Puncak haji, 8 Juli 2022, kurang sepekan lagi. Sebagian besar jemaah haji asal Indonesia telah tiba di Arab Saudi dan siap untuk menunaikan wukuf di Arafah, ”mabit” di Muzdalifah, dan melempar jamarat di Mina.
Oleh
ILHAM KHOIRI
·4 menit baca
MEKKAH, KOMPAS — Sehari jelang penutupan penerbangan ke Arab Saudi, Minggu (3/7/2022), 90 persen dari total kuota 100.051 anggota jemaah haji Indonesia telah berada di Arab Saudi. Sepuluh persen sisa jemaah dalam pemberangkatan dari Tanah Air. Jemaah yang berada di Tanah Suci bersiap untuk melaksanakan wukuf sebagai puncak haji di Arafah pada Jumat (8/7/2022) pekan depan.
Saat ini, jemaah yang baru tiba di Mekkah langsung melakukan umrah wajib di Masjidil Haram. Mereka mengenakan kain ihram putih-putih, menjalankan tawaf, sai, dan tahalul. Mereka kemudian beristirahat di hotel agar stamina pulih untuk menunaikan wukuf di Arafah, mengambil batu dan mabit (menginap) di Muzdalifah, sekaligus melempar jamarat di Mina.
Sesuai hasil rukyat di Kerajaan Arab Saudi, wukuf di Arafah digelar pada 9 Zulhijah 1443 Hijriah (bertepatan dengan Jumat, 8 Juli). Idul Adha dirayakan pada 10 Zulhijah (9 Juli), atau sehari lebih cepat dibandingkan dengan keputusan Kementerian Agama RI tentang Idul Adha di Indonesia.
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi, yang sekaligus Naib Amirul Haj 1443 Hijriah, di Mekkah, Sabtu (2/7/2022), mengungkapkan, saat ini Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi tengah mempersiapkan layanan jemaah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Jemaah diimbau selalu menjaga stamina serta menghemat energi agar dapat menunaikan puncak haji itu.
”Pada musim (panas) yang tinggi suhu udaranya, jangan sampai jemaah kena dehidrasi. Jemaah agar mengonsumsi makanan-minuman dengan tertib sehingga tidak ada masalah kesehatan,” ujarnya.
Sebagian jemaah banyak yang beristirahat di hotel masing-masing. Pasangan suami istri Dodi Cahyono (51) dan Sobah (50), misalnya, baru tiba di Mekkah pada Jumat (1/7/2022) dan langsung melakukan umrah. Saat ditemui di hotel di kawasan Mahbas Jin, kedua anggota jemaah asal Jombang, Jawa Timur, itu tengah rehat. ”Kami bahagia bisa ke sini, keadaan baik, semoga semua lancar,” kata Sobah.
Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu pada Jumat sore waktu Arab Saudi mencatat, 90.195 anggota jemaah dalam 231 kelompok terbang (kloter) telah berada di Arab Saudi. Sebanyak 19 anggota jemaah wafat.
Pada Sabtu sekitar pukul 09.00 waktu Arab Saudi, terjadi gangguan asap di lantai 11 di Hotel Makarem Diyafah (Nomor 509) di kawasan Misfalah, Mekkah, yang menjadi tempat menginap jemaah haji Indonesia.
Asap mengepul di salah satu sudut yang menjadi tempat pembuangan sampah. Sebagian jemaah dievakuasi selama beberapa waktu, kemudian kembali ke kamar masing-masing.
Menurut Kepala Daerah Kerja Mekkah Mukhammad Khanif, asap tersebut bersumber dari tempat sampah yang terbakar akibat ada puntung rokok yang belum dimatikan saat dibuang.
”Bukan kebakaran hotel. Tepatnya, ada tempat pembuangan sampah yang terbakar karena puntung rokok. Sudah dipadamkan dan jemaah sudah beraktivitas sebagaimana biasa,” tuturnya.
Untuk mengantisipasi peristiwa serupa terulang, jemaah diminta lebih disiplin menjaga lingkungan dan kebersihan. Jemaah diimbau tidak merokok di dalam hotel, termasuk membuang puntung rokok sembarangan.
Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meninjau Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Mekkah. Mereka menemukan sejumlah pasien dirawat di klinik dengan bermacam gangguan kesehatan. DPR mengusulkan agar Indonesia segera membangun rumah sakit di Mekkah.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh menilai, pemerintah perlu segera mendirikan rumah sakit khusus jemaah haji dan umrah, terutama di wilayah Mekkah.
Rumah sakit itu sangat diperlukan untuk melayani perawatan kesehatan seluruh jemaah haji dan umrah Indonesia. Apalagi, jumlah jemaah haji Indonesia merupakan yang terbesar di seluruh dunia.
”Sudah waktunya Indonesia memiliki rumah sakit di Saudi. Ini bukan saja menyangkut waktu haji, melainkan juga menyangkut saat umrah. Jumlah jemaah umrah lebih banyak dari jumlah jemaah haji,” katanya.
Selama ini, pasien jemaah yang mengalami sakit parah dirujuk ke rumah sakit Arab Saudi. Namun, hal itu kerap terkendala karena pasien tidak bisa ditunggui oleh keluarga. Masalah lain, pasien tidak bisa bahasa Arab sehingga komunikasi juga terhambat.
Secara terpisah, Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI Budi Sylvana mengungkapkan, banyak jemaah haji yang membutuhkan perawatan ekstra. Salah satunya, penyakit jantung yang memerlukan obat dan peralatan khusus.
”Mulai tahun (2022) ini, kita mulai lagi melakukan operasi dengan segala keterbatasan. Seluruh jemaah kita sedapat mungkin ditangani di KKHI, tidak perlu ke rumah sakit Arab Saudi,” katanya.