Sejumlah Wilayah di Sumatera Mulai Terbakar, Kewaspadaan Ditingkatkan
Sejumlah daerah di Sumatera mulai terbakar, seperti di Riau dan Lampung. Mitigasi dan pencegahan kebakaran perlu ditingkatkan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Sejumlah wilayah di Sumatera, yakni Riau dan Lampung, mulai terbakar. Upaya pencegahan kebakaran sudah dilakukan di sejumlah daerah, seperti menerapkan hujan buatan dan menetapkan status darurat bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan.
Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan Wilayah Sumatera Ferdian Krisnanto, Rabu (11/5/2022), mengatakan, kebakaran tercatat terjadi di kawasan Taman Nasional Way Kambas Lampung pada 9 Mei lalu. ”Dalam waktu satu hari ada 50 hektar lahan terbakar,” ucapnya.
Dari hasil pemeriksaan di lapangan, kata Ferdian, kebakaran dipicu oleh aktivitas pemburu yang memang sengaja membakar lahan untuk memancing satwa ke titik tertentu untuk kemudian diburu. ”Sampai sekarang kami terus berkoordinasi dengan pengelola Taman Nasional Way Kambas, termasuk berencana mengirimkan pasukan Manggala Agni untuk membantu,” ujar Ferdian.
Sedangkan di Riau, kebakaran lahan terakhir terjadi di Dumai yang menghanguskan 2 hektar lahan gambut pada Kamis (28/4/2022). Api melalap semak belukar, pakis, dan pohon sawit. Untuk mengantisipasi kebakaran lahan susulan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menempatkan satu helikopter patroli untuk memeriksa sejumlah lokasi yang rawan.
Tim Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mempersiapkan penyemaian hujan di Pangkalan TNI Angkatan Udara Sri Mulyono Herlambang, Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (12/8/2020). Langkah ini dilakukan untuk membasahi lahan agar tidak rentan terbakar.
Pihaknya juga telah melakukan teknologi modifikasi cuaca (TMC) dalam bentuk hujan buatan. Teknologi ini dinilai efektif untuk meningkatkan kadar air di lahan gambut dan mengisi embung yang pada saat musim kemarau nanti akan digunakan sebagai sumber air.
TMC sudah diterapkan di Riau pada April 2022. ”Dalam 15 hari pelaksanaan di Riau, TMC mampu meningkatkan curah hujan hingga 15 persen dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya,” kata Ferdian.
Namun, capaian tersebut masih terus dievaluasi, mengingat masih banyak aspek yang belum dipertimbangkan. ”Kami masih mencari formula yang lebih ilmiah dan pendekatan yang lebih mudah untuk memastikan bahwa TMC memang benar-benar efektif sebagai penangkal kebakaran lahan,” katanya.
Hari hasil evaluasi itu, kemungkinan TMC akan digunakan di daerah rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), salah satunya Sumsel.
Luas Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia 2014-2019
Siaga darurat
Walau curah hujan masih normal, Sumsel telah mengeluarkan status Siaga Darurat Bencana Asap akibat Kebakaran Hutan dan Lahan. Dengan penetapan status ini, upaya pencegahan kebakaran sudah bisa dilakukan.
Status Siaga Darurat Bencana Asap akibat Kebakaran Hutan dan Lahan itu ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 292/BPBD-SS/2022 pada 19 April 2022 yang ditandatangani oleh Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru. ”Dengan begini, kami sudah bisa melakukan sejumlah upaya pencegahan,” ujar Ferdian.
Walau saat ini belum ada kasus kebakaran lahan di Sumsel, semua pemangku kepentingan terkait harus waspada. Beberapa daerah yang terus menjadi perhatian, seperti di Kawasan Muara Medak, Kabupaten Musi Banyuasin, yang berbatasan dengan Jambi, Kawasan Cengal dan Pangkalan Lampam di Ogan Komering Ilir, serta di Lintas Timur Sumatera, Kabupaten Ogan Ilir. Di area tersebut terdapat kawasan gambut yang jika terbakar akan sulit dipadamkan.
Semua pemangku kepentingan terkait harus waspada. (Ferdian Krisnanto)
”Untuk kondisi saat ini, tinggi muka air di sejumlah kawasan rawan masih terbilang aman karena di sana beberapa kali diguyur hujan. Kami terus melakukan patroli untuk memantau ketinggian muka air sehingga sebagai langkah mitigasi bencana,” ucap Ferdian.
Desindra Dedy Kurniawan, Kepala Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, mengatakan, saat ini Sumsel masih dalam masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau. Hal ini ditandai dengan munculnya cuaca ekstrem seperti hujan lebat, angin kencang, dan kilat.
”Untuk saat ini, curah hujan masih dalam kategori normal,” kata Desindra.
Masuknya musim kemarau sudah mulai terjadi pada awal Mei lalu dan kemungkinan akan terus berlanjut ke sejumlah daerah pada Juni 2022. Adapun puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada September dan Oktober 2022.
Kepastian bahwa seluruh daerah di Sumsel sudah memasuki musim kemarau ditandai dengan menurunnya curah hujan dalam satu dasarian terakhir dan diikuti dua dasarian berikutnya. Sebuah daerah bisa dikatakan masuk musim kemarau jika intensitas curah hujan kurang dari 50 milimeter per dasarian.
Melihat kondisi ini, semua pemangku kepentingan harus bersinergi karena ketika kemarau tiba, potensi kebakaran lahan akan semakin tinggi karena meningkatnya titik panas akibat keringnya lahan. ”Kewaspadaan harus terus ditingkatkan,” kata Desindra.