Mahasiswa Dimantapkan untuk Mengasah Kompetensi di Dalam dan Luar Kampus
Pengembangan diri mahasiswa agar relevan dan adaptif dengan perubahan diperkuat di dalam dan luar kampus. Mahasiswa punya kesempatan untuk belajar secara langsung agar mantap kompetensinya ketika lulus.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahasiswa yang sedang belajar di perguruan tinggi kini memiliki peluang untuk mengetahui perkembangan di luar kampus. Mereka dapat memilih berkegiatan di luar kampus, yaitu mendampingi para pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah. Selain itu, di dalam kampus, para praktisi dari beragam bidang bisa berbagi dan berkolaborasi dengan akademik.
Pada Rabu (29/6/2022), sebanyak 16.174 mahasiswa peserta program Kampus Mengajar Angkatan 3 menyelesaikan periode penugasan selama 18 minggu di 3.846 sekolah di seluruh wilayah Indonesia. Para mahasiswa akan kembali ke perguruan tinggi masing-masing setelah mendampingi guru dan tenaga kependidikan SD dan SMP, utamanya untuk mengakselerasi adaptasi teknologi bagi para guru.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nizam mengatakan, mahasiswa mendapatkan sejumlah manfaat saat mengikuti program Kampus Mengajar. Selain memperoleh pengalaman, para mahasiswa tersebut juga berhak mendapatkan rekognisi sebesar 20 satuan kredit semester dari hasil belajar selama mengikuti program.
Para mahasiswa ini memberikan dampak positif terhadap akselerasi peningkatan literasi dan numerasi siswa melalui kolaborasi dengan para guru untuk membuat strategi pembelajaran yang efektif, tetapi menyenangkan.
Dari program ini, akhirnya kami merasa bahwa kita perlu mengundang para praktisi untuk berkolaborasi dengan jangka waktu yang lebih panjang. (Ratih Ineke Wati)
”Ada banyak sekali cerita baik yang ditorehkan oleh adik-adik mahasiswa selama 18 minggu periode penugasan di sekolah sasaran. Semoga dampak serta cerita baik selama proses pelaksanaan Kampus Mengajar Angkatan 3 yang kita kawal bersama-bersama bisa menjadi sebuah lompatan besar bagi kemajuan pendidikan Indonesia,” kata Nizam.
Kampus Mengajar merupakan salah satu program unggulan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka dari Kemendikbudristek. Program ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar dan mengembangkan diri melalui aktivitas di luar kelas perkuliahan sekaligus membagikan ilmu, keterampilan, dan inspirasi bagi para murid.
Nizam menyampaikan, pengalaman selama bertugas di Kampus Mengajar akan mengasah kompetensi mahasiswa agar lebih siap menghadapi dunia kerja. Ia meyakini, program kerja yang dilaksanakan oleh mahasiswa di sekolah memberikan manfaat dalam pengembangan kapasitas kepemimpinan, kreativitas dan inovasi, penyelesaian masalah, komunikasi, manajemen tim, serta peningkatan cara berpikir analitis.
Yoakim Zordan Halawa, mahasiswa asal Nias, yang ditempatkan di SD Negeri Ketawang, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, mengatakan, melalui keikutsertaan di program Kampus Mengajar, dirinya belajar menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab, baik kepada diri sendiri maupun kepada lingkungan di sekitar. ”Semoga pengalaman yang saya dapatkan bisa menjadi langkah awal bagi saya untuk terus berkembang ke depannya,” ujarnya.
Praktisi mengajar di kampus
Kesempatan mahasiswa untuk menyiapkan diri beradaptasi dengan dunia kerja juga dihadirkan lewat program Praktisi Mengajar. Dengan berkolaborasi bersama antara kampus dan praktisi, program ini diharapkan dapat melahirkan lulusan-lulusan yang kompeten dalam bidang akademik ataupun profesional di dunia industri.
Direktur Sumber Daya, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Sofwan Effendi dalam webinar Silaturahmi Merdeka Belajar: Berkolaborasi Tingkatkan Kompetensi Lewat Praktisi Mengajar yang digelar Kemendikbudristek, beberapa waktu lalu, mengatakan, para lulusan perguruan tinggi diharapkan mempunyai paket lengkap, baik secara akademik maupun profesional, di dunia industri agar siap pakai, siap kerja, dan siap berwirausaha.
Sofwan mengatakan, program Praktisi Mengajar merupakan program pelengkap bagi dosen agar mendorong mahasiswa lebih kreatif dan berkompetensi sesuai dengan masalah nyata di dunia industri. Untuk itu, perguruan tinggi diminta untuk memanfaatkan program ini secara optimal.
Menurut Sofwan, dalam program Praktisi Mengajar, mahasiswa akan mendapatkan pengalaman langsung dari praktisi profesional sesuai dengan bidangnya. Mahasiswa tidak hanya mendapatkan kompetensi akademik, kepakaran, cara berpikir, cara pemecahan masalah, tetapi juga langsung dihadapkan pada problem nyata dari pengalaman yang disiapkan atau disampaikan oleh para praktisi yang dihadirkan di kampus.
Praktisi Mengajar, lanjut Sofwan, merupakan program kolaborasi antara akademik dan praktisi, bukan pesaing atau pengganti. ”Dosen dan praktisi akan saling berkolaborasi dan melengkapi, bukan mengganti. Selain mendidik dan membimbing mahasiswa dari sisi keilmiahannya di kelas, dosen juga membutuhkan pengalaman di dunia industri. Begitu pun dengan praktisi, mereka juga membutuhkan ilmu yang melandasi kompetensinya,” ujarnya.
Kepala Program Praktisi Mengajar Gamaliel Waney memaparkan, Kemendikbudristek mengundang institusi-institusi di industri dari perusahaan-perusahaan besar untuk berkontribusi. ”Kami mengundang jejaring-jejaring praktisi lewat asosiasi dan komunitas. Kami sangat terharu sekali melihat bagaimana respons-respons positif dari praktisi di bidang budaya. Itu sangat positif sekali,” ujarnya.
Untuk dapat bergabung menjadi pengajar, praktisi bisa mengajukan pendaftaran ke perguruan tinggi dan program studi yang dipilih sesuai dengan kebutuhan serta kompetensi melalui laman praktisimengajar.id. Selanjutnya, dosen di perguruan tinggi juga dapat mengajukan permintaan praktisi yang dibutuhkan.
Pegiat pemajuan kebudayaan desa Perkumpulan Eksotika Desa Lestari, Panji, mengaku tidak ingin melewatkan ajakan untuk berkontribusi dalam pendidikan. Panji akan berbagi ilmu yang bersinggungan dengan upaya pelestarian cagar budaya Candi Borobudur dalam mata kuliah arkeologi publik kepada mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM).
”Kami akan melibatkan beberapa mahasiswa ataupun lulusan dari berbagai perguruan tinggi untuk berbagi pengalaman di lapangan. Nantinya juga belajar dilakukan dengan mendatangi salah satu daerah yang sedang menjadi kawasan dalam pengembangan arkeologi publik. Ini akan memberikan banyak cara pandang dan melatih mahasiswa untuk melihat bahwa persoalan bisa diselesaikan tidak hanya dari satu sisi,” ujar Panji.
Dosen Program Studi Penyulihan dan Komunikasi Pertanian, Ratih Ineke Wati, menyampaikan, UGM telah berkolaborasi dengan praktisi melalui kegiatan, seperti research study, seminar nasional dan internasional, akreditasi nasional dan internasional, serta program kuliah tamu. ”Dari program ini, akhirnya kami merasa bahwa kita perlu mengundang para praktisi untuk berkolaborasi dengan jangka waktu yang lebih panjang,” kata Ratih.