Sakit di Tempat Rehabilitasi, Harimau Puti Maua yang Dievakuasi dari Agam Mati
Harimau sumatera Puti Maua yang dievakuasi dari Agam, Sumatera Barat, karena kekurangan pakan setelah flu babi Afrika menewaskan buruannya Januari lalu, mati akibat sakit dalam proses rehabilitasi di PRHSD Arsari.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Harimau sumatera Puti Maua, yang dievakuasi dari Agam, Sumatera Barat, pada Januari lalu, akhirnya mati akibat sakit dalam proses rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya atau PRHSD Arsari. Harimau itu dievakuasi setelah menyerang ternak warga, diduga karena kekurangan pakan akibat kematian massal babi hutan akibat flu babi Afrika atau ASF. Belum diketahui penyebab pasti kematian harimau betina berusia tiga tahun itu.
Puti Maua ditemukan mati pada Rabu (8/6/2022) sekitar pukul 05.00 di PRSHD Arsari, Nagari Lubuk Besar, Kecamatan Asam Jujuhan, Dharmasraya, Sumbar. Sebelumnya, harimau tersebut sakit dan mengalami penurunan nafsu makan.
”Kami sangat berduka dengan kematian Puti. Ini kehilangan yang besar bagi kita semua,” kata Catrini Kubontubuh, Direktur Eksekutif Yayasan Arsari Djojohadikusumo, pengelola PRHSD Arsari, ketika dihubungi Kompas, Kamis (9/6/2022).
Panthera tigris sumatrae itu dievakuasi oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar dari kebun kelapa sawit warga di Kampung Maua Hilia, Jorong Kayu Pasak Timur, Nagari Salareh Aia, Kecamatan Palembayan, Agam, Selasa (11/1/2022). Harimau tersebut masuk perangkap yang dipasang petugas pada Senin siang. Sehari kemudian, harimau itu masuk ke PRHSD Arsari untuk menjalani rehabilitasi.
Manajer Operasional PRHSD Arsari Patrick Flaggellata, dalam siaran pers, menjelaskan, Puti terpantau sakit pada 18 Mei 2022 dan mengalami penurunan nafsu makan serta beberapa luka miasis. Pada 27 Mei, kondisinya membaik. Namun, pada 6 Juni Puti kembali mendadak sakit diikuti dengan hipersalivasi. Dua hari kemudian Puti mati.
Dari pengamatan tim medis PRHSD, menjelang kematian, napas Puti sesak, 60 kali per menit. ”Tim memberikan atropin sulfat dan nebul salbutamol, serta menyuapinya dengan menggunakan batang kayu yang diisi pakan daging, tetapi tidak dimakan,” kata Patrick.
Pada 6 Juni Puti kembali mendadak sakit diikuti dengan hipersalivasi. Dua hari kemudian Puti mati. Menjelang kematian, napas Puti sesak, 60 kali per menit.
Menurut Catrini, pihaknya belum tahu penyebab pasti kematian Puti. BKSDA Sumbar sudah melakukan nekropsi beberapa saat setelah harimau itu mati. ”Hasil pastinya masih menunggu hasil nekropsi. Kami baru ambil sampel organ-organ untuk diuji di lab. Belum bisa dipastikan kapan keluar hasilnya, kami harapkan secepatnya,” ujarnya.
Catrini juga tidak tahu dugaan sementara sakit yang dialami Puti. Sebab, sakitnya berbeda dengan sakit harimau sebelumnya yang menjalani rehabilitasi. Sebelumnya, harimau yang mati di PRSHD mengalami pneumonia. Adapun pada kasus Puti ia tiba-tiba sakit dan mengalami penurunan nafsu makan.
Catrini melanjutkan, sakit yang dialami Puti ketika masuk ke PRHSD Arsari sudah pulih semua dalam masa rehabilitasi. Saat pertama masuk pada 12 Januari 2022, harimau itu mengalami dehidrasi dan luka dangkal. Selama proses rehabilitasi berat badannya naik. ”Ketika masuk hanya 65 kg dan kemarin ditimbang 73 kg, walau masih terhitung kurus untuk ukuran harimau,” katanya.
Kematian Puti, kata Catrini, sangat menyakitkan karena PRHSD dan BKSDA Sumbar sudah menyiapkan rencana pelepasan liar harimau itu. Lokasi lepas liar sudah disurvei. ”Kami juga sudah menghubungi panglima TNI untuk bantuan helikopter guna drop off di lokasi lepas liar sehingga betul-betul aman,” ujarnya.
Kepala BKSDA Sumbar Ardi Andono belum bisa memberikan keterangan atas kematian harimau tersebut. ”Saya masih di pulau. Sulit sinyal,” katanya melalui teks WhatsApp. Kepala Resor Konservasi Sumber Daya Alam Maninjau Ade Putra juga mengatakan, pihaknya belum bisa memberikan keterangan resmi.
Penjaga kampung
Secara terpisah, Wali Nagari Salareh Aia, Kecamatan Palembayan, Agam, tempat harimau itu ditangkap, Iron Maria Edi, mengatakan, pihaknya baru mendapat informasi kematian Puti Maua dari Kompas. Atas informasi itu, Iron merasa sedih. Ia dan masyarakat sekitar sangat berharap harimau tersebut bisa dilepasliarkan kembali setelah menjalani rehabilitasi.
”Kami sedih mendengar berita ini. Dari sisi masyarakat kami, Puti Maua ini dekat kaitannya dengan psikologis masyarakat. Dari nilai-nilai yang tertanam selama ini, masyarakat menganggap harimau sebagai penjaga kampung. Cuma kemarin memang sudah mengganggu, ia masuk ke kampung dan memangsa ternak,” katanya.
Puti Maua pertama kali muncul di permukiman pada 30 November 2021 (Kompas.id, 12/1/2022). Ardi Andono, waktu itu, menjelaskan, sejak muncul, harimau terus berkeliaran dan memangsa seekor anak sapi dan menyerang induk sapi. Keberadaan harimau juga membuat warga resah dan enggan ke kebun.
BKSDA Sumbar melalui Resor Konservasi Wilayah Agam (sekarang Maninjau) bersama tim Patroli Anak Nagari (Pagari) berupaya menghalau dan menggiring satwa ke dalam hutan dengan bebunyian meriam karbit dan senjata api selama 40 hari. Namun, upaya itu tak membuahkan hasil, harimau justru mendekat ke permukiman.
”Menghindari kerugian warga yang lebih besar dan jatuhnya korban jiwa, termasuk keselamatan harimau sumatera tersebut, kami memutuskan menangkap harimau dengan kandang jebak,” ujar Ardi, Selasa (12/1/2022).
Ardi menambahkan, harimau itu turun dari hutan Cagar Alam Maninjau. Berdasarkan analisis, penyebab keluarnya harimau adalah kekurangan pakan. Beberapa waktu lalu, penyakit flu babi afrika merebak dan menyebabkan kematian massal babi hutan.
”Hasil analisis penyebab harimau sumatera ini turun dari hutan Cagar Alam Maninjau adalah kekurangan pakan akibat adanya penyakit ASF yang menyebabkan kematian massal babi hutan di Agam sebanyak kurang lebih 50 ekor,” katanya.