kuat. Revisi kode etik ini diharapkan mencakup perkembangan yang terjadi. Ditargetkan dokumen kode etik kedokteran internasional terbaru bisa selesai pada Oktober 2022.
Pembahasan untuk memperkuat kode etik kedokteran ini salah satunya dalam upaya melindungi masyarakat di tengah perkembangan pelayanan kesehatan baik yang sudah terjadi maupun di masa depan. (Adib Khumaidi)
Ketua Panitia Simposium WMA 2022 yang juga Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran periode 2018-2021, Pukovisa Prawiroharjo, menuturkan, perkembangan teknologi kedokteran amat cepat di seluruh dunia. Sementara kode etik kedokteran yang sebelumnya dibentuk belum mencakup perkembangan yang terjadi.
Kode etik kedokteran internasional terakhir diatur pada tahun 2006. Begitu pula dengan kode etik kedokteran di Indonesia yang terakhir diterbitkan pada 2012. Ketika itu, pemanfaatan teknologi belum seperti saat ini.
Media sosial sudah makin menjamur. Penggunaan layanan kesehatan jarak jauh serta pelayanan kedokteran berbasis kecerdasan artifisial dan robotik belum banyak dimanfaatkan.
”Kode etik ini perlu diperkuat karena perkembangan terjadi sedemikian pesatnya dan kesadaran masyarakat juga sudah berubah karena informasi makin mudah diakses. Jadi, kita sebagai profesi kedokteran memandang perlu ada upaya untuk bisa mengatasi ini,” tutur Pukovisa.
Penguatan kode etik kedokteran ini tidak hanya menjadi perhatian organisasi profesi kedokteran di Indonesia, tetapi juga di tingkat internasional. Pembahasan kode etik kedokteran ini pula yang menjadi salah satu topik dalam Konferensi Asosiasi Dokter Medis Sedunia.
Isu utama yang menjadi pembahasan dalam konferensi WMA 2022 adalah terkait otonomi pasien dalam pelayanan kedokteran, layanan kedokteran jarak jauh, pemanfaatan teknologi kedokteran, komersialisasi kedokteran, etika di media media, dan keberatan konsensus (consensus objection) pada kedokteran.
”Kode etik ini diperlukan untuk menjaga marwah, harkat, dan martabat dari profesi kedokteran. Dengan pembaruan kode etik ini sekaligus kita juga ingin menjaga kepercayaan masyarakat pada bidang kedokteran,” ujar Pukovisa.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan, upaya penguatan pada kode etik kedokteran ini juga turut mendukung transformasi kesehatan pada aspek transformasi sumber daya manusia kesehatan yang diusung oleh Kementerian Kesehatan. Terdapat tiga hal yang ditekankan dalam transformasi sumber daya manusia bidang kesehatan, yaitu pemenuhan jumlah dokter, distribusi dokter, dan peningkatan mutu dokter.
”Dengan penguatan kode etik ini diharapkan mutu dokter di Indonesia bisa semakin terjamin. Dokter pun bisa semakin memberikan sumbangsih di dunia nyata yang lebih baik untuk masa depan,” kata Dante.