Cilacap dan Jimbaran Jadi Referensi untuk Percepatan Penanganan Sampah
Cilacap menjadi referensi lokasi prioritas penanganan sampah karena memiliki model pengolahan sampah dengan teknologi ”refused derived fuel”. Sementara di Jimbaran memiliki model TPST dengan fasilitas pemulihan material.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagai upaya percepatan penanganan sampah, pemerintah berencana melakukan skenario dengan pemilihan lokasi prioritas. Cilacap dan Jimbaran menjadi referensi daerah untuk percepatan penanganan sampah karena memiliki sejumlah model teknologi pengolahan sampah.
Hal tersebut disampaikan Kepala Bidang Pengelolaan Sampah Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) Rendra Kurnia dalam diskusi tentang penanganan sampah yang diselenggarakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Jakarta, Rabu (29/6/2022).
”Bila berbicara skala prioritas percepatan penanganan sampah, perlu disinergikan dengan sejumlah kebijakan di Indonesia. Kami berharap akan muncul profil skenario untuk satu atau dua tahun pertama terkait dengan wilayah kabupaten/kota mana saja yang akan dipilih menjadi prioritas selain daerah yang sudah dicanangkan untuk pertemuan G20,” ujarnya.
Aktor utama dalam upaya pengurangan sampah, yaitu individu atau masyarakat dan produsen karena mereka terlibat dalam memproduksi sampah.
Beberapa referensi daerah untuk percepatan penanganan sampah, yaitu Kabupaten Cilacap (Jawa Tengah) dan Kelurahan Jimbaran, Badung (Bali). Cilacap menjadi referensi karena memiliki model pengolahan sampah dengan teknologi refused derived fuel (RDF). Sementara di Jimbaran memiliki model tempat pengolahan sampah terpadu dengan fasilitas pemulihan material (TPST-MRF).
RDF merupakan teknologi pengolahan sampah melalui proses homogenizers menjadi ukuran yang lebih kecil atau dibentuk menjadi pelet. Hasilsampah yang telah diolah ini kemudian akan dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan.
Menurut Rendra, terdapat beberapa aspek utama yang kerap muncul dalam upaya percepatan penanganan sampah di Indonesia. Aspek tersebut, di antaranya, terkait dengan manajemen, optimalisasi sarana, pembiayaan berkelanjutan, kesiapan daerah dan pasar, serta kesesuaian intervensi teknologi pengolahan sampah.
Terkait dengan upaya pemilahan sampah, Rendra menyebut bahwa kegiatan tersebut tetap didorong agar bisa segera dilakukan dari sumbernya atau di rumah tangga dan perkantoran. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses pengelolaan sampah lanjutan.
”Proses pengelolaan sampah yang ideal di TPS-3R juga akan didorong secara faktual, termasuk pengelolaan di TPST hingga sampai ke off taker (pihak pembeli sampah),” ucapnya.
Kepala Subdirektorat Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ujang Solihin Sidik mengatakan, terdapat dua hal utama dalam kegiatan pengelolaan sampah, yakni upaya pengurangan dan penanganan. Permasalahan sampah tidak akan terselesaikan apabila hanya fokus pada aspek penanganan dan mengesampingkan upaya pengurangan.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah, Indonesia menargetkan 30 persen pengurangan sampah dan 70 persen penanganan sampah pada 2025. Khusus untuk upaya pengurangan sampah memiliki indikator, seperti penurunan sampah per kapita, peningkatan daur ulang dan guna ulang di sumber, serta penurunan jumlah sampah yang masuk tahap penanganan.
Menurut Ujang, kebijakan pemerintah daerah yang melarang penggunaan kantong belanja plastik merupakan salah satu upaya membatasi timbulan sampah. Upaya lainnya untuk menurunkan jumlah sampah yang bisa dilakukan dari level rumah tangga, yaitu dengan membuat sampah organik menjadi pupuk kompos.
”Aktor utama dalam upaya pengurangan sampah ialah individu atau masyarakat dan produsen karena mereka terlibat dalam memproduksi sampah. Posisi pemerintah daerah dalam upaya pengurangan sampah ini ialah sebagai fasilitator,” katanya.
Meski terdapat sejumlah tantangan, upaya mengatasi persoalan sampah Indonesia tetap memiliki peluang besar. Hal ini tidak terlepas dari kelengkapan kebijakan dan regulasi serta dimasukannya target ekonomi sirkular dalam rencana pembangunan nasional. Di samping itu, sudah ada beberapa contoh baik pengelolaan sampah yang dilakukan daerah, seperti Surabaya, Balikpapan, dan Banyumas.