Mikroplastik Pertama Ditemukan di Hujan Salju Antartika
Studi baru telah mengungkapkan keberadaan mikroplastik, potongan plastik yang jauh lebih kecil daripada sebutir beras, pada hujan salju di Antartika untuk pertama kalinya.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Antartika selama ini diketahui sebagai tempat yang relatif tak tersentuh manusia. Namun, studi baru telah mengungkapkan keberadaan mikroplastik, potongan plastik yang jauh lebih kecil daripada sebutir beras, pada hujan salju di Antartika untuk pertama kalinya.
Penemuan mikroplastik di salju segar di Antartika ini dilaporkan para peneliti dari University of Canterbury di jurnal ilmiah The Cryosphere pada Rabu (8/6/2022). Temuan ini menunjukkan bahwa mikroplastik telah terbawa dalam sistem atmosfer sehingga bisa mencapai tempat sangat terpencil seperti Antartika.
Dalam kajian ini, peneliti Alex Aves dari School of Physical and Chemical Sciences, Universitas Canterbury, yang menjadi penulis pertama kajian mengumpulkan sampel salju dari Lapisan Es Ross di Antartika pada akhir 2019. Pada saat itu, hanya ada sedikit penelitian yang menyelidiki keberadaan mikroplastik di udara dan tidak diketahui seberapa luas masalah ini.
”Ketika Alex melakukan perjalanan ke Antartika pada 2019, kami optimistis dia tidak akan menemukan mikroplastik di lokasi yang begitu murni dan terpencil,” kata Associate Professor dalam Fisika Lingkungan, Laura Revell, penulis kedua paper ini dalam rilis yang dikeluarkan University of Canterbury.
Amerika Serikat akan menghapus plastik sekali pakai di taman-taman nasional dan area publik lainnya.
Namun, begitu kembali ke lab, dengan cepat menjadi jelas ada partikel plastik di setiap sampel dari lokasi terpencil di kawasan Antartika. ”Ini sangat menyedihkan tetapi menemukan mikroplastik di salju Antartika yang segar menyoroti tingkat polusi plastik bahkan ke daerah paling terpencil di dunia,” kata Alves.
Para peneliti mengumpulkan sampel salju dari 19 situs di seluruh wilayah Pulau Ross di Antartika dan menemukan mikroplastik di semua lokasi. Dalam kajian ini, Alves menganalisis sampel salju menggunakan teknik analisis kimia (spektroskopi inframerah transformasi mikro-Fourier) untuk mengidentifikasi jenis partikel plastik yang ada. Partikel plastik juga dilihat di bawah mikroskop untuk mengidentifikasi warna, ukuran, dan bentuknya.
Dominan PET
Dalam laporan di paper ini disebutkan, rata-rata ada 29 partikel mikroplastik per liter salju yang meleleh, yang lebih tinggi dari konsentrasi laut yang dilaporkan sebelumnya dari Laut Ross di sekitarnya dan di es Laut Antartika.
Tepat di sebelah pangkalan ilmiah di Pulau Ross, Pangkalan Scott, dan Stasiun McMurdo, stasiun riset terbesar di Antartika, kepadatan mikroplastik hampir tiga kali lebih tinggi, dengan konsentrasi serupa dengan yang ditemukan di puing-puing gletser Italia. Ada 13 jenis plastik yang ditemukan, dengan yang paling umum yaitu PET, yang biasa digunakan untuk membuat botol minuman ringan dan pakaian.
Para peneliti juga menganalisis kemungkinan sumber mikroplastik ini. "Pemodelan atmosfer menunjukkan mikroplastik mungkin telah menempuh perjalanan ribuan kilometer di udara, tetapi kemungkinan yang sama kehadiran manusia di Antartika telah membentuk jejak mikroplastik," kata para peneliti.
Plastik sekali pakai
Meluasnya cemaran plastik secara global membuat sejumlah negara mengetatkan aturan penggunaan plastik, khususnya plastik sekali pakai. Terbaru, Amerika Serikat akan menghapus plastik sekali pakai di taman-taman nasional dan area publik lainnya, seperti dilaporkan AFP pada Rabu. Larangan ini akan mencakup penjualan dan distribusi kantong plastik dan botol serta pembungkus makanan, gelas minuman, dan peralatan makan lainnya.
Regulasi itu akan mencakup 423 taman nasional negara itu serta suaka margasatwa dan tanah dan perairan lain yang dikelola oleh departemen dalam negeri. Jika ditotal, kawasan terlarang plastik sekali pakai ini meliputi 20 persen dari tanah Amerika Serikat, yang menampung sekitar 400 juta pengunjung setiap tahun.
Sampah plastik diketahui sangat merusak ikan dan satwa liar lainnya, dengan lautan menanggung dampak terberat karena mereka berada di hilir dari semua sumber polusi. Dari lebih dari 300 juta ton plastik yang diproduksi setiap tahun, setidaknya 14 juta ton berakhir di lautan. Data juga menunjukkan, hanya 9 persen dari semua plastik yang pernah dibuat dunia telah didaur ulang dan tingkat daur ulang stagnan.