La Nina Berlanjut, Hujan Diprediksi hingga Awal Juli
La Nina diprediksi masih akan berlanjut, setidaknya hingga Agustus 2022. Hujan dengan intensitas tinggi diperkirakan masih bisa terjadi di sebagian wilayah, termasuk di Jawa, hingga awal Juli 2022.
Oleh
AHMAD ARIF
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Organisasi Meteorologi Dunia mengumumkan La Nina diprediksi masih akan berlanjut, setidaknya hingga Agustus 2022. Hujan dengan intensitas tinggi diperkirakan masih bisa terjadi di sebagian wilayah Indonesia, termasuk di Jawa, hingga awal Juli 2022.
Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Urip Haryoko, di Jakarta, Minggu (12/6/2022), mengatakan saat ini sedang mengevaluasi hasil prakiraan awal musim yang telah dirilis per Maret 2022. Analisis terbaru BMKG, hingga dasarian III Mei 2022, terdapat 32 zona musim atau 21 persen wilayah di wilayah Pulau Jawa yang sudah mengalami musim kemarau.
Padahal, berdasarkan prakiraan musim kemarau yang dirilis BMKG pada Maret 2022, akan ada 58 zona musim di Pulau Jawa diprakirakan akan memasuki musim kemarau pada periode Maret-April 2022 ini. Dari jumlah tersebut, 22 zona musim telah masuk musim kemarau. Namun, 36 zona musim mengalami awal musim kemarau mundur dari yang diprakirakan.
Dugaan kuat sebagai penyebab hujan-hujan pada Juni ini selain pengaruh fenomena La Nina adalah suhu permukaan laut di Indonesia yang hangat.
”Pemantauan kondisi terkini dinamika atmosfer laut berikut prediksinya untuk beberapa waktu yang akan datang terus dilakukan sebagai salah satu dasar pertimbangan BMKG untuk memutuskan sudah atau belum perlunya melakukan pembaruan prakiraan musim kemarau,” katanya.
Keberadaan La Nina
Perubahan dinamika cuaca di Indonesia saat ini dipengaruhi oleh keberadaan La Nina yang berkepanjangan. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, pada Jumat (10/6/2022), telah mengumumkan bahwa La Nina masih terjadi.
”Ada kemungkinan besar bahwa peristiwa La Nina yang berkepanjangan, yang telah memengaruhi suhu dan pola curah hujan dan (di sisi lain) memperburuk kekeringan dan banjir di berbagai belahan dunia, akan berlanjut hingga setidaknya Agustus dan mungkin hingga belahan bumi utara pada musim gugur dan awal musim dingin,” sebut WMO.
Menurut WMO, beberapa prediksi jangka panjang bahkan menunjukkan bahwa La Nina mungkin bertahan hingga 2023. La Nina mengacu pada pendinginan skala besar suhu permukaan laut di bagian tengah dan timur ekuator Samudra Pasifik, ditambah dengan perubahan sirkulasi atmosfer tropis, yaitu angin, tekanan, dan curah hujan. Biasanya memiliki dampak yang berlawanan pada cuaca dan iklim seperti El Nino, yang merupakan fase hangat dari apa yang disebut El Niño Southern Oscillation (ENSO).
Beberapa dampak La Nina ini, menurut WMO, di antaranya curah hujan di atas rata-rata di Asia Tenggara dan Australia dan prediksi untuk musim badai Atlantik di atas rata-rata. Di sisi lain, fenomena ini juga memicu kekeringan yang sedang berlangsung di Tanduk Afrika dan Amerika Selatan bagian selatan.
”Perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia memperkuat dampak peristiwa yang terjadi secara alami seperti La Nina dan semakin memengaruhi pola cuaca kita, khususnya melalui panas dan kekeringan yang lebih intens dan risiko terkait kebakaran hutan, serta banjir besar yang memecahkan rekor curah hujan dan banjir,” kata Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas.
Ia mengingatkan, dengan kondisi iklim saat ini, dunia akan berisiko mengalami panas dan kekeringan yang lebih hebat serta risiko terkait kebakaran hutan. Pada saat yang sama, di sebagian belahan dunia bakal mengalami banjir besar.
Implikasi di Indonesia
Hasil pantauan dinamika atmosfer oleh BMKG pada awal Juni 2022 menunjukkan, indeks ENSO sebesar -0,85. Hal ini menunjukkan bahwa La Nina masih bertahan dan masih akan berlanjut, meskipun tren mulai menurun dari moderat menuju La Nina lemah.
Urip menambahkan, hasil analisis peta angin menunjukkan bahwa pada awal Juni 2022 tidak terdapat penguatan angin timuran di Samudra Pasifik di wilayah tropis bagian tengah yang umumnya menjadi tanda bahwa La Nina telah meningkatkan sirkulasi atmosfer. Hal ini berbeda dengan kondisi di bulan Mei 2022 yang menunjukkan adanya anomali angin timur kuat di Samudra Pasifik.
Sementara itu, analisis kandungan uap air pada profil vertikal juga menunjukkan tidak ada penjalaran uap air yang sangat masif dari arah Samudra Pasifik seperti yang ditunjukkan pada bulan Mei 2022. Ini menunjukkan bahwa pada awal Juni ini kontribusi La Nina relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya dalam meningkatkan curah hujan di Indonesia. Dengan demikian, dugaan kuat sebagai penyebab hujan-hujan pada Juni ini selain pengaruh fenomena La Nina adalah suhu permukaan laut di Indonesia yang hangat.
Dengan perkembangan atmosfer saat ini, menurut Urip, hujan masih berpeluang terjadi di beberapa wilayah Indonesia hingga awal Juli 2022. Wilayah yang diprakirakan mengalami hujan kategori tinggi atau di atas 150 milimeter per dasarin pada pertengahan Juni 2022 meliputi Jawa Barat bagian barat dan selatan, Jawa Timur bagian selatan dan timur, dan sebagian Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sejumlah daerah lain yang juga masuk kategori ini adalah Kalimantan Selatan bagian selatan, Sulawesi Selatan bagian timur dan utara, Sulawesi Barat bagian selatan, Sulawesi Tenggara bagian selatan, sebagian Maluku, dan sebagian Papua Barat bagian barat.
Daerah yang mengalami hujan lebat pada dasarian ketiga Juni 2022 meliputi Jawa Barat bagian selatan, Jawa Timur bagian timur, Kalimantan Selatan bagian selatan, sebagian NTT, Sulawesi Selatan bagian timur, Sulawesi Tenggara bagian selatan, Sulawesi Tengah bagian timur, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat bagian barat, dan Papua bagian selatan.
Adapun daerah yang mengalami hujan lebat hingga dasarin pertama Juli 2022 meliputi Jawa Timur bagian timur, sebagian NTT, Papua Timur bagian barat, Sulawesi Barat bagian selatan, Sulawesi Selatan bagian timur, Sulawesi Tengah bagian timur, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat, dan Papua bagian barat.