Perubahan Iklim Menghilangkan Seperlima Kekayaan Negara-negara Berkembang
Laporan terbaru dari Kelompok V20 menyebut bahwa perubahan iklim telah menghilangkan seperlima dari kekayaan negara-negara berkembang. Ini setara dengan 525 miliar dollar AS selama tahun 2000-2019.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
AFP/ RAJESH JANTILAL
Orang-orang berjalan melewati permukiman liar yang rusak di Jalan Quarry di luar Durban, Afrika Selatan, Senin (18/4/2022). Badai dan hujan deras menyebabkan longsor dan menghancurkan banyak rumah dan infrastruktur.
JAKARTA, KOMPAS — Perubahan iklim telah menghilangkan seperlima dari kekayaan negara-negara berkembang atau total sekitar 525 miliar dollar Amerika Serikat selama dua dekade terakhir. Negara maju diminta memberikan komitmen dan dukungannya untuk membentuk pendanaan internasional guna membantu perekonomian negara berkembang tersebut.
Hal tersebut terangkum dalam laporan terbaru dari Kelompok V20 terkait kerugian ekonomi bagi negara-negara rentan yang dirilis secara daring, Rabu (8/6/2022). Kelompok V20 merupakan forum menteri keuangan dari 55 negara berkembang yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Anggota V20 di antaranya ialah Afghanistan, Kolombia, Ghana, Kenya, Palestina, Senegal, Sudan, Nepal, Filipina, Kamboja, Sri Lanka, dan Timor Leste. Menurut situs internet V20, Indonesia tidak masuk dalam keanggotaan V20.
Temuan utama laporan terbaru tersebut ialah perubahan iklim telah menghilangkan seperlima dari kekayaan negara V20 selama dua dekade terakhir atau sejak tahun 2000-2019 karena bencana hidrometeorologi ataupun kerugian ekonomi lainnya. Padahal, bila perubahan iklim bisa dikendalikan, tanpa memasukkan faktor lain, kekayaan negara V20 sekarang dipastikan dapat meningkat 20 persen.
Negara V20 juga masih memerlukan sumber daya dan strategi ekonomi untuk program pendidikan, kesehatan masyarakat, nutrisi, akses energi, dan pembentukan lapangan kerja.
Selain itu, kerugian ekonomi akibat dampak perubahan iklim juga telah memangkas pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) negara V20 rata-rata sebesar 1 persen setiap tahun. Penurunan PDB per kapita ini mewakili seperempat atau 25 persen rata-rata pertumbuhan ekonomi tahunan aktual negara V20 saat ini.
Michiel Schaeffer, Kepala Ilmuwan di Finres yang juga penulis studi tersebut, menjelaskan, pada pemanasan 1,1derajat celsius, sebagian besar negara V20 telah mencapai suhu optimal mereka. Pemanasan atau peningkatan suhu lebih lanjut akan mempercepat hilangnya perekonomian hingga berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
”Laporan ini merupakan seruan mendesak untuk tindakan mitigasi yang lebih ketat sejalan dengan menjaga kenaikan suhu rata-rata global di bawah 1,5 derajat celsius,” ujarnya, Rabu.
Laporan ini tidak hanya memaparkan dampak perubahan iklim bagi negara berkembang dan rentan, tetapi juga menyajikan analisis terkait solusi yang bisa diambil. Salah satu solusi tersebut ialah komitmen dan dukungan negara-negara maju untuk membantu perekonomian negara V20 yang terkena dampak hidrometeorologi ekstrem.
Menteri Keuangan Ghana Kenneth Ofori-Atta mengatakan, laporan ini seharusnya membunyikan lonceng alarm bagi ekonomi dunia. Sebab, negara V20 merupakan mesin perekonomian global yang tumbuh cepat. Tidak adanya upaya serius dalam mengatasi krisis iklim akan menghambat perekonomian global yang bersumber dari V20.
”Sebagai masalah pragmatisme dan keadilan, V20 dan Forum Rentan Iklim menyerukan COP27 (Konferensi Perubahan Iklim Ke-27 di Mesir pada November 2022) untuk membentuk mekanisme pembiayaan internasional. Hal ini bertujuan untuk mengatasi kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim, termasuk pemenuhan ekonomi bagi korban terdampak,” ungkapnya.
Menurut Kenneth, Kementerian Keuangannegara V20 saat ini telah mengalokasikan proporsi anggaran publik yang sangat signifikan untuk menutupi biaya kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim. Padahal, negara V20 juga masih memerlukan sumber daya dan strategi ekonomi untuk program pendidikan, kesehatan masyarakat, nutrisi, akses energi, dan pembentukan lapangan kerja.
AFP/TED ALJIBE
Warga mulai membersihkan rumah setelah banjir bandang surut di Desa Kasiglahan, Rodriguez, Provinsi Rizal, Filipina, Jumat (13/11/2020).
CEO Global Center on Adaptation Patrick Verkooijen yang menjadi tuan rumah sekretariat V20 menambahkan, mengakselerasi upaya adaptasi perubahan iklim merupakan solusi yang saat ini perlu dilakukan negara V20 untuk mengurangi kerugian dan kerusakan. Upaya adaptasi tidak hanya terbukti dapat mengatasi perubahan iklim, tetapi juga menjadi sebuah bentuk investasi yang cerdas.
Pada Dialog Menteri Keuangan V20 pada bulan April tahun ini, V20 memutuskan untuk menyusun mekanisme pendanaan kerugian dan kerusakannya sendiri. Kelompok V20 telah mengalokasikan dan memobilisasi dana dari komunitas filantropi guna menyalurkan sumber daya langsung ke Kelompok V20 yang paling parah terkena dampak perubahan iklim.