Ketika Masyarakat Adat Misool Utara Menjaga Perairannya
Warga lima kampung di Distrik Misool Utara, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, menggelar konsultasi publik sebelum menetapkan daerah mereka sebagai kawasan konservasi perairan.
Distrik Misool Utara, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, baru saja menggelar festival budaya pertama mereka. Festival ini merupakan pembuka bagi konsultasi publik yang berlangsung setelahnya. Konsultasi tersebut membahas penetapan wilayah warga sebagai kawasan konservasi perairan.
Festival ini diikuti lima kampung di Misool Utara, yaitu Kampung Salafen, Waigama, Solal, Atkari, dan Aduwei. Kampung Salafen yang menjadi tuan rumah. Festival berlangsung pada 28-29 Juni 2022.
Festival budaya tersebut terdiri dari beberapa lomba yang bisa diikuti warga dari kelima kampung. Lomba tersebut, antara lain, lomba mendayung, menghias kapal, tarik tambang, memanah, dan cipta lagu konservasi dengan bahasa lokal. Tokoh adat setempat menyatakan bahwa festival ini bertujuan untuk merekatkan solidaritas warga di lima kampung. Festival juga diadakan untuk mengingatkan warga akan akar budayanya.
Menurut Ketua Dewan Adat Suku Maya Kristian Thebu, Selasa (28/6/2022), warga tidak boleh kehilangan identitasnya jika kampung mereka berkembang menjadi kawasan pariwisata suatu hari nanti. Warga diharapkan bisa menunjukkan jati dirinya sehingga turis yang datang dapat mengalami kekayaan budaya tanah Papua, tidak hanya melihat keindahan alam. Identitas yang kuat juga diharapkan membuat warga terlibat dalam pengembangan kawasan, tidak hanya menjadi penonton di pinggiran.
Wacana tentang pariwisata ini berkembang setelah warga lima kampung di Misool Utara sepakat menjadikan wilayah mereka sebagai kawasan konservasi perairan. Kesepakatan itu dicapai setelah proses yang cukup panjang. Pegiat konservasi, lembaga swadaya masyarakat, hingga dewan adat tak henti menemui warga untuk bicara soal konservasi laut selama bertahun-tahun.
Kristian mengatakan, kawasan perairan Misool Utara perlu dijaga. Sebab, hingga kini masih ada ancaman kerusakan laut yang datang dari pihak luar. Warga pulau lain atau kapal-kapal besar, misalnya, menangkap ikan dengan menggunakan racun dan bom yang bisa menghancurkan terumbu karang. Padahal, terumbu karang berperan sebagai rumah biota laut.
Baca juga: Berkah Melimpah dari Sasi di Teluk Mayalibit
Misool Utara termasuk perairan di Raja Ampat yang kaya akan biota laut, misalnya penyu, ikan, udang, kepiting, dan teripang. ”Misool Utara ini sangat kaya. Menurut penelitian ahli, dalam sekali selam, kita bisa lihat 400-an jenis ikan di sini,” kata Kristian di Kampung Salafen, Misool Utara.
Konsultasi publik
Salah satu agenda festival budaya yang digelar di Kampung Salafen adalah konsultasi publik. Warga lima kampung dikumpulkan di gedung pertemuan untuk membahas konservasi perairan di wilayah mereka.
Diskusi diawali dengan pemaparan hasil penelitian Tim Kelompok Kerja Penyusun Rencana Zonasi Kawasan Konservasi Daerah Misool Utara. Tim ini terdiri, antara lain, dari Dinas Kelautan dan Perikanan Papua Barat, Yayasan Konservasi Alam Nusantara, dan Dewan Adat Suku Maya. Tim tersebut dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Papua Barat Nomor 523/133/7/2021.
Menurut kajian tim pokja, kawasan konservasi perairan daerah di Misool Utara yang diusulkan seluas 308.853 hektar (ha). Kawasan ini mencakup daerah lintasan warga dari lima kampung, termasuk daerah tempat mereka menangkap ikan.
Itu sebabnya konsultasi publik dibutuhkan. Warga lima kampung dapat menyampaikan pendapat mereka soal rencana penetapan kawasan konservasi. Jika ada pihak yang keberatan, negosiasi bakal dilakukan demi mencari solusi terbaik.
Warga tidak boleh kehilangan identitasnya jika kampung mereka berkembang menjadi kawasan pariwisata suatu hari nanti.
Agar konsultasi publik berjalan efektif, warga dibagi menjadi beberapa kelompok diskusi dan didampingi fasilitator dari tim pokja. Perdebatan cukup alot terjadi di kelompok kampung Waigama dan Salafen. Warga Waigama keberatan dengan proyeksi zona inti karena zona itu kerap digunakan warga kampung untuk beraktivitas. Zona inti merupakan zona yang melarang siapa pun untuk melintas dan menangkap ikan. Adapun warga Salafen cenderung menerima proyeksi zonasi kawasan konservasi.
Baca juga: Raja Ampat Rawan Pengeboman Ikan
Kawasan konservasi perairan di Misool Utara, menurut rencana, mencakup empat zona. Pertama, zona inti. Kedua, zona pemanfaatan terbatas yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata, penelitian, pendidikan, atau jalur pelayaran. Namun, siapa pun dilarang mengambil ikan atau biota laut lain di zona itu.
Ketiga, zona pemanfaatan terbatas yang mendukung penangkapan ikan dan budidaya ramah lingkungan. Keempat, zona lain yang mendukung konservasi laut dengan kearifan lokal seperti sasi.
Konsultasi publik berjalan selama lebih dari satu jam. Saat suasana diskusi mulai memanas, ada saja warga yang mengingatkan pentingnya berdiskusi dengan kepala dingin. Masing-masing orang juga mengingatkan pentingnya mengingat kembali tujuan konsultasi ini.
”Kawasan konservasi ini punya kita, bukan pemerintah atau yayasan. Kita yang akan mengelola (kawasan ini) buat (kepentingan) kita sendiri. Jadi, mari bicarakan baik-baik,” kata salah satu peserta konsultasi publik.
Baca juga: Terpikat Raja Ampat
Pada akhirnya, warga mencapai kesepakatan. Tim pokja menulis usulan dari warga terkait penetapan kawasan konservasi ini. Setelah kesepakatan publik tercapai dan semua dokumen dilengkapi, Misool Utara akan diusulkan menjadi kawasan konservasi daerah ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Tim pokja berharap agar Misool Utara dapat ditetapkan menjadi kawasan konservasi perairan daerah oleh Menteri KKP tahun ini.
Sebelumnya, ada enam wilayah yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan di Raja Ampat. Keenamnya adalah Kepulauan Ayau-Asia, Teluk Mayalibit, Selat Dampier, Kepulauan Misool (Misool Selatan), Kofiau, dan Kepulauan Fam. Misool Utara akan menjadi kawasan konservasi perairan ketujuh di Raja Ampat.
Deklarasi adat
Rencana menetapkan Misool Utara sebagai kawasan konservasi perairan daerah merupakan kelanjutan dari upaya konservasi yang sudah dilakukan. Sebelumnya, warga melakukan deklarasi adat dan menjadikan daerah mereka sebagai kawasan konservasi adat. Deklarasi adat dilakukan pada 27 Maret 2018 di Pulau Muslat, Misool Utara. Luas kawasan konservasi perairan adat yang diakui saat itu 313.708 ha.
Kristian mengatakan, setelah deklarasi adat dinyatakan, kondisi kawasan perairan di Misool Utara menjadi terjaga. Laut yang terjaga pun mendorong kesejahteraan masyarakat.
”Hampir setiap hari kapal masuk. Nelayan di sini terus menjual ikan ke Sorong dengan ikan (dalam) boks dalam skala besar, baik ikan tenggiri, baronang, kakap, maupun semua jenis ikan. (Penjualan ikan) tidak pernah putus,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengelolaan Ruang Laut dan Pengelolaan Ruang Laut dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Papua Barat, Jefry Heumasse, berharap agar penetapan Misool Utara sebagai kawasan konservasi perairan berdampak besar bagi kelestarian laut Papua Barat.
”Dengan adanya enam kawasan konservasi perairan lain di Raja Ampat, saya harap konservasi di Misool Utara membawa dampak lebih besar lagi,” katanya.