Skema Pemerataan Vaksin Covid-19 Akan Dibahas pada Presidensi G20
Kesepakatan skema pemerataan vaksin Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights Waiver belum menemui titik terang. Hal ini akan dibahas Indonesia pada presidensi G20.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Akses vaksin Covid-19 di dunia belum merata, terutama di negara berpendapatan rendah. Indonesia dan sejumlah negara akan kembali mendorong disepakatinya Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights Waiver pada presidensi G20 tahun ini.
Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) Waiver adalah skema pemerataan vaksin yang diajukan Afrika Selatan dan India. Proposal ini diajukan dalam forum Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sejak 2 Oktober 2020. Hasil penyempurnaan proposal diserahkan pada 25 Mei 2021.
TRIPS Waiver berisi permintaan penangguhan sejumlah ketentuan dalam produksi vaksin, seperti hak kekayaan intelektual (HKI) atau paten, serta desain industri. Proposal ini juga mendukung transfer teknologi secara sukarela untuk meningkatkan produksi vaksin. Meratanya akses vaksin ke semua negara diharapkan mempercepat penanganan pandemi di tingkat global.
Kendati diajukan hampir dua tahun lalu, TRIPS Waiver belum disepakati, termasuk oleh negara-negara maju produsen vaksin Covid-19. Mereka juga adalah negara anggota G20.
TRIPS Waiver akan dibahas lebih lanjut pada konferensi WTO di Geneva, Swiss, bulan ini. Proposal ini juga akan diusung Indonesia pada presidensi G20.
Perwakilan Public Service International Susana Barria pada Jumat (10/6/2022) mengatakan, adanya HKI pada vaksin telah menciptakan ketidaksetaraan artifisial. Sementara TRIPS Waiver masih didebatkan, nyawa warga dunia yang belum divaksinasi melayang karena Covid-19.
Menurut dia, pemerintah tiap negara perlu membangun mekanisme permanen tentang penangguhan otomatis HKI saat terjadi kondisi darurat kesehatan. Di sisi lain, ia menyayangkan bahwa kebijakan kesehatan saat ini ada di tangan pemangku kepentingan perdagangan, bukan kesehatan.
”Produk kesehatan yang dibutuhkan untuk kesehatan masyarakat adalah barang publik sehingga butuh arahan publik dalam produksinya. Kita butuh produksi vaksin dan obat-obatan yang dipimpin oleh publik,” kata Barria pada forum Civil 20 (C20) di Mataram.
Pemerataan penting karena ada ketimpangan tingkat global terhadap akses vaksin. Menurut Our World in Data, per 9 Juni 2022, sebanyak 66,3 persen populasi dunia sudah menerima setidaknya satu dosis vaksin Covid-19. Namun, hanya 17,8 persen penduduk di negara berpendapatan rendah yang menerima setidaknya satu dosis vaksin.
Persentase penduduk negara berpendapatan menengah ke atas yang telah menerima satu dosis vaksin sebesar 82,4 persen, negara berpendapatan tinggi 79,8 persen, dan negara berpendapatan menengah bawah 61,9 persen.
Sebelumnya, Perwakilan Third World Network, Leena Menghaney, merekomendasikan dukungan terhadap TRIPS Waiver agar diangkat pada perhelatan presidensi G20. Saat ini ada beberapa negara anggota G20 yang menolak proposal ini, yakni Jerman, Perancis, Korea Selatan, Jepang, dan Inggris.
”Isu tersebut perlu direfleksikan dalam negosiasi internasional. G20 bisa memfasilitasi hal ini,” ujar Menghaney.
Risiko
Sementara itu, perwakilan People Vaccine Alliance, Maaza Seyoum, mengatakan, akses vaksin yang tidak merata merupakan bentuk segregasi ekonomi, sosial, dan rasial. Padahal, orang di negara miskin berisiko 1,3 kali lebih tinggi untuk meninggal akibat pandemi dibandingkan penduduk negara kaya.
Jumlah orang yang meninggal di Afrika diperkirakan lebih banyak dari data yang ada. Sebab, banyak orang yang meninggal tanpa punya kesempatan dites Covid-19 sebelumnya. Seyoum menambahkan, pemikiran bahwa orang Afrika tidak rentan Covid-19 karena penduduknya muda dan alamnya terbuka sama sekali salah.
Ia mendorong agar pemerintah negara berpendapatan menengah bawah berinvestasi ke peningkatan kapasitas manufaktur kesehatan, sistem kesehatan masyarakat yang resilien, serta riset dan pengembangan teknologi kesehatan.