Pers Indonesia bersama Dewan Pers perlu membangun kohesi dan stabilitas sosial di tengah masyarakat. Kohesi dan stabilitas sosial itu makin penting seiring mendekatnya tahun politik 2024, yang rentan konflik horizontal.
Oleh
ADI PRINANTYO
·3 menit baca
Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra menyampaikan hal itu di tengah kunjungan Dewan Pers ke kantor Redaksi Harian Kompas di Jakarta, Selasa (21/6/2022). Bersama Azyumardi hadir Wakil Ketua Dewan Pers Muhamad Agung Dharmajaya serta dua anggota Dewan Pers, Asmono Wikan dan Paulus Tri Agung Kristanto.
Pemimpin Umum Kompas Lilik Oetama menerima kehadiran Azyumardi dan tim didampingi Wakil Pemimpin Umum Kompas Budiman Tanuredjo, CEO KG Media Andy Budiman, dan Pemimpin Redaksi (Pemred) Kompas Sutta Dharmasaputra. Turut mendampingi Pemred kompas.com Wisnu Nugroho, Pemred Kompas TV Rosianna Silalahi, Pemred Kontan Ardian TG, Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domu Ambarita, dan redaktur KG Media lainnya.
Azyumardi menilai, tahun 2022 bukan tahun yang mudah karena bertepatan dengan dua tahun sebelum tahun Pemilu 2024. ”Kalau ada kegaduhan di tengah publik, misalnya karena manipulasi isu-isu SARA, itu akan sangat berbahaya. Kemungkinan ke arah sana cukup besar karena itu pernah terjadi, khususnya di tahun politik seperti 2014 dan 2019,” ujar Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah itu.
Rapatkan langkah
Seiring dengan tantangan yang tak mudah itu, Azyumardi berharap pers Indonesia bersama Dewan Pers selayaknya merapatkan langkah dalam membangun kohesi dan stabilitas sosial.
”Peran media sebagai kekuatan check and balances harus diperkuat. Selain sebagai kekuatan penyeimbang terhadap pemerintah, pers juga perlu menjadi penyeimbang bagi parpol karena parpol-parpol kini juga sudah masuk dalam koalisi besar. Masyarakat sipil juga melemah, begitu pula kampus. Mencermati fenomena itulah, pers makin krusial,” katanya.
Menurut Azyumardi, di tengah fenomena banjir informasi sekarang ini, keberadaan pers sebagai pilar demokrasi perlu diperkokoh. ’Kongkretnya, pers bisa benar-benar menjadi mitra kritis bagi pemerintah dan juga masyarakat.’
Jika sistem check and balances dalam pemerintahan ini berjalan relatif baik, lanjut Azyumardi, itu menjadi salah satu indikasi kemajuan sebuah negara. Indonesia, dalam hal ini, perlu mempertahankan predikat sebagai negara maju yang berpenduduk mayoritas Muslim.
Asmono Wikan menambahkan, kampanye bermedia sosial yang bertanggung jawab menjadi salah satu prioritas Dewan Pers jelang tahun politik 2024. ”Kami menyadari, medan tugas Dewan Pers tidak ringan. Harus memperkuat kelembagaan di tengah banyak beban pekerjaan, sebut saja salah satunya pemutakhiran data media massa terverifikasi,” katanya.
Program lain yang juga perlu diperjuangkan, menurut Asmono dan Azyumardi, tak lain paradigma gender sensitive journalism. Paradigma itu memastikan ketiadaan diskriminasi terhadap wartawan perempuan, misalnya dalam pemenuhan hak cuti, mekanisme penggajian, dan lain-lain.
Budiman Tanuredjo berharap Dewan Pers ikut menjaga iklim kebebasan berpendapat, yang salah satunya bisa diimplementasikan melalui kebebasan pers. ”Mengapa saya sampaikan hal ini, karena, misalnya dalam RKUHP, ada indikasi dilarangnya live streaming persidangan. Itu sebenarnya domain Dewan Pers. Bahwa kadang kebebasan pers itu kebablasan, itu perkara lain,” kata Budiman.
Pada hari yang sama, Dewan Pers beraudiensi dengan Kepala Kepolisian Negara RI (Polri) Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo. Dalam siaran pers, Dewan Pers dan Polri akan membuat program bersama pertukaran informasi dan edukasi pencegahan polarisasi pemilu mendatang